4 Chapter 4

Remaja bernama Zico melihat Malvin tidak percaya dengan apa yang ia lihat matanya yang terbuka lebar, saat sebuah pistol dikeluarkan dari saku celana Malvin, pria dewasa itu mengisi pistol dengan tiga peluru dan menyisakan satu tempat yang kosong. kening remaja laki-laki itu perlahan mengeluarkan bulir- bulir keringat, melihat Malvin meletakkan pistol tersebut di meja.

"Jika kau bersungguh sungguh ingin menjadi anak buah saya, lakukan sesuatu, agar saya tertarik dengan padamu."

Zico menunduk, senyum jahat Malvin mulai terlukis di bibir seksinya.

"Baiklah." Zico mulai mengambil pistol tersebut, ia arahkan ke tangan kirinya, dan tangan kanannya siap untuk menekan pelatuk tersebut, Malvin bisa mendengar detak jantung remaja laki-laki itu, itu seperti musik untuknya, matanya tidak lepas dari wajah ketakutan remaja itu.

Zico mulai menelan ludahnya dalam-dalam.

Tek!

Ia kaget, rasanya jiwanya akan lepas dari tempatnya ia tidak percaya dengan apa yang terjadi. Zico melihat Malvin tidak percaya.

"Usiamu masih muda, jika kau bergabung dengan saya, maka nyawamu akan sia-sia, begini saja, jalani hidupmu seperti biasa, jika saya ada tugas, maka saya akan meminta bantuan mu, bagaimana?"

Zico tertunduk, mulai menangis tertahan. Malvin mulai memakai jasnya kembali, ia memberikan selembar uang 100 dolar, Zico melihat Malvin. Malvin mengusap rambut Zico dengan kasar, membuat rambut Zico yang semula rapi menjadi berantakan.

"Pulanglah, orang tua mu pasti khawatir."

Malvin melangkah meninggalkan Zico menuju pintu.

"A...aku, aku tidak memiliki keluarga." melihat Malvin.

Malvin kembali menutup pintu ruangan, melihat remaja laki-laki itu. Di luar sana terasa ramai oleh pengunjung, dan sepi di ruangan ini.

...~*~...

Seluruh anak buah Malvin memperhatikan Zico, membuat remaja laki-laki itu takut.

"Jadi, siapa yang ingin mengambil tanggung jawab tentang pekerjaan kita?" tanya Malvin.

Salah satu dari mereka mengangkat tangan kanannya.

"Ya Daniel, apa kau ingin bertanggung jawab untuk anak ini?"

Daniel mengangguk "ya, serahkan dia padaku."

Daniel pria dewasa Asia bertubuh atletis dengan tato di sekujur tubuhnya, menampilkan kesan menyeramkan di mata Zico, tapi ia harus menuruti perintah Tuan Mafioso, karena itu adalah perintah. Zico mengikuti Daniel.

"Yang lain, lanjutkan pekerjaan kalian."

Semua berpencar mengerjakan pekerjaannya masing-masing. Begitupun Malvin yang berjalan menuju ruangannya. Perlahan duduk di kursi kerjanya, dengan perlahan pula, ia merebahkan tubuhnya, mencoba memejamkan mata dan mencoba memijat kening walaupun tidak pusing.

Tok! Tok!

Mata Malvin terbuka melihat kearah pintu, melihat siapa yang berani mengganggunya.

"Tuan, adik Tuan Panduwinata ingin bertemu dengan anda."

"Suruh masuk."

"Baik Tuan."

Anak buah Malvin keluar kembali.

"Ada masalah apa lagi dia?" tanya Malvin berbicara sendiri.

Seorang pria paruh baya masuk ruangan Malvin, berjalan mendekati meja Malvin.

"Apa ada masalah?" tanya Malvin.

Ia meletakkan koper yang dibawanya, di atas meja kerja Malvin

"Saya ingin, anda membunuh Tuan putri itu."

Malvin tersenyum pada pria itu.

"Baiklah, jika itu mau anda, saya akan menerima tugas itu, dan untuk uangnya, anda bawa, saya akan mengambilnya kalau tugas saya berhasil."

Pria paruh baya itu memberikan selembar kertas pada Malvin, Malvin menerimanya, dan melihat isi dari kertas itu.

"Anda datang ke rumah itu, dengan alasan bekerja sebagai penjaga atau bodyguard, nona muda itu."

"Menarik, bolehkah saya melakukan sesuatu padanya?" tanya Malvin.

"Silakan."

Malvin bisa melihat senyuman jahat pria paruh baya itu.

~*~

Malvin memarkir mobilnya, seorang penjaga rumah mendekati Malvin.

"Maaf Tuan, tolong jangan parkir di sini." ucap penjaga itu.

"Apa anda tau alamat ini?" tanya Malvin memberikan kertas yang ia pegang.

