1 Pelanggan di Toko Roti

Bel pulang sekolah berbunyi, Amanda membereskan buku-bukunya menempatkannya di dalam tas. Tidak ada lagi waktu bermain-main setelah jam pulang sekolah, Amanda harus segera pulang membantu mamanya di toko roti. Ia bukan lagi anak manja yang permintaannya selalu harus dituruti oleh orangtuanya.

"Serius lo Man, gak mau ikut kita?"

Amanda menggeleng. "Hidup gue udah berubah," jawabnya meninggalkan temannya keluar kelas.

Mika hanya menunduk, ia bingung harus melakukan apa.

"Gue kasihan sama Amanda, dia pasti tertekan banget setelah kepergian papanya. Tapi kita bisa apa, kita belum bisa menghasilkan uang untuk bantu dia," ujar Dea menatap kosong pintu kelas yang masih terbuka.

Sebenarnya Amanda tidak sendirian, kedua sahabatnya tidak pernah meninggalkannya meskipun ekonomi keluarganya turun drastis semenjak orangtuanya meninggal. Keadaan itulah yang menyebabkan hatinya sendirian seakan terbuang dari kehidupan nyatanya. Papanya meninggal seminggu yang lalu karna keracunan di salah satu hotel bintang lima saat ia dipercayakan menjadi perwakilan dalam bisnis perusahaannya hari itu. Papanya adalah seorang manager di salah satu perusahaan besar kota. Tapi entah mengapa, semua aset yang ditinggal papanya malah jatuh ke tangan orang yang tidak mereka kenal. Kemarin pengacara keluarga mereka menjelaskan kepada mereka bahwa hanya toko roti saja yang diwariskan kepada mamanya.

"Restauran yang lainnya sudah dipindahkan nama ke nama perusahaan tempat Pak Bayu bekerja Bu. Saya juga tidak paham betul dengan hal ini, tapi ketika saya cek tadi hanya toko roti itu yang masih atas nama Ibu," jelas pengacara keluarga mereka sambil memperlihatkan surat kepemilikan toko roti pada Bu Hanum, mamanya Amanda.

Percakapan itu selalu saja terngiang-ngiang di kepala Amanda. Kenapa bisa tiga restaurant papanya malah jatuh ke tangan orang lain. Bukan mereka gila akan harta warisan dari papanya, tapi lihatlah kehidupan mereka saat ini. Aliya, Kakak perempuan Amanda sedang melanjutkan sekolah tinggi di luar negri, tidak mungkin mamanya memberhentikan kakaknya sekolah sedangkan kakaknya saat ini sudah kuliah ditingkat empat. Ia juga disekolahkan di sekolah modern ibu kota dengan biaya yang mahal. Belum lagi dua adik laki-lakinya Alan dan Ahmed, mereka juga perlu dibiayai dan diperhatikan.

"Sudah mengerjakan tugas sekolahmu Manda?"

"Belum Ma, nanti saja saat di rumah."

"Mama kan sudah katakana padamu jangan membantu Mama jika tugas sekolahmu belum selesai kamu kerjakan. Mama bisa mengerjakannya bersama karyawan yang lain."

Amanda menarik nafas dalam, mamanya selalu saja begitu. Ia tidak akan pernah tega menyaksikan mamanya seperti ini. Ditinggal mati oleh suami bersama empat anak yang harus ia besarkan dan ia sekolahkan sendirian. "Mama tenang saja, Amanda bisa membagi waktu," jawab Amanda melanjutkan pekerjaannnya menata roti di rak-rak toko.

"Mbak! Mbak!" seseorang itu memanggil Amanda membuatnya menoleh. Beberapa detik menunggu lelaki itu menjelaskan maksudnya. Namun, tidak ada perkataan apapun. "Ada yang bisa saya bantu?" tanya Amanda ramah. By the way sekarang Amanda sedang di toko roti mamanya, jadi dia harus bersikap ramah kepada siapapun.

"Eh … eh …."

Lelaki itu gelagapan bingung dengan dirinya sendiri. "Itu Mbak, saya mau roti yang di dalam keranjang, yang belum di tata."

"Oh boleh Pak, Bapak mau yang mana?" tanya Amanda memperlihatkan isi keranjangnya.

"Eee … oh … semuanya saja ya semuanya."

Amanda mengerutkan keningnya bingung. 'Ini Bapak-bapak kenapa kayak orang kebelet pipis ya?" Amanda tidak jadi meletakkan roti itu di rak, "Apa mau langsung saya bawa ke kasir Pak?"

"Iya … Iya langsung ke kasir saja."

Amanda membawa keranjang roti itu ke kasir toko mereka, di sana ada mamanya yang ikut menjaga kasir. Menawarkan roti-roti lain yang sedang diskon. Amanda memilih untuk melanjutkan pekerjaannya mengambil roti lain yang baru saja dibungkus di dapur toko.

