1 Pengalaman Pertamaku Menulis Fiksi (#1)

Aku sebenarnya tidak mempunyai bakat dan pengalaman menulis bergaya fiksi. Apalagi yang berkaitan dengan dunia percintaan dua insan.

Selama satu setengah tahun menghuni FB aku hanya bisa menulis realitas sosial remeh temeh yang sedang terjadi disekitarku.

Pernah bersusah payah menulis semalaman, ketika tulisaan selesai dibuat, ternyata tidak ada yang mengkomentari sama sekali.

Padahal sudah puluhan orang yang sudah saya tag. Berharap, paling tidak ada yang klik jempol. Ditunggui sampai satu semingguan tidak jua muncul.

Lantaran aku ini manusia biasa yang juga butuh karyanya diberi apresiasi, miris juga melihat nasib catatan-catatanku tak seperti milik teman-teman yang lain begitu berlimpah dengan komentar dan acungan jempol.

Oke dech, aku harus tahu diri. Harus menyadari kalau aku ini salah satu dari rakyat rendahan yang sok bermain-main didunia maya.

Suatu ketika, entah mengapa, ada keinginan menggebu menuliskan sebuah kisah tentang cinta masa laluku. Perasaan ingin mengurai cerita cinta itu begitu kuat. Aku seperti mendapat dorongan energi lebih diluar kewajaran potensi diri.

Aku sendiri buta menulis dengan model fiksi (cerpen, novel, dll) yang membuat pembacanya hanyut dalam alur ceritanya.

Disampinga buta , aku berpikir ulang untuk membongkar kisah lama dengan gadis itu, sementara statusnya, kabar yang ku dengar ia sudah menikah dan telah mempunyai anak. Tidak etis membongakar hubungan masa lalu dengan orang yang sudah menjadi isteri orang. Ku takutkan si suaminya jadi tahu lalu keharmonisan rumah tangganya jadi retak.

Desakan hasrat menuliskan kisah itu tetap menggebu-gebu.

Terlintas untuk memakai nama dan tempat kejadiannya disamarkan. Toh tak akan kehilangan esensi kisah kasihnya. Dengan demikian aku bisa tetap mengurai masa lalu kisah cintaku, tanpa merusak keharmonisan rumah tangganya.

Ketika jari mulai mengetik, energi yang mengisnpirasi imajinasi malah tidak jalan. Memori yang menampung jejak kenangan bersamanya juga menjadi tertutup.

Aku terdiam linglung didepan komputer yang masih menyala. Sementara dorongan itu masih begitu kuat untuk lekas menuliskan kisahnya.

Cerita cintaku yang menurutku sangat indah dan takkan bisa kudapatkan lagi yang melebihinya.

Masalahnya, kira-kira teman-teman Facebookk respek nggak, ya, dengan tumpahan kisahnya?

Jangan-jangan hanya indah bagiku, tapi norak buat yang lain.

Ah, persetan dengan semuanya. Pokoknya aku harus menumpahkan. Agar, dorongan energi yang meletup-letup itu terbebaskan.

Pokoknya aku kudu ngeluarin semua kisah cintaku yang telah bikin sesak ingatanku.

Aku harus jujur apa adanya, baik nama dan tempat kejadiannya.

Blak-blakan ae lah, biar imajinasi masa lalu dan memori yang menampungnya bisa terbuka kembali.

Tapi kayaknya tidak seru juga bila hasil tulisan kisah cintaku tetap tak ada yang mereaksi.

Antara masih takut dan malu-malu (kuciiing!) mengungkapkannya, pada kisah pertama aku menulisnya dengan judul, "Cinta Adalah Titik Titik".

Dengan isi kalimat yang provakitif seperti ini: " Dengan congkak aku berkata, semua harus tahu, bahwa aku yang bernama saiful Rahman, orang biasa saja, terlahir sebagai anak biasa saja, yang sering diremeh-temehin orang, ternyata. Wow, punya pengalaman cinta bak orang luar biasa dengan cerita yang sangat istimewa."

Kalau memang ternyata masih tak ada yang tertarik mengapresiasinya, aku telah ancang-ancang diri memilih sikap tak peduli.

Pokoknya menulis kisah cintaku, sukur dibaca, lebih bersukur lagi ada yang tertarik, kagum, dan banyak yang mengkoment.

Hemm, ternyata ada 1 orang teman FB bernama Santi isnaya yang terprovokasi bersedia menunggu kisah cintaku selanjutnya.

