webnovel

35. Rencana Heri

"Kak Aldy!"

Maureen yang sedari tadi berdiri di sebelah motor Aldy melihat lelaki yang sedari tadi ia tunggu berjalan ke arahnya.

Gadis itu berlari menghampiri Aldy, meninggalkan Jean, Marsel dan Zico yang juga berada di sana.

Tanpa basa-basi, Maureen menerjang ke arah tubuh Aldy dan langsung memeluknya erat.

"Maafin Maureen ... Gara-gara Maureen, Kak Aldy hampir dikeluarin dari sekolah. Maureen juga denger kalo Kak Aldy juga bisa dipenjara. Maureen gak mau Kak Aldy dipenjara! Maureen gak mau!"

Aldy mengelus lembut puncak kepala Maureen yang masih membenamkan wajah cantik dipenuhi ekspresi khawatir itu di dadanya. "Gak ada yang masuk penjara kok. Gue cuman diskorsing seminggu jadi tukang bersih-bersih sekolah."

Maureen mendongak, kedua pelupuk matanya hampir meneteskan air mata. "Kalo gitu, Maureen juga bakal jadi tukang bersih--"

"Gak perlu. Gue yang dihukum, bukan lo. Lagian, malah enak gue bisa tidur di UKS seminggu penuh."

Maureen tak membantah perkataan Aldy.

Aldy tersenyum manis kepada Maureen. "Ngomong-ngomong, lo gak apa-apa?"

"Emangnya kenapa?"

"Banyak yang liatin kita." ucap Aldy tenang membuat Maureen secara refleks mengedarkan pandangannya ke sekitar.

Benar apa yang Aldy bilang. Hampir seluruh mata terpaku pada mereka di area depan sekolah yang dekat dengan gerbang itu.

Maureen pun melepaskan pelukannya dari tubuh Aldy. Aldy hanya terkekeh dan mengusap lembut puncak kepala Maureen.

"Maureen sama Aldy ... " ucap Jean ragu-ragu. Sepertinya gadis itu hanya ingin berbicara sendiri, namun Marsel mendengar gumamannya.

"Maureen sama Aldy kenapa?" tanya Marsel yang membuat Jean terkejut.

"Oh, eng-engga kok. Gak apa-apa. Mereka cute."

Marsel mengangguk setuju. "Kalo aja mereka bukan kakak sama adik, tapi sepasang kekasih, pasti jadi hits banget. Siapa yang gabakal ngiri coba, kalo mereka berdua bener-bener pacaran?"

Jean tak berkata apa-apa. Apa yang dikatakan Marsel memang benar.

Marsel pun mendekatkan wajahnya sedikit ke arah Jean, membuat Jean memundurkan wajahnya secara refleks. "Tapi, kalo kamu sama aku, kita juga bisa jadi pasangan yang cute."

Jean hanya tersenyum sambil kedua mata terbuka lebar, ia berusaha menahan kekehannya.

Duakkkk ...

Belakang kepala Marsel ditimpuk helm oleh Zico. "Ngarep lo, kutil onta!"

Marsel mengusap-usap belakang kepalanya sendiri. "Itu beneran sakit, bangsat!"

Jean juga merasa bahwa hal itu pasti menyakitkan. Namun melihat tingkah keduanya, mungkin hal-hal seperti itu sudah biasa bagi mereka. Zico dan Marsel mengingatkan Jean akan masa lalunya, sebagai seseorang yang selalu mencari-cari masalah dan selalu menantang berkelahi siapapun yang ia ingin ajak berkelahi.

Meski kini ia telah berbeda, namun tetap saja, kedua orang yang masih saja bertengkar dengan alasan konyol di hadapannya ini benar-benar membuatnya mengingat kembali kepribadiannya yang dulu.

Dengan penampilan dan sikapnya sekarang, tak akan ada yang percaya bahwa Jean adalah orang yang seperti itu di masa lalu.

Selain parasnya yang menawan dengan aksen wajah western yang lumayan tegas, tubuh yang lumayn menggoda, caranya berbicara dan bersikap. Semua paket lengkap itu memang membuatnya sangat mudah untuk menjadi orang yang disukai.

Aldy dan Maureen sudah bergabung dengan mereka.

"Woi, adek-kakak bucin. Kapan nikahan kalian?"

Zico yang memang memiliki mulut yang tak pernah bisa direm mengeluarkan kata-kata yang acak tanpa alasan yang jelas. Walau hal itu tak sungguh-sungguh ia katakan, dengan kata lain itu hanya sebuah gurauan ringan.

Namun perkataan Zico entah mengapa membuat wajah Aldy mengeras.

Sedangkan Maureen menunjukkan ekspresi yang berbeda. Semburat kemerahan tercetak samar-samar di wajah Maureen. Jean bisa melihatnya dengan jelas, sebagai seseorang yang pernah menjadi sahabat dekat Maureen, ia bisa melihat bahwa Maureen sedang berusaha keras menyembunyikan rasa tersipu malunya.

Yang Aldy tunjukkan adalah ekspresi yang secara tidak langsung seakan mengatakan bahwa apa yang baru saja diucapkan oleh Zico bisa membuat Maureen salah paham. Dan ia tak ingin Maureen menjaga jarak dengannya untuk kedua kalinya.

Dan yang ada di dalam pikiran Maureen malah melayang ke arah yang seharusnya tak ia pikirkan sebagai seorang adik.

Yap.

Sekilas. Dalam waktu yang sangat singkat, Maureen membayangkan ia benar-benar menikah dengan Aldy.

