6 Chapter 6

"Tidak mungkin." ucap Sarah tidak percaya, setelah selesai membaca isi dari surat itu.

Malvin tersenyum.

"Kita tidak tau rencana Tuhan seperti apa." Ia mengambil kertas tersebut dari tangan Sarah, melipatnya kembali dan memasukkannya ke dalam saku jasnya. Sarah melihat Malvin.

"Sejak kapan?" tanya Sarah penasaran.

"Aku tidak tau pasti, pria itu datang memohon kepada ayahku untuk menjaga Vinka, dan saat itu aku masih belajar menjadi seorang mafia."

======FLASHBACK=========

Dia adalah Tuan Panduwinata, Bos, sekaligus pemilik sebuah perusahaan swasta dalam bidang pakaian, ia turun dari mobil, mengendong putrinya yang berusia 5 tahun, istrinya pun menyusulnya, berjalan menghindari jalanan yang penuh dengan kubangan.

"Permisi, apa anda tau alamat ini?" tanya Tuan Panduwinata pada salah satu warga yang sibuk melas kayu.

Warga tersebut melihat lembaran kertas yang diberikan Tuan Panduwinata.

"Jalan lurus saja, jika kau menemukan satu rumah sendiri, itu dia, siapa yang ingin kau bunuh?" tanya warga itu. Mendengar itu Tuan Panduwinata menutup kedua telinga putrinya.

"Terima kasih." Tuan Panduwinata membungkukkan badan pada warga tersebut, ia meneruskan perjalanan, di ikuti istrinya di belakang.

~*~

Tuan Panduwinata meletakkan koper berisi uang di atas meja. Seorang pria dengan perawakan bertubuh besar dengan otot yang seimbang dengan postur tubuhnya, walaupun usianya sudah 50an, ia tetap sehat dan bersemangat menjalankan pekerjaannya sebagai seorang mafia. Dia adalah Michael, tentu saja dia adalah ayah Malvin.

Michael melihat putri Tuan Panduwinata sedang bermain dengan putranya.

"Mungkin, putraku yang akan meneruskan pekerjaan ini, jadi kau tenang saja." ucap Michael.

"Berapa usia putramu?" tanya Tuan Panduwinata.

"10 tahun, mungkin saat anakmu tumbuh menjadi wanita cantik, putraku sudah seperti bapak-bapak." Michael tertawa, membayangkan bagaimana putranya dan putri Tuan Panduwinata bertemu.

Huuuwwaaa!!

Mereka semua kaget, mendengar Vinka tiba-tiba menangis.

"Malvin, apa yang kau lakukan?" tanya ibunda Malvin.

"Dia bodoh, masa tidak tau letak puzzle nya!" Malvin menunjuk Vinka yang masih menangis.

"Malvin jangan kasar pada wanita." ucap Michael.

"Tuan Panduwinata maafkan putra saya." tambah ibunda Malvin.

Tuan Panduwinata dan istrinya tersenyum, istri Tuan Panduwinata mengusap-usap kepala Vinka dengan lembut.

"Tidak apa, sejak lahir, putri kami memang sudah tidak bisa melihat."

Mendengar itu Michael dan istrinya merasa bersalah.

"Malvin, ayo minta maaf pada Vinka." suruh Michael.

========FLASHBACK OFF=======

"Maafkan saya." ucap Malvin tiba-tiba, membuat seluruh keluarga Hans melihatnya binggung.

"Malvin, kau tidak apa-apa?" tanya Tuan Hans.

Malvin tersenyum "tidak, sepertinya saya tidak pantas menjadi penjaga Nona Vinka, saya takut dia akan naik darah setiap saat." ucapnya.

"Kalau begitu jadi penjaga aku saja." balas Adellia senang.

"Adell." Tuan Hans melihat putrinya.

Adellia memonyongkan bibirnya.

"Ide bagus, jika Nona Vinka tidak menerima saya, lebih baik saya menjaga Nona Adellia." ucap Malvin, sedikit melirik ke arah Vinka.

Vinka tidak bergeming sama sekali, ia tetap fokus pada sarapan paginya.

"Jadi ayah, bagaimana?" tanya Adellia.

"Kau tetap menjaga Vinka." ucap Tuan Hans, membuat Adellia cemberut kecewa.

"Baiklah Tuan." Malvin memberi hormat.

~*~

Selesai sarapan pagi, Tuan Hans bersiap untuk berangkat ke kantor, Monica merapikan dasi suaminya itu, Tuan Hans mencium kening Monica.

"Hati-hati di jalan." ucap Monica.

Hans pun masuk ke dalam mobil. Malvin tersenyum melihat kemesraan mereka, ia menggigit apelnya dengan kasar.

"Apa yang kau lihat?" tanya Monica.

Malvin tersenyum "aku iri dengan kemesraan Nyonya." ucap Malvin menggoda.

