"Kau ingin pergi ke suatu tempat?" tatap Regis. Mereka duduk Bersama di bangku taman.
"Aku ingin pergi ke suatu tempat yang bisa aku tunjukan hanya pada Mas Regis saja... Apa Mas Regis tidak melihat ada yang aneh?" Ima merentang tangan.
Regis terdiam dan melihat tubuh Ima. "Hm.... Kamu memakai jaket tertutup sekali yah... Apa ada sesuatu yang mau kau tunjukan soal gaya berpakaian mu? Apa kau tidak mau melepas nya?" Regis menatap.
"Eh, iya.... Aku lupa tadi... Tapi apa Mas Regis mau melihat nya sekali?" tatap Ima.
"Tentu, biarkan aku melihat kecantikan tubuh mu," kata Regis.
"Baiklah.... Ini dia," Ima mengambil sisi jaketnya dan seketika membukanya di depan Regis.
"Wah.... Wah..." Regis tersenyum seringai.
Jaket Ima benar-benar terlepas dan rupanya dia memakai celana pendeka levis yang ketat dan baju kaus putih lengan pendek. Rambut nya terurai dan dia tampak cantik.
Baju itu seperti baju rumahan yang santai dan sekarang terlihat sekali, paha maupun kaki putih Ima dan juga lengan nya.
"Um... Ini tidak ada maksud um.... Aku hanya ingin menunjukan nya pada Mas Regis saja," tatap Ima dengan wajah malu, dia Kembali menutup tubuhnya.
Di saat itu juga, Regis bertepuk tangan berdiri. "Wah, wah.... Bagus sekali sayang, pakaian mu sangat manis... Coba saja kau selalu memakai ini di rumah, ketika aku ke rumah mu pastinya aku juga bisa melihat mu terus begini... Kau benar-benar cantik," kata Regis, dia mendekat dan memeluk pinggang Ima membuat Ima berwajah merah.
"Um... Mas Regis, aku benar-benar malu sekarang..."
"Kenapa malu, kau sudah punya keberanian untuk menunjukan ini semua padaku bukan.... Ima... Ingat ya, kau milik ku dan akan selalu menjadi milik ku," kata Regis, dia mendekat perlahan akan mencium bibir Ima.
Tapi tiba-tiba, ponsel Ima berbunyi membuat nya mendorong Regis dan Ima langsung berdiri tak jadi melakukan ciuman itu.
"Ponsel ku... Dimana?!" dia mencari dengan panik, tapi tiba-tiba ia tersandung kaki Regis mmebuat nya terjatuh.
"Akhh!!" ia jatuh di pangkuan Regis membuat mereka saling menatap.
"Em... Em... Mas Regis..." Ima gemetar dengan jantung berdegup sangat kencan.
Regis tersenyum kecil memegang pinggang Ima, dia tiba-tiba saja mencium leher Ima membuat Ima berwajah aneh.
"Hei, aku punya ide.... Bagaimana jika kita sama sama membuat tanda," tatap Regis.
"Tanda?" Ima bingung.
"Ya, di leher.... Kita menggunakan tanda gigitan maupun ciuman untuk menunjukan bahwa pasangan itu telah memiliki tanda dan itu bisa menunjukan pada orang lain yang melihat bahwa kita sudah punya pasangan, dengan begitu, orang yang menggoda ku maupun menggoda mu akan berkurang," kata Regis.
"Benarkah.... (Aku ingin sekali Mas Regis tidak tergoda orang lain, aku ingin melakukan sesuatu agar dia aman tidak tergoda orang lain ketika kita berpisah nanti) Tunjukan padaku caranya," Ima menatap.
"Pertama tama, kita harus menentukan ingin sebuah tanda gigitan atau ciuman, jika gigitan, kita harus sama sama menggigit dan sebaliknya."
". . . Gigitan, apa itu sakit?"
"Itu mungkin sakit untuk mu."
"Tapi aku ingin gigitan agar bekas itu bertahan lama."
"Baiklah, gigitan..."
"Um.... Itu sakit... Pastinya."
"Aku akan pelan pelan, kau harus menahan nya juga.... Aku akan mulai," Regis menatap, lalu Ima mengangguk.
"Untuk mencari rangsangan tanda, kau harus mencium ku Ima," tambah nya.
"Eh, harus?"
"Itu cara satu satunya kita berdua rileks."
"B-baiklah," Ima memegang pundak Regis dan mereka mencium bibir hingga bernapas panas.
