9 Tangled By Your Darkness

Rei tak peduli jika ini pertama kalinya bagi gadis yang ditidurinya melakukan hubungan badan. Setelah mendesaknya dari depan namun belum tuntas, Rei membalik tubuh gadis itu dengan cepat dan memasukkan miliknya dari belakang. Gadis itu separuh memekik tertahan namun wajahnya ditekan oleh Rei ke atas ranjang.

Kedua tangan gadis itu meremas dengan kuat seprai yang kini sudah tak lagi rapi sama sekali. Rei terus menuruti nafsu hewannya. Ketika hampir sampai ke puncaknya, Rei balik menarik rahang si gadis naik ke arahnya dan separuh mencengkeramnya. Besok gadis itu pasti akan memar di sekitar rahang dan leher.

Sekilas bayangan Christina yang bercinta di kamar mandi bersama Ethan sempat terlintas dan itu membuat Rei jadi lebih brutal. Tak ada jeda pada hubungannya kali ini. Gadis itu bahkan tak sempat menginjakkan kakinya ke bumi, Rei yang juga berada di bawah pengaruh obat perangsang nyaris melukai si gadis. Ia hanya berhenti sesaat untuk memberinya pelumas tambahan tapi kemudian melanjutkannya lagi.

Setelah rasanya bukan manusia yang melakukannya, Rei baru berhenti setelah tiga jam dan gadis itu pingsan. Rei masih terengah hebat dengan suasana kamar yang sudah acak-acakan. Rei lalu membalikkan tubuh gadis itu jadi menghadap nya.

Rei sempat melihat warna mata gadis itu. Warnanya mengingatkan Rei pada seseorang di masa lalunya. Tangannya lantas memegang dan membelai lembut pipi gadis berambut pirang tersebut.

"Siapa namamu? Kenapa kamu melakukan pekerjaan seperti ini?" tanya Rei bergumam pada gadis panggilan yang mampir di ranjangnya malam ini. Seutas senyuman tipis diberikan Rei pada gadis yang sudah tak sadarkan dirinya. Rei masih penasaran dengan rambut gadis itu dan ia sampai mendekatkan hidungnya hanya untuk membaui garis rambut di ujung keningnya. Wanginya membuat Rei tersenyum lebih lebar.

"Anggap saja malam ini aku adalah kekasihmu!" gumam Rei lagi lalu memeluk tubuh gadis itu ke dadanya. Tubuh mungilnya tenggelam di antara gagahnya tubuh Rei yang tinggi dan besar. Perlahan Rei memejamkan matanya. Ia akan membayar esok saja saat mereka sama-sama terbangun.

***

"HONEY!" tiba-tiba suara dari salah satu sisi jalan membuat Honey langsung berdiri dan menoleh. Sahabatnya Angelica tengah berlari dari ujung jalan dan langsung memeluknya erat.

"Oh Tuhan, aku mencarimu semalaman. Kamu ke mana saja?" ucapnya cemas. Sedangkan Honey hanya makin mengeratkan pelukannya dengan wajah ketakutan. Tangannya masih gemetar dan wajahnya pucat. Angelica lantas melepaskan pelukannya dan ia langsung membelai rambut serta wajah Honey.

"Ayo ... kita harus mencarikanmu sedikit roti. Kamu pasti lapar kan?" Honey mengangguk dengan mata berkaca-kaca dan sedikit terisak. Angelica dengan sigap membawa Honey menyeberangi jalan ke arah sebuah cafe. Hari sudah pukul 10 pagi tentu saja Honey pasti kelaparan.

Dengan cepat Angelica memesan panekuk butter dengan isi buah dan madu serta secangkir teh hijau hangat agar ia bisa lebih tenang. Honey memakai jaket denim yang bisa menutupi seluruh bekas bercinta semalam. Meskipun ia sendiri belum sadar pada luka-luka di tubuhnya.

Angelica lantas membiarkan Honey menghabiskan sarapannya terlebih dahulu sebelum bertanya hal-hal lain padanya. Dan setelah ia lebih tenang barulah ia menggenggam tangan Honey untuk menanyakan yang sudah terjadi.

"Sebenarnya apa yang terjadi semalam? Aku kembali dan tidak menemukanmu di ruang audisi. Tak ada yang tahu kamu kemana. Aku sampai bertanya pada semua orang," tanya Angelica dengan suara lebih lembut. Honey menunduk dan meneteskan air matanya lagi. Ia menggeleng tak lama kemudian.

