5 PERFECT 2

18.30

Alice melepaskan sepatu dari kedua kakinya kemudian menaruhnya di rak, matanya menangkap sepasang sepatu milik Mark. Oh, ternyata dia sudah di rumah.

Alice jadi kepikiran soal Mark, akhir-akhir ini ia jadi lumayan sering berdebat Karena hal-hal kecil.

Tangan kecil Alice meraih gagang pintu, dibukanya pintu kayu berukiran klasik itu dengan pelan. Ia menghembusakn nafas pelan melihat suasana ruang tamu yang sangat sepi. Tidak ada yang menyambutnya. Hanya ada suara detakkan jam yang mengisi keheningan rumah mereka.

Rasanya ia sangat rindu saat-saat dimana ia bisa merasakan kehangatan di rumah ini. Setelah pulang sekolah, Anna sang adik menyambutnya pulang dengan riang, Mama yang sibuk di dapur menyiapkan makan malam yang selalu berteriak "sudah pulang nak?" dari dapur bersamaan denga Anna yang berlari kearahnya, dan Ayah yang menonton berita di ruang tamu melongokkan kepalanya hanya untuk memberikan senyuman manis menyambut Alice. Semuanya berkumpul di rumah yang sama. Gaduh memang, tapi hal itulah yang bisa mengisi energinya setelah seharian merasa lelah.

"udah pulang?" sebuah suara membuyarkan lamunan Alice, ia menengok ke asal suara dan menemukan Mark berdiri di anak tangga sambil melipat kedua tangannya di dada. Gadis itu mana tahu jika kakaknya itu sangat khawatir menunggu kepulangan adiknya. Mereka satu kampus, tapi tidak pernah pulang bersama. Melainkan karena adiknya itu tdak pernah setuju karena menurut Alice itu akan mendatangkan masalah bagi Mark.

Alice meoleh lalu mengangguk mengiyakan pertanyaan Mark kemudian berjalan ke tangga dan melewati Mark begitu saja.

" dek, sampe kapan lo mau kayak gini?" pertanyaan itu sukses menghentikan pergerakan Alice, namun sedetik kemudian ia bersikap seolah tidak mendengar apa-apa. Ia memilih untuk diam tanpa harus mempedulikan pertanyaan Mark yang sebenarnya sedikit membuat hati Alice mencelos. Ia tahu apa yang akan di bahas oleh Mark sekarang, sangat tahu.

"dek.." Mark meraih tangan Alice, "gue kakak lo, selama ini gue selalu dengerin lo. Coba sekarang gantian, lo yang dengerin gue."

Alice melepaskan tangan Mark lalu berbalik, mata perempuan itu sedikit memerah, mungkin jika sekarang Alice berkedip, buliran bening itu akan mengalir bebas di pipinya.

"justru itu, karena lo kakak gue, gue gak mau hal yang sama terjadi ke lo. Gue gak masalah kok anak-anak di kampus ngehujat gue, ngehina, gue udah biasa. Gue gak masalah di katain pembunuh, gue gak masalah di ganggu sama mereka"

"tapi sampe kapan? sampe kapan lo ngelarang gue gak terlibat? Bahkan buat pulang bareng aja gak bisa. Sampe kapan Al? " potong Mark di sela-sela penjelasan Alice.

"sampe gue udah ngerasa capek dan gak bisa mengatasi semua itu sendirian. Gue yakin bisa menyelsaikan semuanya kok, lo gak usah khawatir sama gue. Kalo lo ikut campur masalah gue, reputasi baik lo bakalan kena juga"

"gue gak peduli, adek gue lebih penting."

"tapi gue juga peduli sama lo kak, lo juga penting buat gue."

Mark terdiam, ia sudah tdak bisa berkata apa-apa lagi setelah mendengar perkataan Alice. Dilihatnya adiknya itu menaiki tangga dengan tenang, rasa bersalah semakin menjalar ke ulu hatinya. Mark menarik nafas dalam, rasanya ingin menangis melihat adiknya itu menderita sendirian. Bumi terlalu kejam padanya Karena membuat takdir tidak menyenangkan untuk dihadapinya. Ia juga selalu tidak mau melibatkan orang lain, terlebih kakaknya sendiri.

