1 1 - Pernikahan Satu Malam

Di kamar Presidential Suite di sebuah hotel di Kota Malang yang sejuk, Erza membuka matanya. Kekuatan di tubuhnya tampak habis, dan rasa lelah menyelimutinya. Sebenarnya Erza jarang merasa lelah seperti ini.

Rasa sakit di kepala berangsur-angsur memulihkan ingatan Erza. Dia minum banyak alkohol tadi malam, dan itu adalah rekor dalam hidupnya.

Sialan! Demi langit dan bumi, aku, Erza, bersumpah bahwa aku akan membalas dendam padamu. Tidak peduli siapa dirimu, aku pasti akan menghabisimu. Aku akan membalaskan dendamku padamu! Pekik Erza berulang kali dalam hatinya.

Dia terus mengucapkan kata-kata ini di dalam hatinya dengan urat di dahinya yang menonjol, dan napas yang terasa berat. Niat membunuh yang kuat mulai menyebar ke tubuh Erza. Tanpa diduga, air mata jatuh dari sudut matanya, dan kepalan tangan Erza menegang.

Rasa sakit di hatinya membuat Erza tegang. Erza lebih suka percaya bahwa itu hanya mimpi. Dia bahkan mengatakan bahwa dia akan membayar berapa pun asalkan itu semua tidak nyata, tetapi Erza tahu bahwa semua ini telah terjadi, dan tidak ada yang bisa dia lakukan untuk mencegahnya. Senyuman masam mencerminkan perasaan Erza yang semakin pedih.

"Hmm…"

Pada saat ini, rengekan terdengar di telinga Erza.

"Siapa?" Erza langsung duduk dengan kedua tangan dalam posisi seperti seorang petinju yang siap menyerang dengan cepat. Karena dia tidak yakin apakah dia aman sekarang, posisi itu adalah yang paling tepat. Tetapi, ketika menoleh Erza justru tertegun.

"Apa yang sedang terjadi di sini?" tanya seseorang di sampingnya. Erza melihat ada keindahan dunia yang sedang terbaring di sampingnya. Gadis cantik itu tampaknya sedang tidur nyenyak. Dia bernapas teratur. Bulu matanya yang panjang sedikit bergerak karena terpaan angin.

Wajah gadis itu sangat menawan. Penampilannya bisa membuat semua pria mengeluarkan air liur saat melihatnya. Meski selimut tipis di tubuhnya masih menempel, tapi Erza bisa melihat dengan jelas bentuk tubuh gadis itu yang sempurna. Lekuk tubuhnya seksi. Pemandangan ini sangat menyejukkan mata bagi Erza.

Erza melihat ke bawah. Lantai terlihat sangat berantakan. Tiba-tiba dia teringat betapa intensnya "pertempuran" tadi malam. Erza pun bangun sepenuhnya. Dia mengutuk dirinya karena telah minum terlalu banyak. Erza memandang wanita di sampingnya, dan rasa bersalah di hatinya muncul seketika.

Namun, di Kota Malang yang menyandang gelar sebagai kota wisata ini, pertemuan satu malam seperti itu sepertinya sudah wajar. Terlebih, udaranya sangat mendukung untuk aktivitas yang seperti itu. Semua ini normal. Erza sejujurnya sudah terbiasa dengan hal-hal semacam ini.

Tetapi saat ini, Erza mengerti bahwa dia harus segera pergi. Jika dia tidak meninggalkannya, itu akan membawa lebih banyak masalah bagi gadis di sebelahnya itu. Ketika Erza hendak melepaskan selimutnya dengan hati-hati, dan hendak bangun dari tempat tidur, dia dikejutkan oleh secarik kertas yang sudah tidak asing baginya. Kertas itu menunjukkan bahwa dia dan wanita ini sudah menikah. Ingatan di benaknya menjadi kabur.

"Sial!" pekik Erza.

Erza tidak bisa menahan untuk mengutuk dirinya. Dia tidak bisa berpikir bahwa pelariannya yang menyakitkan akan menyebabkan situasi seperti saat ini. Tentu saja, Erza bahkan tidak menyangka bahwa dia yang selalu berhati-hati bisa membuat kesalahan remeh seperti sekarang.

"Ini terasa menyakitkan!" keluh gadis yang ada di sebelahnya. Suara di telinganya itu membuat Erza tidak bisa menahan untuk tidak melihatnya.

"Berhenti, siapa kamu?" bentak gadis itu saat Erza menoleh ke arahnya. Suara penuh amarah dan menakutkan itu membuat Erza berhenti.

"Setiap orang dewasa kurasa akan melakukan ini," ucap Erza tanpa rasa bersalah.

"Brengsek!" gertak gadis yang bernama Lana itu. Lana dengan marah menyela pria di depannya. Dia mengerutkan kening saat berusaha mengingat apa yang terjadi tadi malam.

Tadi malam, dia baru saja menyelesaikan urusan pekerjaan di Kota Malang. Dia belum pernah ke Malang sebelumnya, jadi setelah urusan selesai dia ingin bersantai dan menikmati waktunya di kota apel ini. Pada akhirnya, dia bertemu dengan Erza di bar. Keduanya sepertinya sedang asyik mengobrol tadi malam. Akhirnya, di bawah pengaruh alkohol, dia tiba-tiba pergi ke Kantor Urusan Agama dengan pria di depannya untuk mengajukan rencana pernikahan. Dia juga menghabiskan sepuluh juta untuk membuat pernikahan kecil-kecilan di KUA yang disaksikan oleh beberapa orang yang lewat.

"Ini memang kesalahanku!" Lana memaksa dirinya untuk tenang. Saat berpikir tentang itu sekarang, Lana juga merasa bahwa dia sedikit gila, tetapi dia tidak menyangka bahwa dia sangat tidak rasional dan menikah begitu saja dengan Erza.

