webnovel

SANG PENGEMBARA 2

Perlahan Lukita naik ke pendapa dan duduk ditikar dihadapan lelaki itu. Selama ini Lukita tak pernah gentar apalagi takut dalam menghadapi apapun. Ia adalah salah satu prajurit muda dari kelompok siluman pejajaran yang ditugaskan secara diam2 oleh Prabu Mahesa Trandeman, Raja Pajajaran I untuk menjaga putranya yaitu Raden Mundingwangi yang sering pergi mengembara untuk bertapa.

Sementara itu, ketikai Raden Mundingwangi telah dikalahkan oleh Syech Atas Angin serta telah memeluk Islam, maka para pengawalnya yang berjumlah 4 orang termasuk Lukita telah bercerai berai. Sebagai mahluk siluman, tentu kondisi Lukita berbeda dengan kondisi mahluk dunia nyata ini. Hampir dikatakan mahluk siluman itu imortal ( abadi ), meskipun mahluk siluman bisa juga mati atau dibunuh. Sehingga 100 tahun kemudian, setelah R Mundingwangi meninggal dunia sebagai Syech Jambukarang, keadaan Lukita masih saja seperti keadaan ketika ia ditugaskan oleh Prabu Lingga Karang dahulu.

Kini sampailah pengembaraan Lukita ke Dukuh Sikemplang dan jatuh cinta ketika melihat Nini Sedi sedang mencuci di sungai Lumeneng bersama dua orang kawannya.

Perlahan Lukita menunduk, ketika lelaki didepannya berkata : " Aku adalah Ki Singa Truna, ayah dari Sedi gadis yang kamu tolong kemarin. Siapakah namamu anak muda, serta dari mana asalnya?.

Lukita sendiri heran mengapa sekarang hatinya tergetar ketika berhadapan dengan Ki Singa Truna. Sebab selama ini tak ada manusia satupun yang pernah menggetarkan hatinya, meskipun manusia itu manusia yang sakti. Biasanya ia cukup menggeram dengan dahsyat kemudian menunjukkan taringnya, selanjutnya ia menerkam dengan satu kali loncatan. Sekarang ia menyadari bahwa berhadapan dengan Ki Singa Truna ia tergetar karena ia tidak ingin diketahui bahwa dirinya adalah seorang siluman.

Begitu cintanya kepada Nini Sedi, sehingga Lukita berharap bisa menjadi manusia yang wajar. Kemudian Lukita menjawab dengan perlahan : " Iya Kyai, nama saya Lukita. Maafkan saya Kyai, saya adalah manusia kabur kanginan. Seorang pengembara dari Tanah Pasundan, suatu tempat yang cukup jauh dari sini ".

" Tidak apa2 anak muda, maafkan kalau saya juga keliru. Saya ingin berterus terang saja, adakah engkau hanya sekedar ingin berkenalan saja dengan anakku atau memang engkau memiliki niat yang lebih dari itu ", Ki Singa Truna melanjutkan lagi : " Perlu engkau ketahui bahwa umur anakku sudah masanya untuk berumah tangga, bahkan kalau sekarang sudah kelewat masanya. Jadi kalau engkau hanya ingin berkenalan saja, sebaiknya engkau hentikan saja. Karena sebentar lagi Sedi akan melaksanakan perkawinan ".

Kalau saat itu ada halilintar yang menyambar diatas kepalanya, mungkin Lukita tidak akan sekaget itu. Hampir saja ia tidak bisa mengendalikan dirinya ketka mendengar perkataan ayah Nini Sedi tentang rencana petkawinan itu. Rasanya Lukita ingin menggeram hebat serta menerkam manusia didepannya itu. Namun Lukita masih bisa menahan diri, dengan lembut meskipun terasa bibirnya bergetar Lukita berkata : " Maaf Kyai, bolehkah saya mengetahui siapa calon suami Nini Sedi itu? "

" Anak muda, itulah yang akan aku bicarakan! " jawab Ki Singa Truna, " Seperti sudah aku katakan tadi, jika engkau hanya ingin berkenalan saja maka hentikan. Namun jika engkau mempunyai niat yang sungguh2 untuk tidak sekedar berkenalan saja, engkau harus mengikuti sayembara tanding yang akan aku selenggarakan pada purnama yang akan datang ". Tiba2 Lukita merasa ada beban yang terlepas sebagian, cepat2 Lukita bertanya : " Maaf Kyai, maksud Kyai bagaimana? " .