Angelica jadi makin cemas. Terutama Abraham sampai menghubunginya berkali-kali saat ponsel Honey tak aktif. Ia menggenggam tangan Honey dan mencoba menenangkannya.

"Maukah kamu bercerita saat kamu siap nanti? Aku akan mendengarkanmu." Honey tak menjawab dan hanya mengangguk saja.

Sementara itu di kamar hotel, Rei masih terlelap dengan sebelah lengan terjulur ke sebelah tanda semalaman ia memeluk seseorang. Perlahan matanya terbuka karena ada bias cahaya yang menyelinap masuk dari balik lapisan tirai yang tak tertutup tirai utama.

Rei menekukkan sejenak lehernya dan menghela napas panjang. Matanya mulai menyesuaikan dengan cahaya di dalam ruangan yang masih separuh disinari oleh lampu.

Rei lalu bangun sambil mengurut kening dan mata sedikit memicing. Ia melihat ke sekitar dan mendehem. Ia memutar beberapa persendiannya pada tubuh atletis yang selalu ia jaga bentuknya. Telapak tangannya kemudian menjulur di permukaan ranjang di sebelah kanan dan meraba tanpa sengaja menemukan sesuatu di dekat bantal.

Kening Rei mengernyit lalu mengambil benda tersebut dan ternyata itu adalah sebuah kalung. Rei menaikkan kalung yang terkait di antara jemarinya liontinnya menjuntai ke bawah.

Liontinnya berbentuk kunci dengan kepalanya seperti bentuk bintang utara. Rei benar-benar penasaran dan terus meraba permukaan liontin tersebut.

"North Star?" gumamnya heran. Mengapa ada seseorang yang meninggalkan kalung di ranjangnya? Mata Rei membesar ketika ia sadar dan melihat di balik selimut jika dirinya ternyata telanjang.

"Oh, shit ... mana cewek itu?" gumamnya mulai panik dan langsung turun dari tempat tidur dan melilitkan selimut di pinggangnya. Ia berjalan berkeliling dan memeriksa seluruh isi kamar bahkan sampai kamar mandi tapi tak ada siapa pun.

"Kayaknya gue semalam tidur ama cewek deh. Tapi kemana orangnya?" Rei mencari seperti orang kebingungan dengan kalung gadis misterius itu di tangannya. Sampai ia ingat jika gadis itu adalah gadis panggilan. Rei pun mengambil dompet yang ia letakkan di atas meja lalu memeriksanya. Rei mengira gadis itu mungkin sudah mengambil uang bayarannya tapi ternyata uang dan kartu miliknya masih utuh tak tersentuh.

"Mengapa dia gak ambil bayaran?" tanya Rei bingung melihat kalung dan dompet di tangan yang satunya.

"Ah, pusing!" Rei mendengus kesal dan memilih masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Nanti saja ia mengurus, mungkin nanti gadis itu akan datang lagi untuk mengambil bayarannya.

Usai Rei membersihkan diri dan memakai pakaian bersih, tak ada gadis yang datang ke kamarnya kecuali pelayan hotel pria yang mengantarkan makan siang untuknya.

"Tunggu, apa ada yang masuk ke kamarku semalam?" tanya Rei pada pelayan itu. Pelayan itu dengan polos menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak tahu Tuan. Aku hanya disuruh untuk mengantarkan makananmu." Rei mendengus dan mengangguk.

"Aku akan memanggil petugas untuk merapikan kamarmu juga, Tuan!" Rei menggelengkan kepalanya.

"Tidak usah. Aku akan segera check out setelah ini! Terima kasih!" Rei memberikan tip lalu membiarkan pelayan itu pergi. Tinggallah Rei di sana dan berkacak pinggang mencoba berpikir. Meski belum seluruhnya ingat, tapi Rei tahu apa yang sudah ia lakukan semalam. Masalahnya gadis itu tak mengambil bayarannya. Rei lantas memeriksa lagi di sekitar ranjang sampai ia menarik lepas seluruh selimut dan terlihatlah bercak darah di sana.

Mata Rei langsung terbelalak dan mendekat lalu meraba bekas darah tersebut. Ia berpikir beberapa saat sambil duduk diam di atas ranjang. Tangannya memegang lagi kalung liontin bintang utara itu.

"Kayaknya gue salah nidurin orang!" Rei mendengus kesal.

avataravatar
Next chapter