19 The Distance

Ares dan Jupiter memperhatikan lagi video yang tengah ditunjukkan oleh Rei yang ia yakini adalah gadis misterius yang telah tidur dengannya. Masalahnya video itu tak begitu jelas terlihat alias buram.

"Lo yakin? Tau dari mana itu dia?" tanya Ares dengan kening mengernyit.

"Rambutnya pirang dan dia pakai baju yang sama seperti yang gue inget!" tukas Rei begitu yakin dan percaya. Jupiter menarik napas dan mengangguk.

"Lo bilang waktu itu lo mabuk dan kayaknya dikasih obat perangsang?" tanya Jupiter memperjelas situasi saat itu. Rei mengangguk mengiyakan.

"Dari mana lo bisa inget kalo dia pakai pakaian seperti ini?" Rei berdecap menggelengkan kepalanya menoleh pada Jupiter yang meragukannya.

"Pit, gue mabok tapi bukan buta. Gue yang buka baju cewek itu ya jelas gue tau dia pake apaan!" Jupiter mengatupkan bibirnya dan mengangguk kemudian.

"Ya udah, berarti tinggal kita perjelas gambarnya dan kita bisa lihat nomor pesertanya setelah itu tinggal kita cari berkasnya di panitia!" usul Ares kemudian. Rei langsung mengangguk setuju. Ares lantas memasukkan video yang dipilih oleh Rei dan menampilkannya ke layar komputer yang lebih besar.

Ares mengotak atik video itu menggunakan sebuah program yang bisa memperjelas gambar sebuah video. Wajah gadis itu perlahan terlihat lebih jelas di layar dan Rei pun mulai tersenyum. Masalah selanjutnya baru muncul karena kamera hanya bisa menangkap dari sisi dimana letak nomor peserta tertutup oleh rambut panjang gadis itu dan peserta lain di depannya.

"Shit, itu seharusnya enam angka tapi yang kelihatan hanya tiga!" rutuk Rei kemudian. Jupiter mengibaskan tangannya ke udara dan menghempaskan punggungnya ke sandaran kursi dengan kesal. Mereka tinggal sedikit lagi tapi kemudian malah harus memecahkan kombinasi tiga angka terakhir.

"Ah, sia-sia gue bela-belain gak pacaran ma Putri hari ini!" gerutu Jupiter dengan kesal. Ares langsung mengernyitkan kening dan mendelik menoleh ke belakang menatap kembarannya.

"Kenapa, Res?" tanya Jupiter dengan polosnya diberi delikan seperti itu oleh Ares.

"Apa gak ada hal lain selain pacaran sama Dek Putri di otak lo!" sahut Ares kesal menghadap ke depan lagi. Ia sampai mendengus beberapa kali.

"Ya Putri kan calon istri gue, Res. Wajar dong kalo gue pacaran sama dia. Yang aneh itu kalo lo yang pacaran sama dia!" balas Jupiter membuat Ares terdiam dan tak menoleh lagi ke belakang.

"Udah kenapa kalian jadi berantem! Sekarang pikirin gimana caranya buat cari cewek itu!" tunjuk Rei dengan kesal karena urusannya malah kehilangan fokus pada hal lain.

"Masalahnya kita gak tau cewek itu dari mana! Dia bisa aja bukan dari Boston tapi kota lain. Plus tiga kombinasi angka terakhir itu gak gampang nyarinya. Itu bisa jadi ratusan peserta!" jelas Ares sambil menunjuk pada layar komputer.

"Gini aja deh. Lu bawa semua peserta dengan angka di depan trus peluang tiga angka di belakang. Suruh Travis yang sortir. Cetak foto cewek itu! Kalo perlu bikin banner yang besar, kita adakan misi pencarian orang hilang!" usul Jupiter yang lebih terdengar konyol daripada serius.

"Lo serius kayak nyari Cinderella dengan sepatu kacanya? Kapan mau ketemu? Kalo gak ketemu gimana?" sahut Ares pada usulan Jupiter. Jupiter lalu menoleh pada Rei.

"Sorry, Bro. Mungkin minta maafnya cukup buat pengakuan dosa aja di gereja ntar!" Jupiter menyengir sambil memberikan jempolnya. Rei menatap dua sahabat kembarnya itu dengan pandangan tak percaya. Kadang mereka terlalu pintar sampai terkesan idiot. Rei tak mau berdebat soal bagaimana cara mencari gadis itu, rasa bersalah sudah membuatnya berpikir banyak tentang caranya.