" Lukita ", lanjut Ki Singa Truna : " Perlu engkau ketahui bahwa saat ini ada dua orang yang telah melamar Nini Sedi. Sesuai adat disini, apabila ada dua orang yang melamar seorang gadis maka jalan keluarnya adalah sayembara tanding. Apabila engkau memang sungguh2 berniat lebih dari berkenalan saja, maka engkau kuterima untuk mengikuti sayembara tanding tersebut. Siapa yang menang, dialah yang berhak mengawini anakku. Maka mulai sekarang engkau bersiaplah, agar purnama depan siap mengikuti sayembara tanding iti ".

Sekarang Lukita benar2 merasa terlepas dari beban yang menghimpit dadanya. " Terima kasih Kyai, saya akan berusaha sebaik2nya untuk mempersiapkan diri. Lalu dimanakah tempat sayembara tanding akan dilaksankan? ".

" Sayembara tanding akan dilaksanakan purnama depan di Pengasinan, ditepi sungai Lumeneng Pekuncen " demikian Ki Singa Truna menjelaskan. " Baiklah Kyai, saya telah mengerti semua yang Kyai maksudkan. Saya sampaikan terima kasih atas penerimaan Kyai terhadap diri saya, sekarang saya pamit " jawab Lukita.

Dalam pada itu, Ki Singa Truna sudah memberi kabar kepada Ki Suta Blonos dan Ki Setra Wungkal bahwa sayembara tanding akan dilaksanakan di Pengasinan Pekuncen nanti pada purnama depan yang jatuh pada hari Respati Cemengan ( Kamis wage ) atau pada malam Sukra Kasih ( malam Jum'at kliwon ) ,dimulai persis pada waktu purnama bulat. Sampai dengan pelaksanaan sayembara tanding, masih ada sekitar 28 hari lagi.

Sementara itu dibawah pohon poh, Lukita berpamitan dengan Nini Sedi : " Nini, sayembarara tanding di Pengasinan pada purnama penuh yang akan datang tinggal sebulan kurang. Saya pamit untuk mempersiapkan diri agar bisa mengikuti dengan baik". Nini Sedi menunduk, setengah berbisik ia berkata : " Kakang, bagaimana kalau kakang Lukita tidak berhasil memenangkan sayembara itu? ". " Maksud Nini ? ", Lukita menjawab. " Aku tidak ingin kakang kalah dalam sayembara itu. Terus, ....kita.....kita bagaimana? Aku tidak mau menjadi....." kata2 Nini Sedi terputus. Keduanya terdiam bisu, semilir angin menyentuh punggung Igir Oyod disebelah selatan dukuh Sikemplang dan terus kebawah kearah pohon poh, serta menggugurkan beberapa buah poh yang sudah masak.

Lukita terdiam beku, menatap awan yang berarak menyapu puncak Banowati. Rasanya ia ingin menggeram dan kemudian meloncat pergi mendatangi Bagus Kuncung dan Jaka Kentring kemudian menerkam dan mencabik-cabik mereka. Tapi itu tidak mungkin, Lukita harus mampu menahan dirinya supaya tidak berubah wujud menjadi harimau. Ia sangat mencintai Nini Sedi, ia benar2 ingin jadi manusia serta hidup bersamanya.

" Nini ", bisik Lukita pelan. Nini Sedi memandang Lukita, matanya berkaca-kaca, sebutir air mata jatuh dipipinya : " Kakang, aku....aku...." , Nini Sedi tak mampu melanjutkan kalimatnya. Begitu banyak hal yang ingin diungkapkan, namun ia tak mampu mengatakannya. " Nini, aku pamit. Aku akan mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk mengahadapi sayembara tanding ", setengah berbisik Lukita berkata. Lukita segera melangkah, setengah berlari meninggalkan Nini Sedi.

Ketika sampai dihutan di Igir Saliman, kaki bukit Banowati sebelah barat, Lukita segera menggeram. Seketika wujudnya berubah menjadi seekor harimau kumbang yang besar. Harimau itupun segera berlari kearah barat menuju gunung Cerme di tanah Pasundan. Tidak ada sepemakanan sirih, sampailah harimau hitam yang besar itu dipingang gunung Cerme sebelah selatan. Harimau itupun berubah wujud kembali menjadi Lukita, pemuda tampan berkulit kuning dan berambut ikal. Lukita segera mendaki lagi keatas, beberapa saat lagi sampailah dimulut sebuah gua. Lukita berseru perlahan : " Punten ! ". Tidak antara lama terdengar jawaban dari dalam gua : " Masuklah Lukita, aku sudah tahu kau akan datang !". Gua itu temaram, karena tidak ada cahaya matahari yang masuk. Namun bagi Lukita hal itu tidak membuat ia kesulitan untuk melihat isi gua itu. Terlihat seseorang duduk diatas sebuah batu bundar yang rata diatasnya, seseorang yang lebih tua dari Lukita. Bertelanjang dada dengan rambut tergerai sepanjang bahunya, sambil tersenyum orang itu berkata : " Lukita, ada apa gerangan sehingga engkau mengunjungi aku?". Lukita bersila dihadapan orang itu. Dia bernama Ki Sangga Langit, salah seorang tetua didunia siluman harimau.