Lalu Regis mencium leher Ima dan seketika, ia membuka mulutnya, terlihat gigi giginya yang tajam dan menggigit Ima perlahan tapi begitu dalam setiap kali melakukan nya dengan lambat.
"Ah.... Hng.... Ini sakit... Hng..." Ima meremas pundak Regis.
Hingga Regis menyelesaikan nya, dia mengeluarkan sapu tangan dan mengusap luka itu di leher Ima yang bernapas panas. Kini gigitan itu ada di leher Ima.
"Ini sakit.... Sakit... Sangat sakit, bagaimana bisa kau melakukan ini padaku!!" Ima menggoyangkan terus kerah Regis membuat Regis terkejut pusing.
"Wo, wo... Tenang gadis... Aku sudah selesai, sebaliknya, kau boleh membalas ku, berikan aku gigitan terbaik mu kucing kecil... Ckck... Cepat cepat," Regis membuka kerahnya.
"Um... Apa kamu yakin, ini akan sakit," Ima menatap Ragu.
"Ayo Kucing kecil, dimana taring mu, cepat gigit aku," Regis menatap.
Lalu Ima menelan ludah dan mendekatkan bibirnya di leher Regis dan seketika mencium leher Regis. Setelah itu sudah, dia menatap ke Regis.
Sekarang wajah Regis terdiam bingung. "Apa maksud mu kucing kecil, apa gigimu sedang patah atau bagaimana?"
"Aku tidak bisa.... Nanti kamu sakit."
". . . Pft... Hahaha.... Ima.... Fokuskan saja tandai aku, jangan terganggu hanya karena sakit, aku tidak akan merasakan sakit," kata Regis, dia memegang pinggang Ima.
"Hnn.... Baiklah..." Ima menghela napas panjang lalu mendekatkan bibirnya dan seketika membukanya dan langsung menggigit leher Regis.
"Ya, begitu.... Hm... Kucing kecil, gigitan mu masih tidak terasa sama sekali," Regis menutup mata.
"(Tidak terasa sama sekali? Tadi sudah keras.... Baiklah, aku akan menekan nya,)" Ima menekan gigitan itu terus dan terus, tapi tetap saja wajah Regis tidak menunjukan bahwa dia sakit.
Lalu Ima melepasnya, bahkan ketika dia melepasnya, giginya seperti menampel dan tali ludah itu.
Ia terkejut melihat nya, dengan cepat mengambil sapu tangan yang ada di tangan Regis dan mengusap leher Regis. Tampak sekali bahwa luka itu benar-benar dalam bahkan berwarna merah.
"A-aku terlalu keras...!!" ia panik sendiri tapi Regis hanya tersenyum paham.
"Maafkan aku... Maafkan aku... Hiks…" Ima malah menangis.
"Hahhaa, jangan khawatir.... Ini sama sekali tidak sakit... Aku sungguh menyukai nya... Lain kali jika hilang, kita buat lagi," kata Regis.
Ima berwajah merah, dia menatap bekas itu. "Apa benar itu bisa menghindari godaan orang?" Ima menatap ragu.
"Yup, jika tidak percaya, lihat saja nanti.... Nah.... Bagaimana jika kita pulang sekarang, aku akan mengantar mu," Regis menatap.
"Baiklah..." Ima berdiri dari Regis.
Setelah itu mereka berjalan bersama dengan Regis yang merangkul nya. "Ima... Kau benar-benar sudah mau menganggap ku kan," tanya Regis.
"Apa maksud Mas Regis?" Ima menatap bingung.
"Maksud ku Yah.... Kau benar-benar percaya kan padaku... Maksudku, kita bisa menjadi seperti ini, selama nya..."
"Iya, aku percaya pada Mas Regis.... Aku sudah memberikan semuanya termasuk rasa iya ketika Mas Regis bilang suka padaku... Ketika Mas Regis bisa menjaga tanggung jawab, aku akan tambah iya..." kata Ima.
"Baiklah, jangan khawatir.... Aku akan melakukan lebih."
"Hehe... Selalu saja bilang begitu, oh iya.... Ketika Mas Regis pergi nanti, pulang nya tanggal berapa?"
"Aku sudah konsultasi pada pihak, bahwa aku mungkin pulang nya setelah ada 5 bulan di sana."
"Huf.... Untung nya tak ada satu tahun... Beneran lo ya... 5 Bulan ya," Ima menatap.
