7 Chapter 7

Malvin berusaha untuk tidur, namun matanya tidak ingin terpejam, ia mencoba membuka kaos dan melemparnya ke lantai.

"Sial!" ucapnya kesal, melempar bantalnya.

Malvin berpikir, "baiklah." ia pun bangkit dari tempat tidurnya, memakai kembali kaosnya. Dengan pelan ia menutup pintu kamar, berjalan menyusuri lorong-lorong rumah dengan langkah perlahan.

Tujuannya sudah sampai, yaitu kamar Vinka, tapi anehnya, kenapa pintu kamar terbuka, dengan pelan-pelan Malvin mendekati kamar tersebut, senyuman khasnya terlukis kembali.

"Menarik." ucapnya dalam hati.

~*~

Matahari muncul dengan perlahan terbit dari arah Timur, seluruh pelayan wanita sibuk dengan pekerjaan di dapur, membantu seorang koki pria yang sudah paruh baya. Malvin hanya melihat kegiatan mereka tanpa membantu, bahkan, ia dengan lancang mencicipi masakan itu satu persatu. Saat di piring terakhir, seseorang menepuk tangan Malvin dengan kasar.

"Tuan Malvin, tolong jaga sikap anda!" ucap pelayan wanita tersebut.

Malvin melihat jelas pelayan wanita tersebut, membuat pelayan tersebut salah tingkah.

"Desi, tolong rapikan meja ini!" teriak seorang koki.

"Ya pak!" Pelayan bernama Desi itu meninggalkan Malvin, senyuman Malvin kembali terlihat, ia menjilati jarinya yang ada sedikit saus.

~*~

Seluruh peramu saji berjalan merapikan hidangan yang sudah siap untuk keluarga besar Hans dan Vinka.

Lima belas menit kemudian, mereka terlihat menuruni tangga.

Satu persatu pelayan menarik kursi untuk mereka.

"Di mana Vinka?" tanya Hans.

Mereka mendengar suara derap kaki seseorang seperti terburu-buru. Pandangan mereka pun teralihkan oleh kedatangan Sarah yang terlihat panik

"Tuan Hans, Nona Vinka." ucap Sarah dengan napas tersengal-sengal.

Hans dengan cepat berlari menuju kamar Vinka. Ia mengecek suhu kening Vinka.

"Cepat panggilkan dokter!" teriak Hans khawatir.

Malvin melihat Vinka yang terbaring lemas, ia bisa melihat wajah wanita itu memerah seperti kepiting rebus. Seluruh pelayan mencoba menyiapkan sesuatu untuk merendahkan demam Nona mereka.

"Desi, ambilkan obatnya." ucap Monica.

"Ya Nyonya." dengan cepat Desi keluar dari kamar Vinka.

Tentu saja, Malvin mengincar pelayan bernama Desi itu, ia ikuti di mana Desi menyimpan obat tersebut. Merasa diikuti seseorang, Desi berhenti melangkah, dan menoleh ke belakang, namun tidak ada siapapun, tentu saja Malvin dengan cepat bersembunyi. Merasa aman Desi masuk ke dalam sebuah ruangan, Malvin menyusul masuk. Kaget bukan main, ruangan itu dipenuhi berbagai macam obat, yang tersusun rapi di lemari kaca dan rak.

PRANG!!

"Sial." ucap Malvin yang tidak sengaja menjatuhkan salah satu botol obat tersebut.

"Siapa itu?!" teriak Desi.

Dengan cepat Malvin keluar dari ruangan tersebut dan bersikap biasa saja.

"Malvin, dari mana saja kau?" tanya Sarah.

"Aku buang air kecil, ada apa?" tanya Malvin.

"Malvin, kau tau siapa yang menyebabkan Nona Vinka sakit, aku merasa kasihan melihatnya seperti itu."

"Tentu dan dia masih orang dalam." ucap Malvin, pergi meninggalkan Sarah yang kebingungan.

"Orang dalam?" tanya Sarah, melihat kepergian Malvin.

Sarah pun menyusul mengejar Malvin.

~*~

Dokter mencoba memeriksa keadaan Vinka, mengecek dengan Stetoskop.

"Bagaimana dokter?"

Dokter itu berjalan keluar dari kamar Vinka, menghela napas perlahan.

"Nona Vinka hanya keracunan makanan, berikan saja obat ini padanya, maka dia akan membaik." ucap dokter tersebut, namun matanya melihat Malvin.

Malvin pun tersenyum "Dokter, biar saya antar sampai depan." ucapnya.

Dokter tersebut mengangguk, berjalan mendahului.

"Kau mendapat tugas di sini?" tanya dokter tersebut.

Malvin tersenyum "Ya, ada dua tugas yang aku jalani."

"Lalu mana yang kau pilih?" tanya dokter tersebut.

Langkah Malvin terhenti, dokter tersebut ikut berhenti, melihat Malvin.