Duakkkkkk ...

Kini giliran Marsel yang menimpuk belakang kepala Zico dengan helm.

"Itu sakit banget, bangsat!"

Aldy mengacungkan ibu jarinya pada Marsel, dan Marsel juga mengacungkan ibu jarinya sebagai balasan untuk Aldy.

"Jadi, lo ga dipenjara kan?" tanya Marsel yang mendapatkan gelengan kepala dari Aldy.

Aldy menoleh pada Maureen. "Udah makan siang?"

"Belum. Kak Aldy?"

"Mau makan di rumah apa di luar?" tanya Aldy pada Maureen, tanpa memedulikan yang lain. Zico merasa ingin muntah melihat adegan dua orang kelewat bucin yang menanyakan 'udah makan belum?' kepada satu sama lain. Menurutnya, benar-benar tipikal orang pacaran dengan gaya yang lebay.

Meskipun di mata Jean hal itu jauh berbeda dari perspektif Zico. Jean menganggap Aldy benar-benar sosok kakak yang sangat manis.

Maureen mengarahkan pandangannya pada Jean, Zico dan Marsel. "Kalian gimana, mau ikut makan?"

Jean melirik sedikit ke arah Aldy dan langsung merangkul satu lengan Maureen dengan kedua tangannya, memeluknya erat. "Ikut dong, masa engga."

Aldy mengarahkan pandangannya pada Marsel dan Zico. "Kalian naik apa ke sekolah?"

Zico dan Marsel sama-sama menunjukkan helm mereka pada Aldy.

"Sini neng abang bonceng." tawar Zico pada Jean.

Marsel menyikut tulang rusuk Zico dengan lumayan keras. "Enak aja. Sini sama aku aja, Jean. Motornya Zico kenalpotnya bau belerang."

"Dih, motor lo tuh, oli sampingnya mirip banget sama muka lo!"

Maureen memandang Jean yang terkekeh berkat tingkah lucu yang selalu ditunjukkan oleh Marsel dan Zico. Maureen malah berpikir, apakah Jean menyukai salah satu di antara mereka berdua?

Tidak. Maureen tahu bahwa Jean adalah tipe orang yang tak tertarik dengan hubungan seperti itu.

Namun itu dulu, ia tak tahu Jean yang sekarang adalah orang yang seperti apa.

Apakah Jean masih sama dengan anak gadis yang suka berkelahi dulu?

Apakah gadis cantik dan berkepribadian mudah disukai yang sedang memeluk salah satu lengannya sambil tertawa manis di sebelahnya ini adalah orang yang sama dengan orang yang berdiri di garis terdepan untuk menghalau para pelajar yang sedang terlibat tawuran sendirian?

"Gapapa kok, Kak Marsel, Kak Zico. Aku bawa mobil sendiri."

Zico dan Marsel membulatkan kedua mata mereka menatap Jean.

Zico tak ingin berkomentar mengenai surat izin mengendarai mobil atau semacamnya, karena kenyataannya dia sendiri yang notabenenya anak kelas dua SMA masih belum memiliki surat izin mengemudi sama sekali.

Aldy dan Marsel sudah memilikinya, terlebih Aldy adalah orang yang bisa dibilang tinggal kelas karena ia menghabiskan hampir satu tahun hidupnya di penjara.

"Reen, kamu sama aku ya." pinta Jean dengan aksen sedikit merengek.

Tingkah Jean yang sedang ia tunjukkan sekarang membuat jantung Zico dan Marsel berdebar kencang. Rasanya seperti sedang melihat idol Korea yang melakukan 'aegyo' tepat di depan kedua bola mata mereka sendiri.

Maureen menatap Aldy untuk meminta persetujuannya. Aldy mengangguk mengiyakan. Akhirnya Maureen dan Jean pun pergi ke arah di mana mobil yang dikendarai Jean ke sekolah terparkir. Aldy yang baru saja menyalakan mesin motornya mendapati ponselnya bergetar di dalam saku celananya.

Ia melihat layar ponselnya. Nomer yang melakukan panggilan disembunyikan.

Aldy mengerutkan keningnya.

"Orang iseng?" gumam Aldy melihat nomer si penelpon disembunyikan seperti itu.

Ia mendekatkan layar ponselnya pada telinga setelah mengangkat panggilan itu. Terdengar suara seorang lelaki, namun sepertinya suara itu memakai semacam aplikasi untuk menyamarkannya menjadi lebih berat seperti suara robot.

"Saya sudah tahu keberadaan keluargamu ... anak-anakmu ... sebentar lagi ... kamu ... akan hancur ... beserta orang-orang ... di sekitarmu."

"Nyari duit yang halal-halal aja nyet." balas Adly mematikan sambungan itu dan memakai helmnya.

Ia menggelengkan kepalanya. "Ada-ada aja orang jaman sekarang nyari duit."

Ia tak menyadari bahwa yang melakukan itu adalah Heri yang berdiri tak jauh dari tempat Aldy berada. Heri ingin membuat skenario bahwa keluarga mereka sedang diteror. Namun sepertinya Aldy memiliki sifat 'bodo-amat' yang terlalu tinggi dan mengabaikannya.

Tak apa. Ini baru awal.

Karena seterusnya, Heri akan terus mengukur sejauh mana kemampuan Aldy, orang yang ia percaya akan menjadi penerusnya setelah ia tiada.

***

{{ Semoga kalian cuka sama ceritanya, jangan lupa vote dan ninggalin komentar yaa :) }}

Next chapter