-

20.40

Alice keluar dari kamar mandi, perempuan itu sudah mengenakan piayama warna favorinya, warna abu-abu. Rambut sebahunya masih basah, dengan perlahan ia menggosok-gosokkan handuk kecil di kepalanya.

Tring

Handphone Alice berbunyi tanda ada sebuah pesan masuk. Alice berjalan ke kasur kemudian mengambil handphonenya untuk melihat notifikasi. Nomor tidak tikenal? Alice mengernyitkan dahinya, perasaan ia tidak pernah memberikan nomor handphone ke sembarang orang, bahkan sampai hari ini pun ia masih mempertahankan pendiriannya. Ia sama sekali tidak pernah memberikan nomor ke orang asing, privasi.

08125678xxx

Selamat malam

Alice

Malam, ini siapa?

08125678xxx

Coba tebak!

Alice semakin mengernyitkan dahinya, ia duduk di tepian ranjang masih sembari menatap layar ponsel yang masih menyala.

"Lo pikir seru malem-malem main tebak-tebakan?" Alice menggerutu lalu menaruh kembali handphonenya di atas kasur, namun tak lama handphonya kembali berbunyi. Alice meliriknya, ternyata masih dari nomor yang sama.

08125678xxx

Gue yang tadi di halte. Inget gak?

Alice semakin mengernyitkan dahi, tapi ia tak mau ambil pusing dan memilih menaruh handponenya kembali.

-

Sementara di tempat yang berbeda, seorang laki-laki berdiri di balkon kamarnya dengan ekspresi lumayan girang. Senyumannya mengembang sedari tadi. Ia terus menatap layar handphonya berharap ada pesan balasan, namun laki-laki itu tahu jika harapan yang satu ini tidak akan Tuhan kabulkan dulu.

Matanya masih tetap tertuju pada layar handphonenya, ia masih berharap padahal ia tahu pesannya tidak akan di balas lagi. Dan akhirnya Lucas memutuskan untuk masuk kedalam kamarnya karena udara di luar semakin dingin. Tepat saat menutup pintu, handphonenya bergetar, reflex ia langsung melihat notifikasi apa yang masuk.

Lucas membuang nafas kecewa, ternyata dar sahabatnya.

Mark

Gimana? Di bales gak?

Jemari Lucas langsung menari mengetikkan balasan, ia jawab dengan jujur jika Alice tidak menjawab pesannya.

Bentar, ni anak kok bisa ya punya nomor Alice?

Lucas

Gue mau nanya, kok lo bisa punya nomor Alice?

Lucas menaruh hpnya kemudian masuk ke kamar mandi, seperti biasa ia akan melakukan rutintas malamnya. Gosok ggi, cuci muka, lalu memakai perawatan wajah. saat kembali dari kamar mandi, sudah ada notifikasi dari Mark, ia langsung membukanya.

Mark

Kita pernah bikin event bareng.

Oh, pantes.

Lucas mengangguk-anggukkan kepalanya. Oke, tidak ada yang perlu ia khawatirkan, toh Mark adalah sahabatnya, tidak ada alasan untuk tidak mempercayai perkataannya.

-

Pagi ini udara sangat dingin, tidak kalah dingin dari semalam. Ia bahkan harus memakai selimut tebal untuk bsa tidur nyenyak saking dinginnya.

Gadis itu membuka gorden, seketika cahaya matahari menerobos masuk kedalam kamarnya. Segar

Alice sedang merapikan buku tugas yang semalam ia kerjakan kemudian memasukannya ke ransel.

" dek, gue berangkat duluan. Di bawah udah udah gue siapin roti bakar sama the melati. Harus di abisin."

Setelah Alice selesai membaca pesan dari Mark, ia langsung mendengar suara mobil melaju keluar gerbang rumahnya.

