16 Pernyataan Cinta

Bagi Wina, Lana terlihat sangat menyukainya. Hal itu juga membuat Erza merasa lega.

"Wina, kamu bisa tidur denganku di lantai tiga malam ini." Lana berkata pada Wina setelah makan malam. Erza tidak bisa memahaminya. Lana adalah istrinya. Sekarang dia justru mengajak Wina tidur bersamanya, sedangkan Erza harus tidur di lantai dua.

"Tapi aku ingin tidur dengan Kak Erza," jawab Wina polos. Erza yang sedang meminum jus langsung memuntahkannya. Setelah Wina selesai berbicara, Lana menatap Erza dengan marah. Erza balas menatapnya dengan rasa bersalah. Pada saat ini, semakin Erza menjelaskan, semakin marah Lana padanya, jadi lebih baik untuk tutup mulut. Melihat Erza tidak berbicara, Lana yang tampak sedikit marah, dan langsung pergi.

"Kak Erza, apakah aku mengatakan sesuatu yang salah?" tanya Wina pada Erza.

"Tidak, kamu harus istirahat lebih awal. Bu Siska, tolong siapkan kamar untuk Wina," kata Erza. Saat ini, dia benar-benar tidak tahu harus berkata apa. Bu Siska mengangguk. Meskipun dia tidak tahu apa yang sedang terjadi, dia tetap memilih untuk percaya pada Erza di dalam hatinya.

Semua orang meninggalkan ruang makan, dan hanya Erza yang duduk di sana sendirian. Entah kenapa, perasaan kesepian yang kuat tiba-tiba muncul di hatinya. Sekelompok orang muncul di dalam kepalanya. Sebelum Erza bisa menyadarinya, matanya sudah agak lembab. Dia pun mengambil sebotol anggur putih di lemari anggur dan mulai minum perlahan.

Orang-orang mengatakan bahwa mereka dapat meredakan kesedihan mereka dengan minum. Tetapi semakin banyak mereka minum, semakin banyak kenangan yang muncul di dalam benak Erza. Pada akhirnya, air mata Erza menetes.

"Aku akan membalaskan dendammu." Erza berkata dengan suara rendah sambil mengepalkan tinjunya. Saat ini, Wina yang berdiri di kejauhan menyaksikan adegan ini dengan tenang.

Setelah itu, Erza berusaha keras untuk kembali ke kamarnya. Keesokan paginya, saat Erza bangun, dia merasakan sakit di kepalanya. Ketika dia sudah keluar dari kamar, Bu Siska bilang bahwa Lana telah berangkat ke kantor. Erza tersenyum tak berdaya.

Pada saat ini, telepon Erza berdering tiba-tiba.

"Erza? Kemarilah dan bantu aku." Suara tergesa-gesa Alina terdengar di telepon. Hati Erza tiba-tiba menjadi tegang. Dia berpikir ada yang tidak beres, dan mulai khawatir.

"Alina, ada apa? Apa yang terjadi?" tanya Erza.

"Kamu datang dulu ke rumahku. Aku akan kirimkan alamatnya," kata Alina. Erza langsung bergegas. Bagaimanapun, Alina telah banyak membantu dirinya, dan dia adalah orang yang baik. Saat ini, mungkin Alina sedang dalam bahaya. Erza berlari keluar tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia menyalakan mesin mobil dan pergi ke alamat yang dikatakan Alina. Bu Siska tidak peduli dengan hal-hal ini. Dia tahu apa yang harus dan tidak boleh dia lakukan.

Alamat Alina masih jauh dari tempat tinggal Erza, tapi kebetulan dia tahu jalan tikus menuju ke sana. Setelah tiba di apartemen Alina, Erza langsung menggunakan lift untuk mencapai lantai sepuluh. Lalu, dia kemudian mengetuk pintu Alina.

"Alina, ini Erza." Sambil mengetuk pintu, Erza berteriak dengan keras.

"Erza, kamu akhirnya datang." Pintunya pun segera terbuka. Namun, adegan saat pintu dibuka membuat Erza langsung terpana. Jika dia melihat Lana di kamarnya kemarin dia sudah sangat tergoda, pemandangan saat ini juga tidak kalah membuatnya terpesona. Dia melihat Alina mengenakan piyama dengan rok pendek.

"Cepat masuk." Alina sepertinya tidak menyadari tatapan Erza, jadi dia langsung menarik Erza ke dalam.

"Alina, tunggu, tunggu. Jangan main-main, jangan main-main." Erza ketakutan. Dia berpikir bahwa Alina akan menyerangnya di dalam, jadi dia sedikit ragu untuk masuk ke apartemennya.

"Jangan menunda lagi. Aku akan terlambat nanti. Sekarang sudah basah," ucap Alina.

"Alina, bahkan jika kamu sedang terburu-buru, biarkan aku santai dulu. Ini terlalu cepat, aku tidak bisa melakukannya denganmu." Erza tiba-tiba merasa seluruh tubuhnya sangat panas, sehingga dia tidak tahan.

"Apalagi yang harus kamu persiapkan? Aku siap untukmu," jawab Alina sambil menatap Erza.