" Maafkan saya Ki Sangga, kalau saya telah mengganggu ketenangan Ki Sangga " demikian Lukita memulai percakapan. " Tidak apa2 Lukita, kita semua terikat kwajiban untuk saling menolong. Apa yang ingin engkau utarakan, katakan saja! " jawab Ki Sangga Langit. " Ya Ki Sangga, saya memerlukan petunjuk Ki Sangga karena saya akan mengikuti sayembara tanding dengan manusia " jawab Lukita. Suasana tiba2 lengang sejenak, kemudian terdengar Ki Sangga Langit menarik nafas panjang. " Lukita, mengapa engkau mengikuti sayembara tanding dengan manusia. Apa yang engkau perebutkan, apakah hanya adu kesaktian saja atau ..... ". " Ya Ki Sangga ", Lukita cepat menjawab : " Saya akan memasuki sayembara tanding untuk mendapatkan seorang istri ". " Lukita, apakah wanita tersebut mencintai engkau? ". Ki Sangga Langit bertanya lagi. " Ya Ki Sangga, kami saling mencinta ". Ki Sangga Langit menghela nafas lagi : " Sudah kuduga, sudah kuduga....apakah peristiwa masa lalu akan terulang lagi ? " kata Ki Sangga Langit seperti berbicara pada dirinya sendiri.

Suasana kembali lengang, Lukita tertunduk beku dihadapan Ki Sangga Langit. Tiba2 terdengar suara Ki Sangga Langit memecah kesunyian : " Lukita, aku sangat memahami keadaanmu. Namun jadikan apa yang pernah aku alami sebagai pelajaran bagimu. Engkau lihat selama ini, aku hampir tak pernah keluar dari gua ini adalah akibat kejadian masa lalu. Saat itu kami benar2 saling mencintai, berbagai halangan aku tempuh hanya untuk bisa hidup bersamanya". Ki Sangga Langit menghela nafas dalam2, dan berhenti sejenak, : " Sampai suatu ketika, ia menjadi tua, sementara aku masih seperti sekarang inil, namun itu tak menghalangi cinta kami. Kamu tahu, kami tidak bisa mempunyai keturunan, ya manusia memang beda dengan kita. Dan puncaknya, ketika ia meninggal dipelukanku, ya ia meninggal dalam pelukanku ". Ki Sangga Langit menghela nafas lagi, seolah-olah mau menelan sesuatu, kemudian melanjutkan : " Tapi semua terserah padamu, aku cuma mengingatkan. Kalau itu menyangkut sayembara tanding, engkau tidak perlu khawatir. Engkau bisa menang menghadapi siapapun, kecuali..... ", Ki Sangga Langit berhenti lagi. " Kecuali apa Ki Sangga? ", Lukita bertanya. " Kecuali jika engkau bertemu dengan manusia yang berpakaian putih2, kepalanya juga diikat dengan kain putih ( sorban ), engkau harus cepat2 menyingkir !!" .

" Mengapa Ki Sangga, kenapa aku harus menyingkir ? " Lukita bertanya kembali. " Ya Lukita, engkau harus cepat2 menghindar. Karena manakala orang itu membaca satu kalimat pendek yang asing, yang aku tidak mengerti artinya. Saat itulah semua kekuatan dan kesaktianmu hilang, engkau benar2 tidak berdaya. Bahkan engkau bisa dibunuhnya pula", demikian Ki Sangga Langit menjelaskan. " Siapakah orang itu Ki Sangga? " tanya Lukita lagi. Ki Sangga Langitpun menjelaskan lagi : " Orang yang memakai pakaian putih2 serta kepalanya diikat dengan kain putih memang sangat sedikit jumlahnya di tanah Jawa ini. Aku pernah berjumpa dengan mereka ketika mereka baru datang dari Atas Angin ".

" Maksud Ki Sangga seperti orang yang mengalahkan R Mundingwangi dulu? ", tanya Lukita lagi. " Ya, seperti itu ! " , jawab Ki Sangga Langit : " Lukita, aku kira sudah cukup semua penjelasan yang kuberikan. Sekarang kau berlatihlah, bersiap-siap untuk menghadapi sayembara tanding ".

Next chapter