Mark memang seperti itu setiap pagi, ia akan menyiapkan sarapan untuk mereka berdua sebelum berangkat ke kampus. Dulu sebelum Mark memutuskan untuk pulang ke indonesa, Alice memang jarang sekali sarapan pagi, gadis itu akan sarapan ketika ia benar-benar lapar, atau ketika hanya ingat saja.

Hari ini Alice pergi ke kampus menggunakan celana jeans hitam, kemeja putih yang ia masukkan ke dalam, kemudian sepatu sport putih hadiah dari Mark saat ulang tahunnya tahun lalu.

Ia kemudian bercermin, memastikan jika penampilannya sudah sempurna. menyisir rambut sebahunya dengan jari, lalu merapikan kemeja yang di pakainya. Selesai.

Kegiatan persiapan kuliah Alice setiap pagi tidak ada yang special, atau mungkin bisa di bilang sangat biasa.

Setelah memastikan dirinya rapi, ia pun akhirnya turun ke bawah, menyantap sarapan yang di buatkan oleh Mark, kemudian berangkat ke halte bus dekat rumahnya.

Alice tiba di halte tepat dengan datangnya bus yang akan di tumpanginya, pagi ini di awali dengan sangat baik. Biasanya ia harus sabar lima hingga sepuluh menit menunggu bus datang.

Saat masuk, Alice di buat heran karena tidak biasanya Bus sudah penuh sepagi ini. Tempat duduk pun sudah penuh, dengan terpaksa ia harus berdiri sampai kampus. Sedangkan jarak yang di tempuh cukup jauh, bisa menghabiskan lima belas sampai dua puluh menit.

Bus berhenti di halte selanjutnya, tak disangka banyak sekali orang yang masuk. Jujur, Alice merasa sedikit bingung karena biasanya Bus ke arah kampusnya selalu sepi. Kenapa hari ini tiba-tiba jadi ramai begini?

Alice mundur ke belakang, karena saat ini banyak sekali orang yang juga berdiri di sekitarnya, itu membuat Alice sedikit sesak. Ia tidak suka keramaian.

Saat bus melaju kembali, semua orang heboh, mereka jadi terdorong ke belakang, seiring berjalannya Bus, Alice jadi semakin tidak bisa menstabilkan keseimbangan tubuhnya terlebih orang-orang yang di depan terdorong ke belakang. Satu kata, risih.

Sampai akhirnya Alice kehilangan keseimbangannya, orang di depannya dengan tidak sengaja mendorong Alice ke belakang sehingga ia melepaskan pegangan tangannya. Alice panik bukan main, matanya membulat, siap tidak siap ia harus merasakan tersungkur dan merasakan sakit.

Namun perhitungan Alice salah, sebuah tangan meraih tubuh Alice sebelum ia tersungkur ke bawah, ia terselamatkan. Ia juga bebas dari rasa sakit yang membayangkannya saja membuat ngilu.

Alice menarik nafas lega, dan sedetik kemudian ia ingat jika masih ada sebuah tangan memeluk pinggangnya dengan erat. Perlahan Alice menaikan pandangnnya, ingin tahu siapa gerangan yang berbaik hati menyelamatkannya dari insiden yang lumayan memalukan ini.

Pandangan mereka bertemu, seketika Alice menahan nafas. Matanya menatap pria itu yang sedang menatapnya juga.

"Hai, kita ketemu lagi."

Pria itu tersenyum lebar memperlihatkan jejeran giginya yang rapi. Alice terpaku, namun sedetik kemudian sadar, berdiri tegap, lalu menjauhkan diri dari lelaki itu.

"Ekhem.."

Lukas berdehem, lalu mendekati Alice yang kemudian sengaja mengabaikannya dengan melihat ke luar jendela. Tatapannya datar sekali sampai-sampai Lucas sedikit di buat ragu untuk mengatakan sepatah dua patah kata untuk menyapanya.

"Lo gak perlu berterima kasih kok." Ucap Lucas lalu mengambil tempat berdiri di samping kanan Alice.

"Cukup bales chat dari gue aja." Lanjutnya.

                                   -

Sampai bertemu Minggu depan. Aku updatnya seminggu sekali ya kawan-kawan.

avataravatar