"Amanda pulang dulu ya Ma," pamitnya pada mamanya setelah membereskan pekerjaannya di toko. Ia harus memasak untuk makan malam di rumah. Agar saat mamanya pulang tidak perlu lagi mengurusi dapur. Biasanya mamanya akan pulang agak larut.

Masih mengenakan seragam sekolahnya ia mengunjungi supermarket. Ia lupa membawa baju gantinya, jadi terpaksa ia mengganti baju kerjanya di toko dengan seragam sekolahnya lagi. Tentu akan lebih memalukan jika ia harus pulang sekolah menggunakan baju karyawan toko roti mamanya.

Supermarket cukup ramai, ini adalah awal bulan jadi wajar saja jika pusat pemberlanjaan manapun ramai dikunjungi oleh masyarakat. Mungkin ia tidak akan lama di tempat itu, hanya untuk membeli beberapa bahan masakan rumah yang sudah habis. Malah hal lain yang membuatnya lama di supermarket tersebut. Tanpa sengaja Amanda mendapati orang yang ia kenal sedang berduaan bersama dengan wanita lain. Amanda kaget, tapi ia tetap diam terus memperhatikan Dion pacarnya. Mana mungkin Dion menduakannya, bukankah mereka sudah lebih dua tahun pacaran dan semuanya berjalan baik-baik saja.

"Jangan banyak-banyak Sayang. Aku hanya menginap semalam," ujar Dion pada wanita yang ada di sampingnya. Dion menggenggam erat tangan wanita itu, tanpa melepaskannya meskipun mereka sedang memilih belanjaan.

"Kan aku juga harus nyetok di kulkas, besoknya lagi kamu juga akan datang ke rumah. Kalau tidak ada apa-apa aku mau kasih kamu makan apa?"

"Tidak perlu repot-repot Sayang. Kamu kan sedang hamil."

Amanda menutup mulutnya terkejut. Keranjang yang ia pegang terjatuh ke lantai, semua yang ada di dalam keranjangnya berhamburan jatuh. 'Apa maksudnya wanita itu hamil? Dion hamil bersamanya? Kenapa bisa seperti ini?' lirih Amanda di dalam hati.

Semua orang di sekitar Amanda menatapnya, suara keranjang dan barang di dalamnya yang berserakan membuat orang-orang menoleh ke arahnya. Termasuk Dion dan wanita yang ada di sampingnya. Amanda berharap Dion akan menghampirinya dan menjelaskan semuanya jika yang ia dengar itu salah paham. Orang yang berada di sampingnya adalah kakaknya atau siapalah itu. Yang jelas bukan orang ketiga dalam hubungan mereka.

Tidak. Semua tidak seperti yang diharapkannya, Dion terlihat tidak peduli. Ia melanjutkan belanjanya bersama wanita yang ada di sampingnya. Sikap Dion membuat Amanda begitu amat sangat terluka. Dion adalah orang pertama yang berhasil mengambil hatinya, namun sekarang Dion juga yang menghancurkan hatinya berkeping-keping. Dion selingkuh darinya dengan menghamili wanita lain atau wanita itu memang pasangan sah Dion atau berbagai persepsi lainnya yang muncul begitu saja di dalam pikiran Amanda.

Amanda meninggalkan supermarket, ia berlari kemanapun langkahnya tertuju. Kehidupannya begitu menyedihkan. Setelah ditinggal pergi oleh ayahnya untuk selama-lamanya sekarang malah ia ditinggalkan oleh orang yang ia cintai dengan cara yang sangat menyedihkan. Amanda benar-benar terpukul dengan kehidupannya sendiri, ia tidak akan sanggup menjalani hari-harinya seperti ini.

Ia terus saja berlari entah ke mana. Di lihatnya gedung perusahaan papanya yang memang tidak jauh dari supermarket. Amanda menerobos pintu masuk berlari menuju lift untuk naik ke lantai paling atas gedung itu. Rooftop itu adalah tempat yang sering ia kunjungi bersama papanya jika papanya tidak sibuk di kantor. Dan Rooftop itu pula yang mengingatkannya kembali kalau ia telah kehilangan sosok Papa yang amat dekat dengannya.

Bayangan papanya begitu saja memutar di kepalanya, ia telah kehilangan papanya begitupun segala hal yang ada pada keluarga mereka. Pikiran wanita itu benar-benar kosong, Amanda melangkah dan terus melangkah ke pinggiran gedung, dari sana ia dapat menyaksikan begitu luasnya kota Surabaya dan begitu padatnya bangunan-bangunan yang ada. Angin terasa lebih kencang ketika ia berada di bangunan tinggi, menghembut lembut membuat rambut panjangnya menari-nari. Kehidupannya begitu hancur sehancur hatinya pula, pantas saja selama beberapa bulan ini Dion mulai cuek padanya.

Sedangkan di bawah sana orang-orang malah panik menyaksikan Amanda. Amanda akan mengakhiri hidupnya dan meninggalkan segala kesedihan yang ia alami. Ia akan meninggalkan segala kehidupannya yang buruk. Pergi untuk selama-lamanya.

avataravatar
Next chapter