Susah banget merangkai cerita cinta dua insan kalau tidak biasa nulis fiksi. Tapi mau gimana lagi, si Santi kadung menunggui.

Sementara dorongan dari dalam diri mendesak untuk menguraikannya.

Dengan teramat kepepet, akhirnya, aku memakai metode penulisan fiksi pokoknya menulis dan mengurai apa yang ada didalam memori kenangan.

Sementara itu memori kenanganku masih bingung mau ngeluarin kisah yang mana dulu. Sebab kisah-kisahku begitu melimpah dengan makna berserakan yang masih perlu aku rajut satu persatu.

Aku Butuh waktu lima harian berkonsentrasi merangkai makna-makna yang tercecer dan menyusun ulang dalam kisah yang bisa dipaham oleh orang lain.

Dan hasilnya tulisan cerita cinta terpendamku mengalir juga lewat beranda FBku yang sudah ku publis dengan judul, "Ketika Cinta Berganti Tasbih"

Hihi..Si Santi komentnya mendadak jadi cengeng. Katanya teringat dengan cinta yang dialaminya sendiri.

Lumayan reaksi teman-teman mulai dari yang komen maupun yang ngasih jempol. Ada sekitar 43 orang yang mengkomen dan 10 orangan yang menjempol. Daripada sebelumnya nasib catatanku kebanyakan mati suri.

Alhamdulillah tulisan fiksi cinta perdanaku berhasil mencuri hati teman-teman FBku. Walau bila dibanding dengan postingan tulisan yang populer lainnya, maka, postinganku masih kalah jauh.

Aku teramat bahagia walau hanya segelintir teman yang mengkoment karena yang kurasakan mereka memberinya dengan tulus. Biar ratusan orang yang klik 'like', tapi bila jempolnya pada bauk semua, mending dapat sedikit, tapi bisa mengharumkan kamar pengap hatiku.

Apalagi aku dapat kado koment pujian dari si Uly Giznawati yang sering nulis dikompasiana, dan bila update status jumlahnya yang koment rata-rata diatas 100-an orang.

Pujian itu racunnya hati loh!

Hehe..tapi gak papa deh, walau racunnya hati! Sering-sering kalian muji karyaku ya!

Komentarnya Uly waktu itu begini:l

"...Cerita yang sangat menyentuh Qalbu

religius sekali hingga sang penulis tak mau menduakan cinta Allah, tetapi bukankah selain berhubungan dengan Allah kita juga mesti berhubungan dengan manusia? tanpa untuk mencederai cinta kita pada Yang Maha Tunggal itu? sungguh perenungan yang tajam dalam rangkaian paragraf"

Diakhir tulisan sengaja tidak aku tutup dengan kata tamat. Tetapi bersambung minggu depan.

Duh, pede banget, aku!. Padalah catatan "Ketika Cinta Berganti Tasbih" itu saja ngerangkainya, susahnya minta ampun.

Sengaja ku beri aba-aba bersambung, agar teman-teman bersedia menunggu kisah cinta berikutnya. Lantaran memang masih banyaknya stok kisah cinta yang mustahil bisa dituangkan seluruhnya dalam satu postingan.

Dalam waktu semingguan, aku menepati deadline bersambung yang kujanjikan, aku mempubliskan kisah cinta berikutnya dengan Judul, "Cinta Menuntunku Menembus Batas Gender".

Kali ini koment si Santi begitu mensupport kesahajaan Nining dibalik makna kisahnya dengan komennya yang panjang:

" Mantap Thor... g byk cewek spt nining dunia ini. Kbykn cewek menempatkan cinta setara dgn materi, kedudukan sosial, dan kalo bisa dpt cowok yg bs bikin dia tmbah keren dimata temen2. Saluuut bgt sm Nining, dia liat Saiful, g pake mata mgkn, tp, pake hati!. ini g bermaksud lbh menegaskan ipul adalah org yg ..... hemmm serba pas2n lo, ya!"

Juga, dapat tambahan komen manis dan menginspirasi dari Rei Bangga:

"Hmmm...ceritanya emang Kerbiz, keren abiz...tapi kok masi bersambung? :P Jadiin novel aja mz... :D "

Aku pikir selama ini kata keren banget itu kedudukannya sudah lebih tinggi dari kata keren. Eh, ternyata masih kalah sama Keren habis atau disingkat Kerbis.

Hihi jadi malu sama Rei. Ketahuan kalau si penulisnya masih Jadul dan oot dengan istilah-istilah terkini.