"Ya, 5 bulan... Aku akan datang dan kamu juga harus menunggu ku... Ingat Ima... Kau milik ku, tak ada yang boleh menyentuh mu," kata Regis lalu Ima mengangguk dan mereka sama sama tertawa kecil.
Setelah itu Regis benar-benar mengantar Ima sebelum malam tiba.
"Mas Regis, terima kasih, tadi menyenangkan," tatap ima.
"Hm… Kita hanya berjalan jalan di sekitar sini saja menyenangkan? Bagiku itu masih kurang, lain kali aku tunjukan yang sesungguhnya," tatap Regis.
"Ahaha, baiklah, aku akan menunggumu, apakah malam ini kamu ada tugas?"
"Sepertinya… Iya, maaf ya, aku berharap bisa masuk dan mengobrol,"
"Ini baik-baik saja, lakukan tugasmu," tatap Ima dengan senyuman lembutnya membuat Regis juga ikut tersenyum.
"Ima, apa kau tahu, apa yang di maksudkan tugas dalam pekerjaan ku?" tatapnya membuat Ima tiba-tiba langsung terdiam.
"Bukankah kamu hanya… Menyelidiki?"
"Aku berharap juga begitu…. Jadi, sampai jumpa…" Regis membelai kepala ima dengan pelan membuat Ima berwajah merah.
"(Kami sama sekali belum melakukan ciuman, aku harap dia bisa menunggu dengan sabar…) Jika semisal tugasmu berbahaya… jangan lupakan untuk kemari meskipun kamu tidak kuat ke sini, karena aku ingin tahu keadaan mu terus," tatap Ima dengan khawatir.
Di saat itu juga Regis teringat bagaimana Ima tertembak peluru, mengingat hal itu membuat kepala Regis kesakitan, dia lalu mengangguk pelan. "Nikmati malam mu…" tatapnya lalu berjalan pergi membuat Ima terdiam menatapnya.
Hingga malam itu, ada sebuah kejadian. Terdengar suara tembakan keras dari arah gang selatan, suara ricuh sangat banyak dan teriakan kencan. "Sialan!!" rupanya teriakan itu dari leher Regis, dia berteriak sambil memukul seseorang hingga orang itu tumbang begitu saja.
Tapi di belakang, muncul orang lagi yang tak senggan memukul leher belakang Regis mengggunakan kayu, dia berharap Regis lumpuh, tapi apa yang terjadi. Regis hanya memegang leher belakangnya dengan tangan nya dan menoleh. "Sialan.... Kau memukul ku?!" dia mengamuk dan ekspresi wajah orang yang memukulnya tadi benar-benar tak percaya.
Hingga perkelahian itu berakhir. Sudah ada 5 orang yang tergeletak tak berdaya di bawah dan Regis berdiri mengusap bibirnya dari darah.
"Ha... Ha.... Ha... Sialan... Aku sudah lama tidak melakukan ini," ia bernapas sulit.
Lalu muncul suara sirene polisi dan datang beberapa orang polisi. "Angkat tangan!!" mereka malah menodongkan pistol pada Regis yang hanya diam menatap dingin.
Hingga mereka sadar bahwa itu Regis. "Regis? Itu kamu? Kamu yang menghabisi mereka?" mereka menurunkan pistol mereka.
"Jangan khawatir, aku sudah biasa di bilang penjahat... Tangkap saja aku."
"Hei, kau menyelamatkan kami, kau menghabisi para penjahat bukan... Terima kasih, kau ada luka?" salah satu polisi mendekat.
"Aku baik-baik saja... Hanya sedikit pegal, nanti juga hilang, tolong buat dokumentasi dan kirimkan ke pihak organisasi ku agar aku bisa membuat laporan soal ini."
"Tunggu jadi kau tidak mendapat tugas untuk menangkap mereka, tapi kenapa kau menghabisi mereka?"
"Aku melihat mereka mengeroyok orang lain, jadi aku maju saja.... Jika pihak ku ada tugas seperti ini aku bisa mengatakan bahwa aku sudah selesai hanya dengan menyerahkan dokumentasi nya, apa kau mengerti?" Regis menatap lalu polisi itu mengangguk.
"Ha... Bagus, aku pergi dulu..."
"Kau tidak mau di antar?"
"Tidak, aku harus ke rumah pacar ku," Regis langsung membalas dan berjalan pergi.
Hal itu masih membuat orang tadi diam. "(Orang itu kenapa dia begitu kuat sekali... Apa dia dilahirkan dari batu.)"