8 Apa Yang Kau Rencanakan?

Sampai makan malam berlangsung Lucy masih berada di kediaman keluarga Harvey yang lebih tepatnya di rumah pribadi Sean Harvey, saat mereka sedang makan malam. Nampak begitu tegang suasana yang ada di rumah itu.

Apalagi Lucy yang hanya sebagai tamu. Melihat ekspresi Sean yang tidak ramah meskipun dikenal baik tapi bagi Lucy itu sama sekali tidak bisa membuat dia makan dengan enak. Meskipun hidangan yang disajikan nampak begitu lezat.

Ketika dia sedang memotong daging, kemudian dengan perlahan Lucy mengunyah makanan itu. Daging empuk yang pastinya adalah daging pilihan terbaik yang disajikan untuknya. Tetap saja rasanya seperti sedang mengunyah dan bahkan menelan kerikil ketika melihat ekspresi Sean yang datar. "Nona Lucy, kau sebaiknya menginap di sini. Kau tidak perlu pulang ke apartemenmu. Karena ini sudah sangat malam, aku tidak bisa menyuruh orangku untuk mengantarmu. Karena bagaimanapun juga kau adalah teman baiknya Gwen,"

Dia hanya bisa mengangguk seperti boneka mainan yang hanya bisa menganggukkan kepalanya dan tidak bisa berkata apa-apa lagi.

"Baik Tuan," ucap Lucy dengan kaku.

Sean memicingkan matanya mendengar teman istrinya memanggilnya Tuan. "Jangan memanggilku seperti itu! Panggil saja Sean! Kau itu bukan orang asing bukan? Lalu kau bekerja di mana?"

"Aku? Aku hanya bekerja di perusahaan biasa,"

"Apa kemampuanmu?"

Lucy meletakkan garpu dan pisau yang digunakan tadi. "Aku dibagian pemasaran untuk produk tertentu. Aku sebenarnya pada bagian desainer karena itu keahlianku dengan Gwen, kami lulusan desain,"

Sean tidak pernah tahu kalau Gwen merupakan lulusan desain seperti Lucy. Dia hanya tahu kalau perempuan itu dijodohkan dengannya saja.

Nampak Gwen melirik ke arah Lucy yang sebenarnya tidak mau mengatakan hal itu kepada Sean. Tapi itu bukan masalah besar bagi Sean, sebab istrinya tidak bisa mengatakan itu dengan jujur. "Terserah kau saja, kalau aku butuh desainer untuk membuat kostum untuk pemeranku nanti bagaimana?"

"Kostum?" ulang Lucy karena dia tidak tahu kostum yang dimaksud oleh Sean.

Sean mengangguk pelan. "Kostum untuk pemeran yang akan segera memainkan film yang sebentar lagi akan dibuat. Aku belum memikirkan konsepnya seperti apa. Mungkin nanti akan diarahkan oleh tim yang lainnya. Aku sedang mencoba membuat film untuk bisnis terbaruku,"

Lucy mengangguk pelan. Apa yang menjadi kekurangan Sean? Tentu saja tidak ada kekurangan yang nampak pada pria itu. Begitu banyak usaha yang dia buat. Dan itu tidak bisa diikuti oleh Lucy yang dirinya hanya sebagai karyawan nanti. "Aku bisa membantu," jawab Lucy dengan pelan.

"Sedangkan kau, Gwen? Jangan pernah melakukan apa pun tanpa kusuruh! Jangan ikut terjun ke dalam dunia bisnis. Semua kebutuhanmu sudah kupenuhi, kau tidak perlu terlibat dalam mencari uang. Kau hanyalah istri, yang tidak pantas bekerja. Karena keluarga Harvey mengharamkan jika perempuan itu bekerja," jelas Sean.

Dia sudah tahu tentang hukum haramnya bekerja bagi seorang perempuan di dalam keluarga ini. Maka dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Semua mimpinya harus dia kubur dalam-dalam menjadi desainer terkenal.

Gwen mengangguk dan merasa tertekan dengan ini. Dia tidak bisa melakukan apa pun sekarang. "Baiklah,"

Sean tidak melanjutkan ucapannya, dia memang tidak ingin jika Gwen terlibat dalam dunia bisnis. Yang di mana sekarang ini ibunya menuntut agar Gwen memberi mereka keturunan dengan segera.

Sayangnya Sean belum siap untuk itu. Dia masi tidak yakin jika nanti apa yang terjadi pada dia dan Gwen.

Mengingat bahwa sang ibu adalah perempuan yang cukup gila melakukan apa pun untuk kebahagiaannya sendiri tanpa peduli dengan orang lain. Sean tidak ingin jika setelah dia punya anak nanti semua kehidupannya dengan Gwen diikutcampuri oleh ibunya.

