19 Cukup

Malam hari kedua pun berlalu, dan matahari kembali terbit sebagai tanda hari ketiga telah dimulai. Seperti hari-hari sebelumnya, ribuan acolyte berkumpul di sana, dan Julian berada di antara kerumunan itu. Sebenarnya, Julian ingin menyapa Emery, namun ia mengurungkan niatnya saat melihat temannya itu sedang benar-benar fokus. Ia memutuskan untuk tidak mengganggu Emery dan mengikuti Darius ke sebuah ruangan khusus tempat di mana acolyte yang berhasil lulus sedang berlatih.

Tepat saat Julian pergi, Emery membuka matanya, keberadaan para acolyte baru di tempat itu seketika membuat konsentrasinya hilang. Emery melihat sekelilingnya dan mencoba mencari sosok yang ia kenal, namun ia hanya melihat sedikit orang yang tidak asing. Sebagian besar acolyte di ruangan itu adalah acolyte baru yang belum mengikuti tes, Emery menyimpulkan setelah melihat mereka masuk ke ruangan batu origin melalui gerbang batu itu. Sepertinya, mereka adalah acolyte dengan lebih dari satu bakat elemen.

Emery sadar, ia sudah mencapai batasnya. Rasa lelah karena mengurung diri dalam gelap pikirannya dan ditelan oleh batu hitam itu membuat mental dan fisiknya sangat lelah. Ditambah lagi, ia tidak memiliki tubuh yang kuat, sehingga lelah fisiknya sangatlah terasa. Ia kembali menutup matanya sejenak dan mencoba memaksakan diri, namun batu hitam itu tidak muncul. Hanya ada gelap pikirannya sendiri, tanda bahwa ia sudah tidak kuat lagi untuk fokus.

Emery merasa ia hanya mencoba fokus sejenak, namun satu jam sudah berlalu. Ia melihat sekelilingnya, dan tidak ada lagi sosok yang ia kenali. Hanya ada sosok-sosok baru yang baru saja bergabung hari ini. Sudah jelas, dari antara semua acolyte yang mencoba masuk, hanya ia yang gagal mempelajari teknik dasar kultivasi elemen bumi.

Sebenarnya, sejak awal ia sudah mengira ini akan terjadi, namun ia tetap memutuskan untuk mencoba. Tanpa usaha, tidak akan ada hasil. Ditambah lagi, bakat roh-nya hanya tingkat B, dan ia memiliki bakat di beberapa elemen berbeda. Menurut Minerva, semakin banyak bakat elemen seseorang, semakin sulit juga meningkatkan kemampuan pada satu elemen.

Emery memandang telapak tangannya dan memunculkan status-nya.

[Emery Ambrose, 15 tahun]

[Battle Power : 5]

[Spirit Force : 22]

Setelah lama fokus, kekuatannya hanya meningkat dua poin total, termasuk satu poin yang ia dapatkan kemarin. Dengan kata lain, kekuatan roh Emery sama sekali tidak meningkat walaupun ia sudah membuang satu malam untuk berusaha. Semakin ia berusaha memahami arti kata-kata 'Tenangkan pikiranmu, bersatulah dengan tanah. Kuatkan dan kendalikan hatimu, janganlah goyah.' ia malah semakin tidak mengerti.

Emery masih berusaha memikirkan arti kalimat itu. Sementara itu, latihan di ruangan kedua baru saja selesai. Darius melihat Emery masih belum selesai mempelajari dasar elemen bumi.

Felicia memandang Darius dan berkata. "Anak itu masih belum memahami dasar kultivasi elemen tanah?"

"Bukankah bakat jiwa-nya tingkat B, ya?"

"Tingkat B? sudah lama kita tidak menerima acolyte tingkat B. Apakah ada kesalahan tingkat?"

"Itu tidak mungkin terjadi. Pemilihan dilakukan langsung oleh Grand Magus."

Darius mengusap gelang di tangannya dan melihat informasi tentang Emery. "Kekuatan Pertempuran dan Kekuatan Roh-nya sangat rendah. Ia memiliki empat bakat elemen, tetapi sayang sekali, bakat roh-nya sangat rendah. Perjalanan ini akan sangat sulit untuknya."

Felicia mengangguk setuju. "Benar, jika saja ia berada di akademi magus lain, empat elemen dan tingkat bakat roh B akan cukup, bahkan seperti hadiah dari para dewa. Sayangnya, ia berada di akademi magus dengan peringkat tertinggi di seluruh galaksi. Ia tidak akan bisa berhasil dalam waktu tujuh hari."

"Felicia, kita sudah melihat ratusan ribu acolyte, seharusnya sekarang kau sudah tahu bahwa kekuatan roh bukanlah segalanya. Menurutku, ketekunan anak ini sangat mengagumkan." Darius mendekati Emery dan berkata. "Nak, jangan lupa, tubuh-mu adalah tempat mengalirnya energi dari seluruh alam semesta. Memaksakan diri tidak akan membantumu, pergi dan beristirahatlah."

"Saya mengerti, terima kasih atas sarannya." Emery menjawab dan berusaha berdiri, namun ia terjatuh karena kakinya terasa kaku setelah duduk bersila lama sekali. Rasanya seperti ada ribuan jarum yang menusuk-nusuk kakinya secara bersamaan.

Julian yang baru saja selesai berlatih di ruangan kedua berlari mendekati Emery dan membantu.

"Terima kasih banyak, Julian." Emery berkata. Suaranya terdengar sangat kelelahan.

Mereka berjalan pergi, memasuki portal, dan melihat Klea, Thrax, dan Chumo sudah menunggu mereka berdua. Saat Klea mendengar Emery tidak kembali semalaman dari Julian, gadis itu hendak pergi ke institut dan menjemputnya, namun Julian memintanya untuk tidak melakukan itu karena Emery sedang fokus, sehingga Klea memutuskan untuk tidak menjemput Emery.

Emery sudah berlatih sehari semalam tanpa istirahat ataupun makan sedikit pun. Saat ini, ia sangat membutuhkan makan dan istirahat. Klea sudah mendengar tentang keadaan Emery dari Julian, sehingga gadis itu memutuskan untuk memaksa mereka semua pergi makan bersama-sama di salah satu gedung pulau langit.

"Emery, tidak perlu terlalu memikirkan masalah ini. Masih ada empat hari, kau pasti bisa." Julian berkata.

"Benar. Aku yakin kau bisa, Emery." Klea menambahkan.

Walaupun Thrax dan Chumo tidak banyak bicara, Emery mengerti bahwa mereka pun berusaha memberi semangat untuknya. Dukungan dari mereka membuat semangatnya pulih.

Saat mereka sibuk berbincang-bincang, lima orang remaja mendekati meja mereka. Kelompok Emery seketika mengenal mereka dari raut wajah angkuh dan tatapan penuh penghinaan mereka - mereka adalah acolyte yang datang dari dunia sihir Kalios.

"Hah! Kudengar di seluruh sejarah akademi magus ini, hanya dia yang tidak bisa menyelesaikan tes dalam tiga hari! Memang, para acolyte rendahan dari dunia kelas bawah tidak bisa diharapkan!"

"Acolyte? Dia itu monyet, monyet dengan bakat jiwa tingkat B yang hanya bisa meniru acolyte sesungguhnya! Hahaha!"

"Menjijikkan sekali, dunia kelas rendahan bisa memiliki acolyte di akademi kelas atas seperti ini. Peliharaanku saja lebih layak dijadikan acolyte."

avataravatar
Next chapter