1 Bab 1 : Ulang tahun Rayen

***

Ulang tahun adalah momen paling spesial bagi setiap anak. Di momen itulah seluruh keluarga semestinya berkumpul--menunjukkan rasa senang atas bertambahnya usia anak mereka. Sebagian besar orang merayakan ulang tahun mereka namun beberapa lainnya tidak menganggap itu penting.

Rayen Pratama memandang kosong kue ulang tahun di hadapan dirinya. Kue itu berukuran sangat besar, dihiasi butiran buah ceri di atasnya. Tidak lupa lilin berbentuk angka 15 bediri tegak di atas kue. Rayen sendirian. Dia merayakan ulang tahun seorang diri.

Orang tua Rayen sibuk bekerja. PT. Pratama Enterprise merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan popok bayi berbahan kain. Perusahaan itu didirikan Ayah Rayen bernama Budianto Pratama sejak sepuluh tahun silam. Saat Rayen masih berumur lima tahun. Kini perusahaan tersebut segera membuka cabang baru di provinsi Papua sehingga Budianto dan istrinya Ratna mau tak mau melewatkan ulang tahun Rayen.

"Kau harus meniup lilin itu."

Lamunan Rayen buyar ketika mendengar ucapan seorang gadis. Dia menoleh ke arah gadis itu. Eva Delima, dia anak dari asisten rumah tangga di rumah itu. Eva seumuran dengan Rayen. Gadis itu terbilang baru di rumah tersebut. Dia bekerja--membantu ibunya sekitar seminggu lalu.

"Lilin itu tahu cara meniup dirinya sendiri. Dia akan mati tanpa harus kutiup." Rayen meringis--berpikir bahwa ulang tahun hanyalah sebuah lelucon. Apa arti dari perayan ulang tahun? Menyenangkan hatinya? Sama sekali tidak. "Lilin itu bodoh. Dia rela mati hanya untuk menerangi manusia," lanjut Rayen.

Pandangan remaja pria itu masih fokus memandangi kue di hadapan dirinya. Rayen mencoba mengejek kue itu--dia tak akan meniup lilin itu. "Ngomong-ngomong, Selamat ulang tahun," kata Eva. Rayen memutar kepala hanya untuk melihat Eva. "Kau adalah orang pertama yang mengucapkan itu. Seharusnya mereka yang lebih dulu mengatakan itu," bisik Rayen. Rasanya benar-benar aneh karena orang lain lebih peduli terhadap Rayen ketimbang kedua orang tuanya.

Rayen anak tunggal, seorang lelaki. Pewaris kekayaan Pratama Enterprise, harusnya ulang tahun lelaki itu dirayakan dengan mewah. Bukan dengan ditinggalkan demi pekerjaan. "Jangan bersedih. Orang tuamu pergi karena dia sedang menyusun masa depanmu yang cerah. Kau adalah pewaris dari semua kekayaan mereka."

Eva menyadari bahwa keluarga Rayen sangat kaya raya. Mereka memiliki rumah mewah tiga tingkat. Rumah itu laksana sebuah pusat perbelanjaan yang sering Eva kunjungi. Rumah itu terdengar kecil bila disebut rumah. Istana mungkin adalah kata yang tepat mewakili kemewahan rumah itu.

Rayen tercenung sebentar mendengar perkataan Eva. Ucapan gadis itu memang benar. Tidak lama kemudian, Rayen mendongak dan mengamati Eva. Dia menyadari bahwa Eva tidaklah jelek. Dia cukup menarik sebagai perempuan. Eva tidak terlalu putih namun dia tampak sangat manis saat tersenyum. Eva gadis imut.

"Bisa temani aku pergi? Aku sangat butuh teman," kata Rayen. Dia barusaja putus dengan pacarnya bernama Scarlet dan Rayen benar-benar butuh teman jalan-jalan. Dia tidak bisa tinggal di rumah lalu meratapi rasa kesepian yang dia rasakan.

"Kemana kita akan pergi?" Eva belum terlalu paham kehidupan orang kota. Dan dia tidak mau salah langkah. Kendati Rayen merupakan anak dari majikan tempat ibunya bekerja tak menapis kalau dia seorang lelaki dan Eva seorang perempuan. Selalu ada sesuatu terjadi jika anak perempuan pergi bersama anak lelaki. "Rahasia," balas Rayen.

Rayen memahami ada ketakutan di raut wajah Eva. Jadi Rayen berkata, "Aku tidak akan melakukan hal yang aneh terhadap dirimu. Aku tahu batasku sebagai laki-laki." Usai mengatakan hal itu, Eva kelihatan lebih tenang.