Sejak saat itulah aku hampir setiap hari terbayang akan kisah cinta tanpa memiliki pada Nining Setihari layaknya kembali pada realitas hidup beberapa tahun silam.

Tanpa terasa telah delapan episode cerita yang sudah kupublis dan direspon hangat dan haru biru dalam postingan di berandaku.

Tulisan-tulisan yang bernuansa utopis itu, awalnya memang sebatas menuruti dorongan energi diri yang aneh dan meletup-letup, disamping pula untuk menepati janjiku sendiri yang sedang diitunggu Santi.

Namun berikutnya, pasca postingan "ketika cinta berganti tasbih" terselesaikan dengan tertatih-tatih, sepertinya, gendang telingaku mulai dihembusi oleh bisikan-bisakan suara aneh dan mewujud datang menjadi rasa jiwaku yang aneh tapi nyata.

Seterusnya menguasai ruhku, memerintahku untuk terus menuliskan semua kicah cinta bersama Nining. Tak boleh ada sedikitpun kisah yang tercecer.

Ya sejak saat itulah sosok Nining setiap hari hadir dihadapanku bagai benar-benar nyata saat aku mulai menuliskan kisahnya didepan komputer.

Menjadi aneh banget dan tak bisa kupahami, bila ia tak hadir dihadapanku, aku yang sudah berhadapan dengan komputer itu tak bisa lagi mengurai setiap jejak ceritanya.

Waktu menulis seringnya kulakukan pada tengah malam, saat suasana sudah sunyi di kantor Yayasan Kemanusiaan Kec. Sukorambi-Jember.

Suatu kesunyian yang menghanyutkan kesepian-kesepian hidupku.

Bila nuansa jiwaku sudah demikian maka Nining akan datang dan duduk disebelahku.

Dan mengajak bercengkrama seperti dulu lagi. Tapi bedanya kini kami sudah saling jujur akan rahasia hati masing-masing.

Bila aku mulai kelupaan akan kata-kata yang pernah diucapkannya, maka, Nining membantu mengulang apa saja yang telah dikatakannya padaku.

Aku yang tak berbakat menulis fiksi dengan adanya dia didekatku, jariku menjadi pandai menari-nari dengan merangkai kalimat dengan detail peristiwa demi peristiwa yang kami alami bersama.

Kawan, sekarang aku jadi ingat, mulai dari 'cintaku menembus batas gender sampai cerber yang ke enam, selama tulisan-tulisan itu mengalir, hari-hariku merasa berlimpah dengan kebahagiaan.

Terima kasih buat Niningku, karena legenda bersamamu aku mulai banyak mendapat sahabat-sahabat FB yang peduli dan mau berbagi hati

Walau kita tak pernah bertatap muka langsung, tak masalah bagiku. Aku rasa kemayaan suatu ruang tak menghalangi kenyataan eratnya sebuah jalinan persahabatan.

Dan yang lebih utama dari kebahagiaanku adalah, Nining seringkali hadir menemani kesendirian hidupku tidak saja aku sedang ada didepan komputer mengetik kisahnya. Namun Nining menemaniku dimanapun saat aku sendirian dan merasakan kesepian.

Dengan adanya Nining disisiku, aku menjadi betah dengan kesendrian hidup dalam dunia nyata yang fana ini

Setiap aku selesai membantu kerja mengajar teman-teman Yayasan, selekasnya aku menyingkir mencari ruang kosong.

Bila diwarung kopi sebelah yayasan sedang sepi orang, aku bergegas kesana, menyiapkan sebuah ruang tamu hati, merapikan dua pasang kursi batin untuk tempat percakapannya Nining.

Sambil memesan kopi dan sebatang rokok, aku pun menjadi asik kembali bercengkerama dengannya.

"Yang koment postinganmu kebanyakan, kok cewek semua, sih?" Ujar Nining Protes

"Yah, habis tulisannya kan berkisah tentang cinta, Ning! Biasanya Sinetron cinta yang di TV itu, yang suka kan kaum cewek. Mana ada kaum cowok yang suka dengan cerita cengeng seperti itu, iya kan?"

"Bukan itu maksudnya!" Nining cemberut

"Terus apa dong, say!" Aku menyabarkannya biar tidak ngambek.

Biasanya kalau sudah ngambek, dia bisa-bisa selama dua hari sampai tiga harian tak mau datang lagi kepadaku.