"Rei, gue akan sebarin foto cewek ini ke beberapa kota yang dikuasai Golden Dragon. Jangan kuatir, pasti ketemu kok!" ujar Ares tersenyum tipis membesarkan hati sahabatnya. Rei sedikit tersenyum dan menatap layar komputer itu lagi. Gadis itu benar-benar cantik dari seluruh peserta yang datang hari itu. Meski sesungguhnya Rei tidak menyaksikan seluruh peserta audisi tapi ia tahu gadis itu spesial.

"Kalo dilihat-lihat, cewek itu ngingetin gue sama seseorang. Rambutnya mirip rambutnya Jewel Belgenza. Lu inget kan, Rei?" tanya Jupiter tiba-tiba memecahkan lamunan Rei. Rei sedikit terkesiap dan menoleh ke arah Jupiter yang melihatnya sekilas.

"Lu masih ingat Jewel kan? Cewek yang lu taksir waktu SD!" sambung Jupiter lagi. Rei tersenyum tanpa mengangguk dan menatap layar di depannya lagi.

"Iya ya, Jewel juga rambutnya pirang dan matanya biru. Dimana ya dia sekarang? Cass juga, apa mereka masih hidup?" Ares ikut menimpali. Seketika Rei jadi merasa sedih saat mengingat Jewel. Jewel Belgenza adalah cinta pertama Rei Harristian saat ia masih duduk di sekolah dasar. Ia begitu terpukau saat Jewel bermain sebagai Juliet pada drama sekolah mereka.

Dengan tinggi yang imut dan rambut pirang yang menawan, ia lebih mirip Rapunzel, si putri yang berambut indah. Entah dimana Jewel sekarang. Rei yang kesal dan buntu akhirnya menghempaskan kepalanya ke belakang sandaran kursinya.

CRAWFORD

Honey sedang resah hari ini. Ia sudah dapat teguran dari pihak kampus harus segera mengisi nama tempat praktikum dan magangnya. Honey sudah mengajukan diri untuk bekerja paruh waktu di perpustakaan kota namun sudah ada banyak mahasiswa yang sudah mengambil posisi di sana, mereka tak lagi menerima orang baru.

"Apa yang harus aku lakukan?" gumam Honey pada dirinya sendiri.

"Kamu sedang apa?" tanya Axel memberikan segelas air untuk kakaknya.

"Aku harus mencari tempat magang!" rengek Honey dengan suara manja. Axel tersenyum dan mengangguk.

"Mau ikut aku magang di Harvey and Thorn Corporation?" tanya Axel kemudian. Honey jadi meringis mendengarnya lalu menggeleng.

"Tidak mungkin aku bekerja di perusahaan elektronik, aku hanya punya latar belakang bahasa dan musik!" Axel tersenyum dan mengangguk.

"Aku bisa melakukan pekerjaan sebagai sekretaris, mereka bilang itu mungkin tapi aku harus mendapatkan rekomendasi dulu!" sambung Honey lagi. Axel menarik napas dan ikut berpikir.

"Satu-satunya cara adalah ke New York!" ujar Axel lagi. Honey memajukan bibirnya dan menggeleng.

"Entahlah Ax. Aku tidak ingin jauh darimu!" Axel tersenyum lagi dan melingkarkan tangannya di pundak Honey. Tiba-tiba Honey tampak seperti tengah menahan sesuatu, ekspresinya langsung tak nyaman.

"Kamu kenapa?"

"Entahlah, tiba-tiba aku merasa mual. Apa mungkin karena chicken tacco tadi siang?" tanya Honey sedikit bergumam. Axel mengedikkan bahunya dan Honey langsung berdiri lalu berlari ke arah wastafel lalu muntah di sana.

"Honey!" panggil Axel dengan panik. Ia ikut ke arah wastafel dan membantu kakaknya dengan memegangi rambutnya karena ia tengah muntah.

"Kamu baik-baik saja? Ada apa denganmu? Apa kamu baik-baik saja?" Axel terus bertanya dengan kecemasan di wajahnya. Setelah selesai dan terengah, Honey membersihkan sisa air di bibirnya dan mengangguk.

"Aku rasa aku tidak akan makan Chicken Tacco lagi. Ah rasanya perutku tidak enak!" Axel jadi mengernyitkan keningnya.

"Apa Chicken Tacco-nya terpapar bakteri atau basi?" Honey menggeleng dan balik untuk muntah lagi.

"Oh, tidak. Kita harus ke rumah sakit, Honey!"

avataravatar
Next chapter