webnovel

Prolog

∆∆∆

Gadis berambut panjang lurus, dengan mulut yang sedang mengunyah makanan tersenyum sumringah ketika merasakan betapa lezatnya nasi goreng buatan Ibunda nya. Bundanya memang ahli dalam bidang memasak.

Lia Arsanaya, sebut saja Lia. Kebiasaan rutin sebelum berangkat harus sarapan, pagi ini spesial sebab menu sarapannya adalah nasi goreng ala Ibundanya.

"Kamu berangkat sama Pak Jojo ya Li, Abang mu udah berangkat duluan soalnya" ucap Sarah, Ibunda Lia.

Berhenti mengunyah, lalu meneguk air putih di depannya, Lia menatap Sarah. "Abang tumben berangkat pagi, ada apa nih"

"Gatau, ada urusan mendadak katanya Bunda juga nggak di kasih tahu" Lia mengangguk paham.

Menuntaskan makannya yang tinggal dua sendok, akhirnya Lia pun berpamitan dengan Sarah. "Kalau begitu, Lia berangkat dulu ya Bun"

"Iya, hati-hati ya kamu, jaga diri baik-baik di sekolahan" Lia mencium punggung tangan Sarah. Mencium pipi Ibundanya sekilas sebelum akhirnya dia keluar rumah.

Pak Jojo ternyata sudah siap di halaman rumahnya, Lia menghampirinya. "Pagi Pak Jo"

Yang punya nama pun membalikkan tubuhnya memperlihatkan senyum khasnya. "Selamat pagi atuh non Lia, sudah siap berangkat?"

Lia mengangguk. "Siap dong, ayo pak"

****

SMA Kebangsaan. Tempat dimana Lia bersama kedua sahabatnya menuntut Ilmu. Lia bersyukur sebab bisa satu sekolah dengan Meli dan Marsa. Ah, tidak bisa dibayangkan bagaimana jika tidak ada mereka berdua. Meli dan Marsa itu di ibaratkan sudah paket lengkap.

Cantik iya, manis iya, bar-bar iya, ramah juga bisa, cerewet, pinter dandan. Pokoknya idaman para cowok. Di sekolah saja, Lia serta kedua rekannya lumayan di gemari banyak orang. Karena kecantikannya.

"Woy nyet!" Pekik seseorang yang datang dari arah belakang dan langsung merangkul Lia. Sontak Lia memejamkan mata sebab terkejut, tentu nya dia hafal siapa pemilik suara itu.

"Bisa kalem dikit gak? Ntar kalau gue punya riawayat sakit jantung, lo orang pertama yang gue salahin" omel Lia yang di balas cengiran oleh Meli.

Meli adalah pemilik suara tercempreng di antara mereka bertiga.

"Hehe, lebay banget sih lo, orang gue teriaknya kan gak kenceng-kenceng amat"

"Gak kenceng tapi bisa bikin kuping gue budek"

Meli mencibik. "Eh lo gak lupa bawa baju olahraga kan? Hari ini kita ada praktek loh"

Lia berhenti di tempat. Sepertinya dia melupakan sesuatu. Ah, jangan sampai dia melupakan yang satu ini. Lia menoleh ke arah Meli dengan kerutan dahi. "Emang hari ini ada praktek apaan?"

"Tauk. Gue juga gak ngerti. Kenapa? Jangan bilang lo gak bawa bajunya?"

Lia khawatir. Dia pun membuka tasnya, tidak terlihat ada baju di dalam tasnya. Hanya ada beberapa buku di sana. Sial. "Mampus gue gak bawa Mel gimana dong. Ihh mana Pak Bambang galak banget orangnya"

"Lah ... Kok sampai ketinggalan sih? Kan kemarin udah di umumin di grup, hari ini kudu bawa olahraga"

"Ck! Gue gak nyimak grup. Gimana sih katanya minggu ini free gak ada olahraga, tau-taunya malah praktek"

"Terus gimana dong? Lo segala gaya banget gamau simak grup."

Keberuntungan tak memihak pada Lia. Buktinya saat ini Lia sudah berada di lapangan bersama teman lainnya. Teman-temannya semua tertib, memakai baju olahraga, hanya Lia yang tidak. Antara takut, deg-degan, panas dingin campur.

Doa Lia terakhir. Semoga ada rapat guru dadakan sehingga pak Bambang berhalangan hadir. Sebelum akhirnya harapan itu pupus seketika kala melihat pak Bambang ternyata datang.

"Siap-siap di amuk sama pak Bambang cuy" bisik Marsa, sahabatnya.

"Lo malah nakut-nakutin gue geblek" balas Lia, Marsa nyenyir.

Semua anak berbaris, menghadap pak Bambang.

"Baik, selamat pagi menjelang siang anak-anak. Sudah tahu jika hari ini kalian akan praktek?"

"Sudah pak!" Jawab mereka.

Pak Bambang memperhatikan anak murid nya. Dan dia menemukan satu muridnya yang berpakaian beda dari teman sebaya lainnya.

"Heh, itu siapa yang masih pake seragam coba maju ke depan" perintahnya tegas.

Kini semua mata tertuju kepada Lia. Lia sudah deg-degan parah.

"Maju aja Li, udah sana mau lo kena amuk" bisik Meli yang berdiri di belakangnya.

"Bismillah neng, udah" bisik Marsa di sampingnya.

Lia menarik napas. Mengumpulkan keberanian sebelum menghadap pak Bambang.

Lia mengampiri pak Bambang dengan tangan yang meremas roknya. Guru killer itu berkacak pinggang menatap garang ke arah Lia. Tak berani menatap, Lia menunduk.