Monica menyelipkan rambutnya, diantar daun telinganya.

"Apa anda bahagia?" tanya Malvin tiba-tiba, membuat Monica memandang Malvin dengan amarah.

Malvin tersenyum kembali, ia pun pergi meninggalkan Monica yang menahan amarahnya.

~*~

"Kak Vinka, boleh aku minta tolong?" tanya Aldo anak kedua dari Tuan Hans.

Vinka menutup buku bacaannya, tentu saja buku khusus yang memiliki keterbatasan dalam melihat.

"Apa yang harus aku bantu?" tanya Vinka.

"Aku penasaran dengan buku yang kakak baca, maukah kakak mengajari aku, bagaimana cara membacanya?" tanya Aldo.

Vinka tersenyum, "Baiklah, duduklah, biar aku ajarkan."

Aldo menurut, ia duduk di samping Vinka. Dari kejauhan Malvin melihat mereka, ia mengambil buah apel yang ada di saku, mencoba mendekati mereka dengan pelan. Vinka menjelaskan semua huruf-huruf Braille pada Aldo, namun Aldo tidak mendengarkan semua penjelasan Vinka, ia sibuk mengambil foto belahan dada Vinka yang sedikit terlihat.

"Bocah sialan!" gumam Malvin kesal. Ia pun mendekati mereka.

"Hai Aldo!!" teriak Malvin, membuat Aldo kaget dan buru-buru menyembunyikan ponselnya.

"Selamat pagi Nona Vinka." sapa Malvin.

"Mau apa kau?" tanya Vinka tidak senang.

Malvin tersenyum melihat Aldo yang terlihat gugup dan ketakutan.

"Aku ada perlu dengan Aldo," balas Malvin.

Malvin menarik kerah baju Aldo dengan kasar, membawanya ke tempat sepi.

"Berikan." ucap Malvin.

"Be, berikan apa?" tanya Aldo berpura-pura polos dengan suara terbata-bata.

Malvin mendekatkan wajahnya pada wajah Aldo.

"Berikan foto dada Tante mu itu." ucap Malvin sedikit menekan nada bicaranya, membuat Aldo bertambah takut. Dengan tangan gemetar, Aldo mengambil ponselnya di saku celana, karena tidak sabar, Malvin mengambil paksa ponsel tersebut.

"Aku pinjam dulu." ucap Malvin, mengusap rambut Aldo dengan kasar dan berjalan meninggalkannya.

~*~

Malvin melihat semua isi dari ponsel Aldo, ternyata bukan hanya Vinka yang menjadi korban, bahkan seluruh pelayan wanita di rumah itu menjadi sasaran Aldo. Ini membuatnya pusing, ia memijat keningnya.

"Malvin." pangil seseorang.

Malvin menoleh, ternyata itu adalah Vinka, berdiri seperti patung dengan pandangan entah ke mana.

"Ya?" balas Malvin, mencoba berdiri dari kursi kerjanya.

Vinka mencoba berjalan dua langkah mendekati Malvin, "Terima kasih." ucap Vinka tiba-tiba.

Malvin terdiam melihat wanita itu, senyumnya berubah menjadi tawa seperti orang meledek.

"Aku serius."

"Tunggu dulu, jadi kau tau Aldo melakukan hal menjijikan itu? kenapa kau tidak membela diri?" tanya Malvin.

Vinka hanya diam, air matanya mengalir membasahi pipi pink pucat nya.

"Apa kau melihat semua?" tanya Vinka pelan.

Malvin menelan ludahnya dalam-dalam.

"Maafkan aku." ucap Malvin sedikit bersalah.

~*~

Suara jangkrik terdengar memecah keheningan malam, sudah mulai memasuki musim semi, Vinka bisa mencium aroma musim semi tersebut. Ia duduk di balkon kamarnya, duduk memeluk kedua kakinya, mulai memejamkan mata menikmati aroma semi itu, namun, di dalam kegelapan matanya, ia melihat sosok seseorang, seorang pria bertubuh tinggi sempurna, dengan memakai jas Tuxedo, namun Vinka tidak bisa melihat jelas siapa pria itu, hanya senyumannya yang terlihat sempurna diingatannya.

"Nona?" pangil seseorang.

Membuat Vinka kaget dan membuka matanya.

"Minumlah obatmu dulu."

Vinka menerima obat tersebut, tanpa ragu-ragu, ia meminumnya.

"Terima kasih Desi."

"Saya permisi."

"Ya."

Pelayan bernama Desi itu berjalan keluar dari kamar Vinka. Vinka mencoba berjalan menuju kasurnya, mencoba menutup pintu balkon kamarnya, agar angin malam tidak masuk.

Ia menarik selimut dan mulai berbaring di kasurnya yang begitu nyaman, selesai berdoa, ia berusaha memejamkan mata.

avataravatar
Next chapter