2 02

Satu bulan berlalu....

Jalan satu bulan akan tetapi tidak ada perubahan semenjak awal, suami nya haris tetap dingin pada nya.

Memang haris menerima semua perlakuan rara bagaimana layak nya seorang istri akan tetapi haris hanya diam dan diam.

Mereka masih tidur satu ranjang namun suami nya selalu menjaga jarak dan tidur membelakangi nya, rara tak mengeluh.

Akan tetapi sampai kapan suami nya itu akan menganggap diri nya penggoda seperti orang orang di luaran sana.

Demi allah diri nya tak pernah berdekatan dengan laki laki, ataupun memiliki teman laki laki lalu bagaimana mereka memanggil nya penggoda di saat ia saja baru singgah di kota ini.

Rara tidak mau diam saja, ia harus bicara dengan suami nya dan menjelaskan kenyataan yang ada walupun terdengar sulit namun apa salah nya berusaha.

Sebagai seorang istri ia harus mendapat ridho dari suami .

"Mas, rara ingin bicara"ujar rara pelan, haris mendongak sebentar meletakkan tasbih yang baru saja ia perbaiki di nakas.

"Bicara apa"

Rara memejamkan mata menahan air mata nya mendengar sahutan datar dari haris.

Rara duduk di lantai menatap sendu haris yang berada di tepi ranjang.

"Kenapa mas percaya kalau rara penggoda. Rara bukan orang seperti itu mas"

"Karena saya melihat sendiri, tiga bulan sebelum kamu kembali, kamu dengan bangga nya menggoda hampir semua pria di sini, bahkan ayah ku pernah kamu goda di depan ibu dan di depan aku sendiri. Rok mini, baju kekurangan kain benar benar tidak punya malu berkeliaran menggoda pria tak peduli itu tua muda, lajang ataupun beristri. Orang orang bernafas lega saat kamu pergi, tapi tak lama kamu kembali lagi dengan penampilan yang masya allah, kami pikir kamu memang sudah bertaubat tapi ternyata masih sama bahkan di saat sudah berhijab kamu masih bisa menggoda lelaki dan kenapa kamu harus melibatkan aku dalam permainan ini" jelas haris panjang lebar denga kemarahan tertahan.

Rara menggeleng, semua itu tidak benar bagaimana mungkin diri nya sudah berada di kota ini tiga bulan sebelum nya, sementara di tiga bulan yang haris maksud rara masih menjadi pelajar di salah satu madrasah di kampung nya.

Kalau memang ada yang dendam kepada nya siapa, ia tidak merasa punya musuh di kota ini.

Ia orang baru, satupun tak ada yang ia kenal selain yina sahabat nya.

"Mas tolong percaya, itu bukan rara mas"lirih wirda.

"BUKAN BAGAIMANA MAKSUD KAMU, AKU MELIHAT NYA SENDIRI. BAHKAN KEJADIAN DI KONTRAKAN BULAN LALU KAMU JUGA PELAKU NYA!!!!" lepas sudah amarah yang sejak tadi lelaki itu tahan.

Rara berjengkit kaget karena nya, namun ia tak gentar rara memang tidak melakukan apa yang suami nya itu tuduhkan.

"Mas tolong percaya, rara pun tidak tau kenapa mas bisa ada di sana. Seingat rara, rara saat itu tengah mengaji dan entah siapa datang lalu membekap mulut rara, bangun-bangun orang sudah ramai. Tolong percaya mas, rara gak bohong"

Mata indah itu menyiratkan kejujuran nya, akan tetapi bagaimana haris bisa percaya dengan kata-kata nya jika dengan jelas ia melihat rara pelaku nya, kalaupun bukan rara lalu siapa? sementara yang ia ketahui rara anak tunggal tidak mempunyai saudara kembar, mirip? kalau sekedar mirip tidak akan se-persis yang ia lihat, bahkan seandainya jika kedua nya di sanding kan akan sulit untuk membedakan mana rara asli atau palsu.

"Aku tidak mengerti, dan biarlah aku tidak peduli"

"Subhanallah mas, rara seperti ini karena rara ingin mas percaya. Mungkin rara gak akan peduli jika itu orang lain, tapi mas suami rara kepercayaan mas penting, terutama ridho dari mas"

"Biarkan aku berfikir"

"Mas bukan berfikir, mas menghindari rara mas. Mau sampai kapan, mas diami rara terus menerus"

"Kamu tau bahwa di haram kan menikahi ahli zina"

Mungkin haris mengucapkan nya dengan nada yang tenang, namun berefek luar biasa bagi rara, air mata itu kembali mengucur deras dari kedua pelupuk mata nya.