"Aku ingin tau, apa yang terjadi padanya?" tanya Malvin.

"Ada seseorang yang meracuninya, mungkin itu sebabnya kebutaannya tidak bisa disembuhkan dengan cepat,"

Malvin melihat dokter tersebut.

"Begini saja, bawa bukti racunnya, akan aku usahakan untuk membuat penawarnya." tambah dokter tersebut.

Malvin melihat dokter tersebut masuk ke dalam mobil.

Tentu saja, dokter itu sudah dikenal oleh penjuru dunia, wajar saja jika ia mengenal Malvin, Malvin menghormati dokter tersebut, karena ia bisa menjaga jati diri Malvin yang sebenarnya dan dokter itu pula yang menyelamatkan nyawanya saat malam itu, sepulang dari tugasnya.

Malvin berjalan cepat, mencari seseorang.

"Sarah di mana Desi?"

"Dia tadi pamit untuk ke kamar Nona Vinka."

"Sialan!"

"Apa? Malvin, kenapa!?"

Sarah mengejar Malvin berjalan menuju kamar Vinka, sesampai di depan kamar, ia dobrak pintu kamar tersebut. Benar saja, Desi sudah ada di dalam bersiap ingin memberikan sesuatu pada mulut Vinka.

"HENTIKAN!!" teriak Malvin marah.

Desi sangat kaget, sampai ia menjatuhkan benda yang ada pada sendok tersebut. Seluruh keluarga Hans, berserta pelayan lain menghampiri kamar Vinka ramai-ramai. Malvin memegang tangan Desi dengan kasar, membuat Desi merintih kesakitan.

"Malvin apa yang kau lakukan!?" tanya Tuan Hans.

"Katakan, obat apa yang kau berikan pada Nona Vinka! KATAKAN!!" teriak Malvin.

Desi mulai panik, ia melihat semua orang yang ada di kamar itu memandangi dirinya tidak percaya. Air matanya mulai berkaca-kaca dan akhirnya tidak terbendung.

"Maafkan saya, sebenarnya ini bukan keinginan saya, tapi mau bagaimana lagi, saya membutuhkan uang darinya." ucap Desi dengan tangisnya.

"Siapa yang menyuruhmu?" tanya Tuan Hans.

Desi melihat seseorang.

"Sarah."

HAH!!

Seluruh pelayan berbisik-bisik jelek tentang Sarah.

"KURANG AJAR!! kau menuduhku!!" Sarah mencoba menjambak rambut Desi karena ia sudah dituduh oleh sahabatnya sendiri.

"Tuan Hans, tidak, saya tidak melakukan itu, saya bersumpah atas nyawa saya sendiri, TIDAK!! LEPASKAN!! TUAN SAYA TIDAK BERSALAH!!" Sarah meronta-ronta saat dirinya diangkat oleh dua penjaga di rumah tersebut.

"Dan Desi, aku tidak bisa memperkerjakan dirimu lagi, pulanglah ke desa." ucap Hans.

Mendengar itu Desi memegang kaki Hans, memohon agar ia tidak di keluarkan dari pekerjaannya.

"Jika saya masih memperkerjakan dirimu, entah apa yang akan terjadi selanjutnya." Hans melihat Malvin.

~*~

"Apa anda sudah tau yang sebenarnya?" tanya Malvin pada Hans yang sibuk dengan pekerjaannya.

"Apa maksudmu?" tanya Hans tidak mengerti.

"Saya tau Anda berpura-pura Tuan Hans, anda tau, anda sedang melindungi seorang pembunuh."

Hans meletakkan pulpennya, melihat lekat- lekat Malvin dengan kedua tangan menopang dagunya.

"Bagaimana denganmu, apa kau bukan seorang pembunuh?"

Malvin berdiri terpaku memandang Hans dengan kesal, ia menggenggam kedua tangannya dengan kuat untuk menahan amarahnya.

"Saya heran dengan kau, tugas mana yang kau jalankan? melindungi Nona Vinka atau membunuh Nona Vinka?" tanya Hans.

Malvin menelan ludahnya dalam-dalam, membuat jakun di lehernya ikut bergerak.

"Saya akan melindungi Nona Vinka, karena sudah banyak yang ingin membunuhnya." ucap Malvin dengan gagah, ia pun berjalan keluar dari ruangan kerja Hans, senyuman Hans terlukis.

"Pria yang luar biasa." gumamnya.

~*~

"Nyonya saya mohon jangan usir saya, saya tidak tau mau ke mana lagi." tangis Desi.

Monica melempar seluruh pakaian Desi beserta tasnya.

"Pergi kau! menjalankan tugas mudah saja tidak becus!" ucap Monica kesal.

Prok! Prok! Prok!

Monica kaget saat seseorang bertepuk tangan, wajahnya sangat panik saat mengetahui siapa orang itu.

"Hebat Nyonya, kau sangat hebat." ucap orang itu.

avataravatar
Next chapter