"Baiklah. Tapi kau harus tiup lilin ini dulu. Aku sangat kasihan terhadap lilin itu. Dia tampak menderita." Eva bergurau membuat Rayen tertawa pelan. Dia menyahut, "Aku akan tiup lilin itu." Rayen meniup lilin itu penuh semangat. Eva telah berhasil membuat ulang tahun suram ini lebih berarti. Meskipun orang tua Rayen tidak hadir di pesta ulang tahun lelaki itu. Rayen tetap bersyukur karena Eva bersedia mengulurkan tangan kepada cowok itu.

Gadis yang baik adalah dia yang dengan sukarela mengulurkan tangan kepada seseorang yang butuh bantuan.

"Potongan pertama untuk kamu." Rayen memotong sedikit kue tar raksasa di hadapannya lalu menaruh ke atas piring. Dia menyodorkan piring itu ke arah Eva. "Terima kasih," cicit Eva. Gadis itu akan menyantap kue itu ketika Rayen menghalangi seakan ada sesuatu yang mau dia lakukan.

"Ada apa?" tanya Eva bingung. Seseorang tidak semestinya mengambil makanan pemberiannya. Eva selalu menanamkan pemikiran itu saat dia masih kecil. "Aku akan menyuapi dirimu," bisik Rayen. Eva cukup terkesiap karena tidak menduga pria muda kaya itu mau menyuapi anak seorang pembantu.

"Buka mulutmu," perintah Rayen. Eva membuka mulut diiringi perasaan gugup. Ini pertama kali Eva diperlakukan semanis itu oleh seorang laki-laki. Jantung Eva berdetak sangat kencang seakan-akan ada sesuatu yang akan meledak dalam dirinya.

Saat menyuapi Eva, ada sedikit sisa kue tar di sudut bibir gadis itu. Seperti adegan dalam sebuah drama, Rayen mendekatkan dirinya ke arah Eva. "Apa yang mau kaulakukan?" Eva mulai berpikir aneh-aneh. Dia merasa Rayen akan menciumnya. Apa itu mungkin? Rayen anak orang kaya, tinggi, dan tampan.

"Ada sisa kue di sudut bibirmu." Rayen membersihkan sisa kue di sudut bibir gadis itu. Mata mereka beradu, ada sengatan cinta yang dirasakan oleh dua insan itu. Mereka tidak saling bicara, hanya saling bertatapan. Zaenab, ibu dari Eva menyaksikan kedekatan mereka berdua. Wanita itu berteriak, "Eva, Ibu mau bicara."

Bagi Zaenab, kelas sosial mereka jauh berbeda dari kelas sosial Rayen. Dia tidak mau kalau putrinya melewati batas sebagai anak dari asisten rumah tangga di rumah itu. "Aku harus pergi," kata Eva gugup. Dia merasa jantungnya berdegup kencang saat matanya bertemu dengan mata Rayen.

"Ingat janjimu. Kita akan pergi," sela Rayen lembut. Dia mencekal tangan Eva saat gadis itu sudah berjalan mendekati ibunya. Eva menoleh sembari menyunggingkan sebuah senyuman. "Aku tidak pernah ingkar janji" balas Eva. Dia melepas pegangan tangan Rayen kemudian mengikuti langkah sang ibunda masuk ke dalam kamar pembantu.

"Apa itu tadi, Eva? Jelaskan pada Ibu apa yang kalian lakukan di ruang tamu?" Zaenab bertanya dengan tajam. Eva menjawab, "Aku cuma bantu dia rayakan ulang tahunnya, Bu. Tidak lebih. Kami hanya teman." Eva berharap Ibunya mau mengerti keadaan dia saat itu.

"Ingat Eva. Kita hanya pelayan di rumah ini. Jangan banyak bertingkah Nyonya Ratna tidak akan senang saat tahu kau mendekati putranya," tegas Zaenab. Dia duduk di pinggir ranjang sambil mengambil napas. "Aku selalu ingat hal itu, Bu."

Eva menyadari dia hanya pelayan namun dia tak bisa mengelak akan pesona Rayen. Laki-laki itu tidak sadar telah memberikan harapan kepada Eva. Dia tak menyadari bahwa semua kebaikan yang dia berikan ke Eva membuat gadis itu merasa spesial.

"Rayen mengajak aku ke suatu tempat. Apa Ibu mengizinkan aku pergi? Aku bisa menolak permintaan dia kalau Ibu tidak suka," jelas Eva. Zaenab terkejut--dia melotot mendengar permintaan putrinya. Semenit kemudian tatapan Zaenab berubah. Eva sama sekali tidak mengerti mengenai apa yang dipikirkan oleh ibunya.

Bersambung

avataravatar
Next chapter