Bukan kah secara tidak langsung suami nya itu menganggap diri nya perempuan semacam itu.

Di rasa ia tak kan sanggup lagi berbicara, rara memilih beranjak dari tempat nya meninggalkan kamar.

Mengingat keadaan rumah suami nya yang sepi, rara memilih taman belakang rumah tersebut untuk menenangkan diri.

Entah apa alasan orang itu melakukan hal sedemikian rupa,bahkan sampai sekarang ia tidak tahu siapa orang tega itu.

"Kuatkan hamba ya allah"

"Ekhemm...assalamualaikum"

Rraa buru-buru menghapus air mata nya ketika zahra adik dari haris sekaligus adik ipar nya tiba-tiba ada di hadapan nya.

"Waalaikumsalam, duduk lah"

Zahra pun duduk di sebelah rara, umur kedua nya sepantaran hanya lebih tua zahra 4 bulan di atas nya.

"Ada perubahan dari bang haris?"

Selama ini zahra lah yang dekat dengan nya, mempercayai rara sepenuh nya. Kedua mertua nya masih bersikap kaku, lain hal dengan zahra yang selalu memberi nya semangat dan dukungan.

"Tidak ada perubahan, mas haris tetap tidak mau percaya. Rara pikir satu satu nya cara agar mereka percaya adalah menemukan dalang semua ini"

"Kamu benar, tapi siapa dia dan di mana dia sekarang kita tidak tau"

"Lalu rara harus bagaimana, mas azmi melarang ku keluar rumah, bagaimana aku menemui orang itu"

"Aku akan membantu mu, lagi pula aku amati sekitar sosok mu itu tidak pernah muncul semenjak pernikahan kalian, sebab itu jugalah mereka semakin percaya kalau itu adalah kamu"

"Apa memang dia sering berkeliaran di komplek ini?"

"Hmmm...hampir setiap hari, bahkan pernah malam-malam dia datang ke rumah dan menggoda ayah yang waktu itu berada di teras bersama bunda"

"Mas haris juga mengatakan itu, mas haris juga marah besar tadi"

"Apa kau berniat cerai dari bang haris?"sangat hati-hati zahra menanyakan hal itu, bagaimana pun ia tidak mau menambah dengan menyinggung perasaan kakak ipar nya.

"Tidak zahra, kecuali mas yang melepas kan ku"jawab wirda.

"Orang tua mu bagaimana menanggapi nya?"

"Ayah sedang mencari tau, tentu mereka tidak percaya karna saat aku datang ke kota ini, itu kedatangan ku untuk pertama kali nya. Lalu bagaimana mereka menuduh ku sementara wanita itu ada tiga bulan sebelum kedatangan ku"

"Yang aku heran tidak satu pun dari kami di komplek ini mengetahui dimana dia tinggal atau ngontrak. Dia benar benar mirip seperti mu bahkan nama nya pun ia mengatakan rara, tapi dari pengamatan ku satu yang berbeda"

Rara memandang antusias zahra yang juga menatap nya, mungkin dengan ini ia bisa kembali membahas nya dengan suami nya.

"Apa zahra"

"Suara kalian, ya suara. Dia memiliki suara yang agak berat sementara kamu lebih lembut, dan maaf sebelum nya aku mencurigai sahabat mu"

"Yina maksud kamu?"

Zahra mengangguk cepat, memegang kedua pundak rara hingga kedua nya saling berpandangan dengan serius.

"Kamu bilang, dia satu satu nya orang yang kamu kenal dan mengenal mu bukan. Bahkan dia lebih dulu datang ke kota ini,7 bulan sebelum kamu benar tidak ?"

"Ya kamu benar, akan tetapi untuk kecurigaan mu aku belum yaqin. Begini, bukan kah kalian bilang sosok nya dengan ku sama persis sementara aku dan yina jauh berbeda"

Untuk beberapa saat zahra terdiam, yang di katakan rara juga benar wajah kedua nya sangat jauh dari kata mirip. Tapi....

"Tapi suara mereka sama rara, ya suara mereka sama"

"Kalau di lihat dari suara, aku tidak yaqin mas haris mau mempercayai ku"

"Hey tidak baik seperti itu, kita harus optimis. Jangan mau kalah sebelum mencoba"

"Lagi pula zahra, itu kan masih kesimpulan. Takut ah, nanti jatuh nya fitnah"

"Iya juga, ah ikut bingung aku. Tapi jangan sedih aku siap jadi tempat berbagi. Laa tahzan innallahama'ana"

Bibir mungil itu mulai membentuk senyum nya menular pada zahra yang kini turut tersenyum.

"Terimakasih"

"Sama sama"

avataravatar
Next chapter