"Gimana yang cowok mau koment bila yang kamu tag kebanyakan kaum cewek. Ya risih lah, cowok ikutan berkomentar di tengah sekian cewek-cewek yang kamu incar itu"

"Aku kan gak berniat seperti itu, Ning. Kamu cemburu ya?"

"Ih, ngapain cemburu. Apalagi pada tiga cewek peng-komen setiamu itu. Dan sok tahu tentang apa cinta itu! Gak level, lah!"

"Jangan ngomong gitu lah, Ning! Mereka tulus banget kok. Itu keluar dari hati nuraninya"

"Minggu depan, cowok yang ditag harus lebih banyak dari ceweknya. Awas kalau nggak!"

"Iya, ya! Entar cowok semua dech yang aku tag!"

"Huh, nyebelin kamu"

Lalu Nining berlalu begitu saja dan menghilang, berbarengan dengan teman nyataku yang datang menghampiriku.

Bila sudah ngambek begitu. Nining tak kan datang lagi selama dua hari sampai tiga hari.

Begitulah kawan. Selama kurang lebih 1 bulan setengah hari-hariku menjadi seperti berada dalam dunia masa lalu, saat awal aku dan Nining mulai saling mengenal sampai akrab dan sampai aku mencintainya dengan teramat sangat.

Yah, kesendirianku kini telah menjadikan diri sebagai manusia yang hidup pada masa lalu dalam tubuh yang berdiri diatas masa kini.

Seperti yang telah kubilang tadi, justru aku menjadi teramat bahagia dengan keadaan seperti itu. Dan satu lagi, hidupku merasa tidak sepi karena Nining sering hadir menemani kesengsaraan hari-hari ku.

Emak-emak yang aku sayangi, mohon hal itu jangan dimaknai aku sedang masuk pada fase awal kegilaan. Biar tidak semakin mencabik-cabik perasaanku. Walau pun aku sendiri tak keberatan dan membantahnya sedikitpun.

Awas loh, ya! Jangan bilang aku sudah mulai gila, ya?

Sejak tulisan yang kedua berjudul "Cinta Menuntunku Menembus Batas Gender" dimulai, hampir di tiap hariku yang sepi dan malam-malam sunyiku, Nining akan selalu bercengkerama denganku.

Walaupun aku tak memintanya untuk ditemani, ia akan datang dengan sendirinya. Kecuali, aku sedang membantu mengajar sekolah yayasan, berinteraksi dengan teman-teman, atau saat aku sibuk, pasti ia tahu diri dan tidak mau ada disampingku.

Nining begitu baik banget, Mak!

Mau tahu puisiku yang pernah aku persembahkan buat Nining, Mak?

Sebuah puisi berjudul 'Tidur' yang dulu aku pajang di mading kampus, dan membuat Nining terpingkal-pimgal membacanya.

*******

Tidur

Aku ingin tidur

Mataku capek melihatnya

Tubuhku lelah merasakannya

Aku hanya ingin tidur dan tertidur

Buat apa bangun, jika bangun membuat aku hanya ingin tidur

Aku hanya ingin tidur dan tertidur

Buat apa bangun jika bangun membuat mataku selalu minta tidur

Aku hanya ingin tertidur

Dengan tertidur aku bisa bermimpi inda

Dengan tertidur aku tidak resah

Tidur membuat mataku tak berdosa

Tidur membuat hati dan pikiran terasa

Tidur lagi, ah!

Mimpi lagi, ah!

Created By: Saiful Rahman, Jember, 5 Nofember)

=========>>>>

Yah, begitulah, Mak. Selama aku menuliskan kisahku dengan Ninijg, satu setengah bulanan jarum jam hidupku menjadi berputar pada masa lalu persis seperti aku sedang mengalami dengan sangat nyata akan cinta tanpa memilikinya selama tiga tahunan.

Padahal sebelum menjadi penulis cerita kisahnya yang bersambung, Nining sudah aku buang pada kotak sampah kenangan. Tertumpuk oleh pengalaman-pengalaman baru selama 8 tahunan.

Selama itu pula, aku tak pernah berjumpa atau pun ingin menjumpainya.

Hanya dapat kabar dari temanku 3 tahun yang lalu kalau Nining sudah menikah dengan anak Akmil (Akademi Militer) yang dulu tak pernah dicintainya itu. Ia telah punya seorang anak laki-laki. Dan kabar terakhir yang ku dengar dari mulut temanku itu, bahwa, Nining mengalami kondisi depresi berat.

Katanya dia lagi, Nining sering membentur-benturkan kepalanya sendiri ke tembok.

Bersambung....

avataravatar
Next chapter