"Ya ini rumahnya, tapi ada keperluan apa anda di rumah ini?"

Malvin memberikan lembaran yang lain pada penjaga tersebut.

"Saya ingin melamar pekerjaan di sini." Malvin tersenyum untuk meyakinkan bahwa ia layak.

Penjaga tersebut membuka pintu gerbang, dengan cepat, Malvin masuk ke dalam mobil dan masuk ke sebuah rumah. Luar biasa luas di bagian halaman, rumah mewah dicat putih dengan gaya Eropa klasik. Senyum Malvin mengembang, saat ia melihat pelayan wanita yang sibuk menyiram tanaman, ia pun berjalan mendekat, mencoba memegang belakang betis pelayanan wanita tersebut, membuatnya kaget dan meloncat ketakutan, Malvin hanya bisa tertawa.

"Malvin?"

"Hai Sarah, bagaimana kabarmu?"

Sepertinya mereka sudah saling mengenal satu sama lain, itu sebabnya sifat dan sikap Malvin berubah. Ya, Sarah adalah teman SMA Malvin, entah bagaimana mereka saling mengenal, karena itu tidak penting.

"Baik, dan kau?" tanya Sarah kembali.

"Luar biasa." balas Malvin membanggakan diri.

"Ohh...ya, lalu ada keperluan apa kau di sini?" tanya Sarah bertolak pinggang. Namun Malvin tidak mempedulikan, perhatiannya teralihkan oleh wanita yang sedang duduk di balkon lantai dua, Malvin tau, itu adalah targetnya, wanita itu yang seharusnya di bunuh sejak awal, entah apa yang ada di pikiran Malvin sampai-sampai ia harus kerja dua kali begini. Di rumah ini ia harus mengubah suaran dan penampilan, seperti saat dirinya remaja, jas mewah yang membuatnya dewasa kini ia tinggalkan untuk sementara, sampai tugas ini berhasil, Malvin tersenyum.

"Baiklah." ia melambaikan tangannya ke atas.

Melihat itu Sarah tertawa kecil.

"Kenapa?" tanya Malvin berpura-pura terlihat binggung.

"Percuma saja kau melambaikan tangan sampai malam, Nona Vinka tidak akan merespon."

"Tidak? kenapa?"

Malvin membantu Sarah menggulung selang air.

Sarah melihat Nona Vinka.

"Dia buta." ucap Sarah dengan nada sedih.

"Sejak kapan?"

"Sejak lahir."

"Kenapa tidak operasi mata, bukankah jaman semakin canggih?"

"Aku juga tidak tau, dan tidak akan pernah tau."

"SARAH!!."

Seorang remaja wanita mendekati Sarah dengan gaun ditangannya.

"Ya Non Adell?"

"Lihat! lihat ini!! apa yang kau lakukan dengan gaun pesta ku."

Adellia terdiam, menjatuhkan gaun yang ia pegang ke lantai, ia melihat Malvin dengan kagum. Malvin hanya bisa tersenyum manis.

"Sarah siapa dia?" tanya Adellia.

Baru ingin memberitahu, Malvin sudah memberikan selembar kertas pada Adellia. Adellia pun melihat isi kertas tersebut. Terlihat kekecewaan saat ia tau apa yang ditulis di kertas itu.

"Mommy!!" Adellia berlari mencari ibunya.

Sarah mengambil gaun Adellia, untuk mengeceknya.

"Aku jamin, kau akan jadi rebutan di sini." ucap Sarah.

Malvin tersenyum "wah, aku tidak bisa membayangkan nya."

~*~

Malam hari selesai makan malam, Tuan Hans dan keluarganya memperhatikan Malvin, mereka semua berkumpul di ruang tengah.

"Ayah, aku juga mau punya Bodyguard." ucap Adellia memohon.

"Adell, diam, biarkan ayahmu memutuskan."

"Bicarakan tentang dirimu."

"Perkenalkan namaku Malvin, aku lulusan sekolah Genghis, pasti anda sudah pernah mendengarnya."

"Ayah, ijinkan dia menjaga kak Vinka." lagi-lagi Adellia memohon.

Hans memijat keningnya.

"Paman, aku tidak perlu Bodyguard, suruh dia kembali saja, aku bisa menjaga diriku sendiri." ucap Vinka tiba-tiba. Malvin melihat wanita itu.

"Mungkin saja, saat kau mandi, dan pelayan setia mu tidak menemani, mungkin saja ada mata jahat yang memandang tubuhmu." ucap Malvin, membuat Aldo putra paman Hans berkeringat, ia pun memilih keluar dari ruang tengah tersebut.

Dan Vinka terdiam tidak percaya dengan apa yang di ucapkan Malvin barusan. Seluruh keluarga Hans terdiam sama-sama tidak percaya.

avataravatar
Next chapter