1 01

Gadis dengan gamis panjang menjuntai itu baru saja turun dari bus.

Berjam-jam duduk hingga dirasa bokong nya hampir rata, akhir nya ia dapat bernafas lega.

Kedatangan nya ke kota untuk mencari kerja, di usia nya yang ke 22 tahun ia tidak bisa terus terusan duduk diam tanpa membantu orang tua nya.

keluarga Rara termasuk keluarga terpandang dengan kekayaan yang tak perlu di pertanyakan.

Akan tetapi gadis ayu nan mempesona dengan balutan hijab nya itu bukan seorang pemalas yang hanya berdiam diri dengan harta orang tua nya.

Di kota pun diri nya tak sendirian, ada sahabat nya yang juga dari kampung dan sudah satu tahun lebih berada di kota ini, dialah nanti nya yang akan membantu nya dan juga mereka akan tinggal dalam satu kontrakan.

Saat ini pun ia masih berdiri di halte tempat ia turun tadi, guna menunggu jemputan sahabat nya, Yina.

Lima belas menit menunggu akhir nya gadis cantik dengan surai hitam yang tengah mengendarai matic tersebut berhenti di depan nya.

"Lama ya nunggu nya" pernyataan dengan raut bersalah itu membuat Rara menggeleng lalu menjawab dengan sopan.

"Tidak Yina, aku baru saja turun dari bus"

Jelas nya, toh marah-marah untuk apa, sudah baik Yina mau menjemput dan ia bersyukur akan hal itu.

Ia tidak perlu repot-repot nanya alamat dan kembali mengeluarkan ongkos.

"Ya sudah ayo naik, sebentar lagi malam"

Tak harus di perintah dua kali, Rara segera naik di boncengan sahabat nya, Yina.

Melaju membelah jalan kota hingga tak lama mereka tiba di kontrakan Yina.

Menuju kontrakan Yina membutuhkan waktu lima belas menit dari halte tadi, dan ia juga harus melewati beberapa gang untuk bisa sampai di tempat Yina.

Di sini juga ramai tetangga, tak jauh dari kontrakan ada saung tempat pemuda berkumpul atau sekedar ngopi bersama.

Akan tetapi ada yang menjanggal di benak Rara, sepanjang jalan gang hingga ia tiba di tempat Yina, orang-orang menatap dirinya aneh, entah lah Rara tak pandai menyikapi mata seseorang kala memandang nya, namun firasatnya mengatakan ini bukanlah hal baik. Mereka juga sesekali nampak saling berbisik satu sama lain.

Dugaan-dugaan mulai bermunculan dan bersarang di kepalanya, namun Rara tak mau berburuk sangka terlebih dahulu, mungkin mereka hanya penasaran karena diri nya merupakan orang baru di sini. Ya, Rara harus tetap berpikir positif.

Hingga keesokan hari nya yang Rara fikir segala nya akan berjalan mudah tapi nyata nya tidak, baru saja ia menginjak kan kaki di depan pintu, sekumpulan ibu-ibu sudah melemparinya dengan berbagai cacian bahkan ia mendengar dengan jelas, jika dirinya diminta untuk meninggalkan tempat ini.

Tapi itu tidaklah seberapa,hingga ia kembali mendengar, salah seorang di kumpulan itu menyeru bahwa dirinya adalah seorang penggoda.

Rara masih mematung di tempatnya, sungguh dirinya bingung dengan apa yang terjadi. Yina sudah pergi pagi-pagi sekali, dan ia tidak tahu harus menanggapinya seperti apa orang-orang yang mencelanya, karena ia benar-benar tak mengerti situasi ini.

Alih-alih pergi melamar pekerjaan Rara kembali ke kontrakan, dan menangis di sana.

Entah bagaimana orang-orang dengan mudah meneriaki diri nya penggoda padahal mereka baru bertemu. Berkenalan saja belum.

Meneliti mungkin ia kurang sopan ketika berpakaian, tapi menurut nya tidak.

Yang ia kenakan memang sudah seharusnya ia pakai sebagai seorang muslim beriman.

Dandanan pun, ia tak bersolek dengan memakai segala macam make up yang dapat mengundang perhatian lelaki atau sejenis nya, ia hanya memakai bedak bayi itu saja.

Tidak ada pensil alis yang meliuk, lipstik tebal atau merah di pipi. Rara sama sekali tidak memakai nya.

Kedua orang tua nya mengajarkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh ia lakukan sebagai perempuan yang belum bersuami.

Tak ingin dirinya terus larut dalam kesedihan, Rara memutuskan untuk mengaji saja. Akan ia lupakan kejadian hari ini untuk sejenak, mungkin nanti ia akan bertanya atau sekedar meminta solusi kepada Yina. Tuhan sedang mengujinya, tidak ada yang perlu ia lakukan selain menghadapinya dan sabar dengan cobaan ini.

Di hapus nya air mata yang terus mengalir itu, mengaji adalah jenis obat penenang yang paling ampuh menghilangkan kesedihan dan keresahan hati nya.

Bukan kah kalian pernah mendengar "al-quran adalah obat anti galau tanpa efek samping"

Ya Rara mempercayai itu, kalam-kalam allah melimpah ruah di dalam nya, membuat hati sejuk dan tak urung membuat menangis, menangisi betapa masih banyak isi di dalam al quran yang ia lalai kan.