"Kamu tahu kenapa saya nyuruh kamu ke depan?" Tanyanya tegas.

Lia mengangguk. "Tahu pak"

"Kenapa tidak pakai baju olahraga?"

"B-baju olahraga saya ketinggalan pak"

"Sengaja di tinggal maksutnya"

"Enggak pak ... Beneran saya tidak tau kalau ada praktek"

"Hukuman apa yang pantas buat kamu?"

Lia mendongak. Menatap pak Bambang dengan ekspresi kaget. "Jangan di hukum pak ... Saya kan tidak sengaja gak bawa olahraga pak" mohonnya dengan serius.

"Oke, lari lapangan sebanyak sepuluh kali"

Lia membulatkan matanya penuh. Gila, sepuluh kali. Beneran baru kali ini dia di hukum selama sekolah.

"Pak, saya mohon jangan---"

"Dua puluh kali"

"Jangan ... Jangan pak! Iya udah sepuluh kali"

Lia menghela napasnya panjang. Siap-siap dia lari maraton, dia tidak yakin apakah dia bisa menjalani hukuman ini sampai tuntas apa tidak. Jujur, Lia tidak suka lari. Lari sebentar saja capeknya luar biasa.

****

Rambut acak-acakan, keringat bercucuran membasahi pelipis menambah tingkat ketampanannya menjadi 2 kali lipat  Di bawah teriknya sinar matahari di jam 10 pagi Farel bermain basket di lapangan bersama beberapa orang, yang termasuk dua di antara nya adalah sahabat nya.

Mencetak poin lagi yang kesekian, sudah cukup untuk Farel beristirahat dan permainan pun selesai. Berjalan ke tepi lapangan dia mengambil botol air, membuka lalu meneguknya hingga setengah.

"Lumayan, membakar lemak di pagi hari" ucap Reyhan, sahabat Farel.

Ketika Reyhan meneguk air minum nya, mata Reyhan tak sengaja menangkap sosok perempuan yang sedang berlari di tengah lapangan yang tak jauh dari lapangan basket. Reyhan memicingkan mata, perempuan yang dilihat nya itu seperti tidak asing baginya.

"Eh cuy, lihat deh cewek yang lagi lari-lari itu, cakep ya"

Kevin, sahabatnya mengikuti arah pandang Reyhan. Benar ternyata, perempuan bertubuh mungil, rambut di kuncir kuda sedang berlari di tengah lapangan.

"Itu kenapa dia lari muteri lapangan anjir. Ah, palingan di hukum tuh sama guru. Neng ... Neng, cantik-cantik bandel juga ternyata"

"Gak ada akhlak yang hukum, masak cewek se putih dia di suruh lari muteri lapangan, mana kelihatannya capek banget itu"

Farel penasaran dengan perempuan yang sedang di bicarakan oleh sahabatnya. Farel melihat ke arah lapangan yang di maksut. Matanya pun menangkap sosok gadis sedang berlari mengelilingi lapangan yang terbilang cukup luas.

Di samping itu Lia sudah kehabisan napas. Mengelap keringat di pelipisnya, Lia berhenti sejenak. "Hah! Gila gue udah gak kuat"

Baru di putaran ke 3 napasnya sudah hampir habis. Ini semua salah Lia karena dia tidak menyimak grup kelas, alhasil tidak tahu kalau hari ini ada praktek. Ah, sial. Lia menyesali ketololan nya.

Tiba-tiba kepala Lia terasa pusing. Gadis itu merasakannya, meringis pelan dengan tangan yang memegang kepalanya. "Duh kok gue jadi pusing gini sih"

Farel masih memerhatikan gadis itu. Terus memperhatikan sampai pada ujungnya dia merasa was-was kala cewek itu memegang kepalanya sambil menunduk. Seperti menahan sakit.

"Eh dia kenapa tuh kok megang kepala, jangan-jangan mau pingsan lagi" ujar Reyhan yang juga memperhatikan sedari tadi.

Pandangan Lia mengabur, kepalanya sangat pusing dan berat. Hingga dia pun tidak melihat apa-apa, gelap.

"Woy jatuh itu! Rel tolongin Rel cepetan kasihan anak orang pingsan itu" heboh Kevin.

Farel masih santai. Benarkah gadis itu tidak sadarkan diri? Atau hanya pura-pura agar cepat selesai hukumannya.

"Pura-pura" sontak Reyhan dan Kevin menoleh dengan wajah terkejut.

"Pura-pura ndasmu! Itu cewek beneran pingsan goblok. Sumpah ya lo gak bisa bedain mana yang bohong mana yang bener"

"Tau lo Rel. Udahlah kita aja yang tolongin Kev" Kevin mengangguk.

Reyhan dan Kevin berlari ke arah Lia. Sesampainya, Reyhan melihat wajah Lia sangat pucat. Dia menundukan tubuhnya. "Wajahnya pucet banget, neng bangun neng" Lia masih tak sadarkan diri.

"Buruan bawa UKS, gendong gih"

"Harus nih? Sumpah gue gak pernah gendong cewek Kev sebelumnya, alias gue udah deg-degan duluan tai"

"Ck! Gimana sih elah. Ya udah biar gue aja" Kevin sudah hendak menyentuh Lia. Namun tiba-tiba suara Farel membuatnya urung.

"Biar gue" Farel datang. Dia segara menggendong Lia untuk di bawa ke UKS. Meninggalkan Reyhan dan Kevin yang speechless.

"Ckckck ... Dasar Farel, gengsi tapi sebenarnya mau" gumam Reyhan sambil geleng-geleng.

Next>>>>>

Next chapter