Pelan-pelan dia akan mencoba mengenali istrinya ini. Tidak mau terburu-buru punya anak—menyentuh Gwen apalagi. Dia masih belum bisa melakukan hal itu.

Dikehidupan sebelumnya memang bahwa dia adalah pria yang pacarannya bebas dengan perempuan mana pun. Jika hanya tinggal dengan perempuan, dia tidak munafik. Bahwa Sean memang pernah tidur dengan beberapa mantannya terdahulu bukan atas dasar paksaan. Melainkan dengan alasan suka sama suka.

Terlebih dengan Freya, jangan ditanya lagi berapa seringnya dia bercinta dengan teman baiknya—bahkan sampai sekarang.

Walaupun Sean adalah pria yang sudah menikah. Tapi untuk kebutuhan biologisnya dia tidak pernah menginginkan cinta satu malam dengan perempuan yang mampu dia bayar. Tapi bersama dengan Freya yang sudah pasti bisa membuatnya merasa puas.

Freya juga tidak keberatan jika Sean meminta hal itu kepadanya. Mereka sudah mengenal satu sama lain.

Sayangnya di antara mereka tidak ada perasaan yang terbalaskan—cinta Sean selalu tertolak dengan kenyataan garis besar bahwa mereka itu adalah teman baik.

Menikahi Gwen bukan berarti dia bisa berhubungan dengan terbatas dengan Freya. "Sean, kau memikirkan sesuatu?" tanya Gwen tiba-tiba melihat ke arah suaminya yang sedang tidak baik-baik saja.

Pria itu berdehem lalu mengambil air minum di gelas yang jaraknya beberapa sentimeter dari tangannya. Dia meneguk minuman itu sekaligus. "Aku mau melanjutkan pekerjaan, kau jamu Nona Lucy dengan baik, Gwen!"

Nilai plus Sean adalah itu, dia sangat bisa menghargai orang lain.

Pria itu beranjak dari ruang makan yang pergi melewati anak tangga untuk ke kamarnya.

Sedangkan dibawah Lucy dan Gwen malah tertawa dan bisa bernapas dengan lega saat Sean pergi. "Gwen, apa kau setiap hari makan kerikil di sini?" canda Lucy.

"Sepertinya begitu, Lucy. Aku makan daging, tapi merasa seperti makan kerikil,"

Lucy setuju dengan itu. "Aku juga merasakan hal demikian, Gwen. Aku bahkan merasakan aura yang sangat mengerikan dari suamimu. Apalagi ketika dia menatapku tadi,"

"Sudahlah jangan kau pikirkan, sekarang kau mau bekerja dengannya?"

Sejenak dia berpikir. "Aku tidak pernah menyangka dia akan menawariku pekerjaan dengan begitu mudahnya, Gwen,"

"Sayangnya karirku mati karena dia, Lucy,"

"Setidaknya dia baik padaku. Kau akan bahagia jika dia baik padaku, bukan?"

Gwen mengangkat kedua bahunnya tidak tahu. Mau tidak mau dia harus menuruti apa kata Sean barusan. Dia tidak boleh untuk bekerja, tidak boleh mencari uang karena dia itu adalah istri.

Dua jam berlalu setelah makan malam.

Gwen menuju kamarnya dan mereka tidur berdua. Tapi selalu ada sekat yang dirasakan oleh Gwen dengan Sean.

Begitu dia menutup pintu dan mematikan lampu utama, dia mengganti pakaiannya dengan setelan tidur lalu tidur di dekat Sean yang di mana pria itu menghadap ke arahnya dengan bulu mata yang begitu lebat. Wajah tampan yang terlihat sedikit kelelahan, "Apa yang kau rencanakan dengan Lucy?" tiba-tiba pria itu berkata demikian ketika Gwen menatap suaminya. Padahal pria itu sedang tidur.

Sean membuka matanya, "Aku dengar kau ingin membuat bisnis? Kau ingin mengacaukan keluarga ini? Kau tahu sendiri betapa kerasnya aku berusaha mencari uang untuk bisa memanjakan istriku agar dia tidak kekurangan apa pun dalam dunianya,"

Gwen merasa terpojokkan sekarang. "Aku memang merencanakan hal itu, tapi aku tidak akan melanggar perintahmu karena kau sudah melarangku melakukan hal itu, Sean. Bagaimana mungkin aku berkhianat?"

Sean menahan senyumnya. Gadis ini biasanya memberontak, tapi sekarang malah mengalah. "Baiklah, aku tunggu kau memberiku keturunan,"

Hampir saja Gwen mengumpat. Bagaimana dia bisa hamil jika Sean tidak pernah menyentuhnya? Apa Sean pikir dia seperti amoeba yang membelah diri untuk mendapatkan keturunan?

avataravatar
Next chapter