Tersenyum, ketika sampai pada bait-bait cinta dan kasih sayang allah terhadap hamba nya.

Bagaimana allah selalu mencintai hamba nya, dan bagaimana cara allah menunjuk kan kasih sayang nya.

Rara juga pernah mendengar di salah satu kajian yang sering ia dengarkan, allah adalah pencemburu.

Dan ujian nya hari ini mungkin adalah bentuk kecemburuanh-NYA karena dirinya yang masih banyak lalai terhadap perintah dan larangannya.

Senyum indah itu terukir perlahan di bibir mungil nya, sungguh indah.

Betapa romantis nya cara allah mengajak kita lebih dekat kepada nya.

Berjam-jam lamanya gadis cantik itu larut dalam lantunan ayat suci hingga hari mulai beranjak siang.

Selepas mengaji dan menunaikan sholat duhur Rara memilih duduk di ranjang nya, sembari menunggu ashar dan Yina pulang, Rara mengambil buku dan membacanya. Buku yang selalu menjadi favoritnya, buku tentang kehidupan putri tercinta Rasulullah.

Manusia paling mulya yang selalu menjadi idola nya, yang selalu ia harap kan hadir dalam mimpi nya.

Siapa yang tidak ingin berjumpa dengan Rasulullah bahkan sekedar dalam mimpi.

Pemilik cinta yang begitu besar terhadap ummat nya bahkan di akhir hayat hidup nya.

Dan Rara tak berhenti berharap dan berdoa, ia akan menjadi salah satu ummat yang di cintai Rasul nya.

___________________________

Sekali dua kali tiga kali dan seterusnya, Rara sudah berusaha dekat dengan orang-orang di sekitar kontrakan nya, namun tetap saja mereka menanggapinya dengan celaan atau sekedar mengoloknya kembali sebagai seorang penggoda. Yina juga telah menyemangatinya untuk tetap sabar dan memberi solusi untuk terus mencoba mengambil hati warga sekitar, namun semuanya tak membuahkan hasil sedikitpun. Saat dirinya bertanya apa alasan mereka menjulukinya seorang penggoda, mereka justru semakin marah dan mengatakan dirinya pura-pura bodoh. Hingga satu bulan lamanya Rara berada di kota, dan ia juga mulai akrab dengan sebutan penggoda untuk dirinya setiap kali berjumpa dengan warga. Bahkan tak sedikit lelaki yang menjumpainya kerap mengeluarkan godaan yang membuat Rara risih.

Tak ingin segalanya menjadi semakin kacau Rara akhirnya memutuskan untuk kembali ke kampung saja, ia tidak ingin masyarakat disini semakin menebar kebencian yang tidak mendasar dan menciptakan kehebohan. Yina juga tidak keberatan dengan keputusannya, mungkin memang sudah takdirnya tidak diperkenankan untuk pergi ke kota.

Pagi keesokan harinya ia bangun hendak berbenah dan menyiapkan barangnya yang akan di bawa pulang, ia justru di kejutkan dengan keadaan kamar yang berantakan dan seorang lelaki tengkurap disisi ranjangnya. Meneliti pakaiannya, Rara masih rapi seperti semalam bahkan hijab tak terlepas dari kepala nya. Dengan seluruh tubuh yang bergetar hebat Rara mencoba menjauhi ranjang, namun baru saja kakinya turun sebelah pintu sudah terdobrak dan beberapa warga sudah memenuhi pintu. Rara buru-buru bangkit dan menghampiri kumpulan warga sebelum mereka salah paham terlalu jauh.

Yina datang dan memeluknya, Rara menangis dan mencoba menyela seruan tak senonoh dari mulut warga namun ia bisa apa, suaranya jelas kalah oleh banyaknya warga. Apalagi dengan posisinya yang memang berada satu kamar dengan seorang lelaki yang bukan muhrimnya. Namun tak bisakah mereka mendengarkan penjelasan nya terlebih dulu.

Bahkan dengan tanpa perasaan mereka menyeret sosok lelaki yang masih tertidur tersebut tanpa perlu repot-repot membangunkannya.

Warga menyeret nya ke kelurahan dan menuntut kedua nya untuk segera menikah karena telah di anggap melakukan dosa dengan lelaki tadi yang ternyata adalah putra dari seorang ustad tersohor di kota ini, bahkan lelaki itu juga mencoba memberikan penjelasan namun tetap tak mau di dengar. Warga tak mau mendengar apapun alasan keduanya, mereka tetap kekeh untuk keduanya tetap menikah atau di asing kan di tempat yang jauh dan tak berpenghuni.

Semalaman penuh Rara terus menangis, memohon ampun kepada tuhan nya atas dosa yang telah ia perbuat.

Dalam sujud nya tubuh mungil itu tiada henti bergetar dengan hebat, ia ketakutan.

Bibir mungil nya turut gemetar mengucap istighfar.

Di desa kedua orang tua Rara tak kalah terkejut mendengar berita mengenai putri nya, dukungan dan doa juga mereka sertakan.

Kedua keluarga juga telah menyetujui atas pernikahan tersebut. Dan mereka berharap awal yang kurang meng enakan di pernikahan ini berakhir bahagia.

avataravatar
Next chapter