Erza menghela napas lega, tapi dia juga terkejut di dalam hatinya. Lana tampak seperti dia baru berusia dua puluh tahun, tapi dia bisa menghadapi hal-hal seperti ini tanpa terkejut.

"Maaf, aku juga tidak menyangka ini terjadi," ucap Erza sambil menunduk.

"Ayo kita selesaikan ini dulu, tapi sekarang aku ingin kamu keluar dulu. Aku mau ganti baju," ujar Lana.

Lana kedinginan karena dia tidak mengenakan sehelai pun pakaian. Meskipun tampak tenang, dia merasa baru saja jatuh dari lantai paling atas sebuah gedung saat teringat bahwa dirinya telah menikah.

"Baiklah!" seru Erza. Menurutnya, saat ini perceraian adalah hal yang paling ingin dilakukan olehnya. Jika wanita di depannya tidak berencana bercerai, dia tetap akan pergi ke kantor notaris untuk mengajukan perceraian. Untunglah wanita itu mengambil inisiatif untuk membahas masalah ini. Itu akan bagus, setidaknya itu akan menyelesaikan banyak masalah. Tapi, Erza juga bisa membayangkan bahwa pernikahan yang tidak bertahan hingga 24 jam ini pasti akan membuat notaris pernikahan di Kota Malang menjadi keheranan.

Erza berjalan ke tempat tidur dan mengambil pakaiannya.

"Mengapa ada begitu banyak luka?" Lana dengan tenang menatap Erza di depannya, tetapi ada beberapa gejolak di hatinya. Melihat luka di tubuh Erza membuat Lana berpikir bahwa pria itu tampak sangat mempesona. Meskipun Lana tidak mengetahui penyebab luka itu, dia dapat merasakan bahwa ada banyak cerita di balik luka-luka ini. Pria di depannya pasti bukan orang yang biasa, tetapi dia jelas bukan orang jahat. Begitulah insting Lana.

Melihat pintu yang sudah tertutup setelah Erza keluar, Lana menghilangkan ekspresi tenangnya. Pakaian yang berserakan di lantai terlihat mengejutkan bagi Lana. Selain itu, di sana juga ada celana dalamnya yang robek.

Lana tidak bisa untuk tidak memikirkan adegan tadi malam, meskipun dia tidak mengetahuinya. Kegilaan semalam membuat pipi Lana panas.

"Apa yang kamu pikirkan, Lana!" teriak Lana pada dirinya sendiri. Lana kini sedang mengenakan pakaiannya. Ketika dia mengambil pakaian dalam berwarna hitam yang sudah rusak, selembar kertas muncul di depannya. Melihat benda berbentuk persegi panjang di depannya, Luna ragu-ragu sejenak. Ini bukan miliknya, 'kan? Dengan enggan, Lana melihat akta nikah dengan kata-kata Bahasa Indonesia di samping tempat tidur. Sudut mulutnya sedikit terangkat.

Erza yang sedang duduk di sudut sofa di lobi hotel dan membaca koran dengan kacamata hitam besar kini melihat ke lift lagi. Sudah satu jam sejak dia turun ke lobi. Ini membuat hati Erza samar-samar dipenuhi semacam firasat buruk.

Di sisi lain, Lana diam-dian keluar dari hotel dan naik taksi. Sopir taksi itu mau tidak mau diam-diam menatap wanita di kursi belakang. Meski wanita di kursi belakang itu tampak gegabah, dia sangat cantik.

"Erza, ini adalah saatnya kamu memberiku kompensasi!" gumam Lana di dalam taksi yang telah melaju. Dia melihat ke luar jendela taksi sambil menyentuh tas tangannya yang berisi surat nikah dari KUA di Kota Malang. Ini adalah pertama kalinya Lana serius melihat kota wisata yang penuh gemerlap ini. Melihat pemandangan di luar jendela, Lana tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan. Setelah setengah jam berlalu, Lana sudah kembali ke hotel lain tempat dia tinggal sebelumnya.

Erza yang sedang menunggu di lobi hotel tempatnya bermalam dengan Lana menyadari bahwa dia telah ditipu. Dia melihat ke kamar yang ternyata kosong. Dia tidak dapat menemukan wanita itu. Erza memaksa dirinya untuk tenang. Dia dengan hati-hati mengobrak-abrik setiap sudut dari seluruh kamar hotelnya itu. Di tempat tidur, tanda merah cerah membuatnya mengerutkan kening, tapi tak lama kemudian dia mencarinya lagi.

"Apakah itu karena tadi malam?" Erza mengerutkan kening saat dia melihat ke kamar kosong itu. Meskipun dia tidak tahu apa yang berbentuk hati itu, dia tahu itu pasti penting atau mungkin ada sesuatu yang penting tersembunyi di sana.

Tiba-tiba Erza merasa kepalanya akan meledak setelah tahu bahwa akta nikahnya telah hilang. Dia berteriak dengan kasar, "Aku tidak boleh tinggal terlalu lama di sini. Aku harus mengejarnya!"

Erza meninggalkan hotel, menghentikan taksi dan langsung pergi ke bandara untuk membeli tiket penerbangan tercepat.

"Semarang, sudah sepuluh tahun, dan aku tidak tahu seperti apa penampilanmu sekarang. Aku, Erza, akan kembali," ucap Erza pada dirinya sendiri karena akan kembali ke kota penuh kenangan itu. Melihat tiket di tangan, Erza diam-diam berkata di dalam hatinya bahwa sekarang dia hanya bisa pergi ke Semarang karena tidak ada tempat lain. Erza benar-benar tidak tahu apa yang lebih baik baginya selain Semarang.

avataravatar
Next chapter