"Alina, bukankah ini terlalu cepat? Berapa lama kita sudah saling kenal?" Erza juga berhenti, menatap Alina dan bertanya.

"Cepat dan perbaiki itu. Jika kamu tidak segera memperbaikinya, air akan membanjiri lantai bawah," ucap Alina menjelaskan. Tepat ketika Erza hendak bergegas ke kamar tidur sambil menggendong Alina, Alina tiba-tiba menunjuk ke kamar mandi dan berkata seperti itu.

"Apa?" tanya Erza salah tingkah.

"Kamar mandiku bocor. Aku meneleponmu karena cemas dan tidak tahu harus mencari siapa," jelas Alina. Ketika Alina menyelesaikan kalimat ini, Erza tiba-tiba menjadi sangat malu.

"Apa yang kamu lakukan? Bantu aku memperbaikinya dengan cepat!" Alina sepertinya masih tidak memahami pikiran Erza. Erza juga bereaksi cepat saat ini. Dia segera masuk ke kamar mandi dengan. Setelah berada di kamar mandi, Erza akhirnya mengerti mengapa Alina basah kuyup. Sepertinya ada sekrup yang longgar di kepala pancuran air di kamar mandi. Erza pun langsung mengencangkan sekrup dengan cepat agar air berhenti. Saat ini baju Erza juga basah.

"Untung ada kamu di sini. Jika ini membanjiri lantai bawah, itu akan merepotkan." Setelah Erza memperbaiki pancuran, Alina juga diam-diam merasa lega.

"Tidak, ini bukan masalah besar." Meskipun Erza berkata demikian, Erza masih merasa tertekan dan malu sekarang.

"Bajumu basah. Aku punya pengering di sana. Aku akan mengeringkannya untukmu," kata Alina dengan santai. Dia berjalan ke arah Erza, tetapi mungkin karena terlalu banyak air di lantai, dia terpeleset. Tanpa memikirkannya, Erza pergi untuk meraih Alina, tapi pakaian Alina terlalu tipis.

Semua ini terjadi terlalu tiba-tiba, Alina tidak pernah menyangka hal seperti itu akan terjadi. Erza juga tidak kalah tercengang. Meskipun dia memiliki keinginan yang besar untuk menyerang Alina, tapi di dalam hatinya, Erza juga mengerti bahwa dia tidak pernah bisa main-main dengan wanita lain karena dia sudah beristri.

"Alin, ini… aku…" ucap Erza sedikit gugup.

"Apa?" Alina juga bereaksi saat ini. Dia langsung melepaskan dirinya dari tangan Erza, dan lari keluar kamar mandi.

Erza masih berdiri di sana saat ini. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan lagi. Dia ingin pergi, tetapi merasa bahwa bukan itu masalahnya. Dia ingin masuk dan menjelaskan kepada Alina, tetapi dia tidak tahu bagaimana menjelaskannya.

Di sisi lain, setelah berlari kembali ke kamar tidur, jantung Alina mulai berdetak kencang. Seluruh tubuhnya panas, dan jantungnya berdegup kencang. Ini normal. Alina sekarang berusia dua puluh lima tahun dan belum pernah pacaran. Setelah tenang, Alina mengganti pakaiannya dan berjalan keluar.

"Kenapa kamu masih berdiri di sana?" Melihat Erza saat masih berdiri di kamar mandi, Alina juga merasa sedikit heran.

"Alina, aku benar-benar tidak bermaksud begitu, aku…" kata Erza segera menjelaskan pada Alina.

"Lupakan, aku tahu semuanya. Apa lagi yang bisa dijelaskan?" Alina memotong Erza secara langsung.

"Apa?" tanya Erza ketakutan.

"Aku tidak peduli, bagaimanapun kamu akan bertanggung jawab kepadaku," kata Alina. Kalimatnya terdengar sangat tidak jelas saat ini.

"Alina, apa maksudmu?" Erza semakin bingung. Alina terdengar seperti wanita dari zaman kuno.

"Apa? Menurutmu aku tidak cukup cantik?" tanya Alina penasaran.

"Tidak, kamu tentu saja cantik," jawab Erza dengan cepat.

"Aku tidak peduli, bagaimanapun juga kamu harus bertanggung jawab padaku," kata Alina mengulangi perkataannya.

"Bagaimana cara bertanggung jawab?" Erza sangat ingin menangis.

"Jadilah pacarku," kata Alina cepat.

"Tapi, Alina, aku punya…" Sebelum Erza menyelesaikan kalimatnya, Alina memotong, "Kamu punya pacar?"

"Bagaimana kamu tahu?" tanya Erza kaget.

"Aku hanya menebaknya." Alina sebenarnya tidak mempercayainya.

"Alina, aku benar-benar punya pacar," kata Erza berusaha meyakinkan.

"Kamu baru saja tiba di Semarang, dan kamu bisa punya pacar dalam waktu kurang dari dua hari? Selama kamu bisa membawa pacarmu padaku, aku akan memercayainya," ucap Alina.

"T-tapi bagaimana mungkin?" Erza benar-benar tidak berdaya.

avataravatar
Next chapter