14 JERITAN SEORANG ISTRI

WN bab 14

Episode sebelumnya.

Di kedai makanan siap saji. Ditengah kenikmatan menyantap semangkuk mie panjang hangat tiba-tiba sesuatu telah mengganggu pendengaran Zhuge Liying.

"Jangan pergi! Kumohon jangan tinggalkan aku!" Suara seorang wanita dengan lirih. Suaranya begitu lembut ketika didengar, seperti seorang wanita yang sedang memohon kepada seseorang. Namun, orang tersebut tidak mau menerima dirinya.

"Jika kau pergi bagaimana dengan anak yang kukandung ini!" Memohon belas kasihan, tetapi memang orang tersebut sudah tidak mau lagi menerima dirinya.

"Ah! Aku tidak peduli dengan anak itu!" Membentak jawabannya begitu kasar ketika ddengar.

"Jika pun dia lahir aku tidaka akan menganggapnya sebagai anakku!" Menentang keras bernada tinggi.

Ini terdengar dari ujung sana. Suara dengan kata-kata ini mengganggu pendengaran Zhuge Liying, hingga dia berhenti makan.

***

BRUK ...

Diletakkannya kedua sumpit tersebut ke atas meja dengan kasar. Sangat geram, Zhuge Liying berdiri dari kursi panjang yang di dudukinya. Marah! Dia ingin segera beranjak pergi meninggalkan kedai makanan siap saji yang baru disinggahi itu.

"Kau ingin pergi kemana?" Yue Yi bertanya dengan heran. Kepergian Zhuge Liying sangat mendadak, membuatnya beranya-tanya.

Raut wajah Zhuge Liying begitu marah memerah seakan-akan dia ingin menerkam seseorang. Yue Yi memperhatikan sikap Zhuge Liying yang berubah 380 derajat dari sebelumnya.

Tidak ada angin atau hujan. Mengapa sikapnya berubah cepat seperti itu? pikir Yue Yi dengan bingung.

" Kau ingin kemana?" lanjutnya bertanya kembali. Meraih tangan Zhuge Liying, tetapi kakak satu perguruannya itu malah menghempaskannya.

"Hei! Zhuge Liying!" Tidak ada kata sopan ketika sedang kesal. Yue Yi memanggilnya dengan nama asli saja.

TUK ..

TUK ..

Berjalan gagah tanpa berkata atau mendengarkan perkataan dari temannya. Tidak berucap atau bertutur, yang ada hanya memandang tajam dengan satu titik pandangan yaitu ke depan. Itulah Zhuge Liying.

"Hei tunggu aku!" panggilnya yang tergesah-gesah.

"Nyonya ini uangnya!"

Yue Yi menaruhbeberapa koin perak sebagai bayaran atas dua mangkuk mie panjang hangat tadi, di meja.

"Liying!" teriaknya memanggil dan mencoba untuk mengejar Zhuge Liying yang sudah menghilang dengan cepat itu.

Tergesah-gesah dan terburu-buru Yue Yi dengan bersusah payah mencoba untuk beranjak pergi dari tempat itu. Dilewatinya kursi panjang itu lalu pergi tanpa salam.

"Terima kasih, Nona!" Nyonya berteriak untuk Zhuge Liying dan Yue.

Dia mengambil koin yang ada di meja kedainya. Diterima dengan senang hati. Doa koin perak yang sangat berharga.

****

Zhuge Liying sampai di tempat asal suara yang mengganggu tadu. Terjadi sedikit keributan di sana. Banyak orang berkerumun menyaksikan pertengkaran dua manusia egois.

Zhuge Liying terbelalak, memandang seorang wanita dewasa tengah duduk tersungkur di jalan, kondisinya yang sedang hamil besar. Wanita itu sudah sangat kotar pakaiannya juga tampak kotor dan berdebu.

Rambut panjangnya tidak tertata rapi seperti kebanyakan para wanita lainnya. Dia sedang menangis terisak di bawah sana, menjadi tontonan banyak orang.

"Kumohon jangan pergi! Jika kau pergi bagaimana dengan anak yang sedang kkandung ini ... Hiks, " tangisnya yang terisak sambil terduduk dan memohon di bawah kaki seorang laki-laki yang mungkin adalah suaminya.

"Lepaskan kaki ku!" Pria itu menghentakkan kakinya. Bahkan dia sangat kasar mendorok wanita dengan kondisi hamil besar dengan kaki.

Ditendang pula bagian perut yang berisikan nyawa manusia itu.

Aaau!!!

Wanita itu berteriak kesakitan. Bukan hanya dia yang sakit, mungkin anak yang ada di dalam rahimnya ikut merasakan guncangan, dan sentakan itu.

"Ah! Aku tidak peduli dengan anak itu! Jika pun dia lahir aku tidak akan mengakuinya sebagai anakku!" Membentak kasar di depan banyak orang tanpa ada rasa malu.

Panas, marah dan berapi-api. Zhuge Liying mengepalkan kedua tangannya. Menggerang dirinya di tengah-tengah banyak orang.

Seorang laki-laki seperti apa yang tega memperlakukan istrinya seperti hewan di depan banyak orang? Bukan hanya itu. Pria itu bahkan tidak akan peduli dengan buah hati yang ada di dalam perut istrinya.

Mengapa laki-laki itu begitu kejam, di mana hati nuraninya? Apa dia sudah mati karrna rasa belas kasihnya terhadap seorang wanita sudah tidak ada?

Zhuge Liying tak akan pandang bulu pada siapapun. Kepada orang yang telah memperlakukan manusia seperti hewan, berarti dirinya siap untuk menemui ajalnya.

Zhuge Liying yang berdiri cukup jauh dari sana tidak mau ambil diam dengan pristiwa ini. Dia tidak mau seorang wanita ditindas seperti itu dihadapan orang banyak.

"Hei Tuan!" Meneriaki laki-laki itu. Pria yang ak bertanggung jawab itu ingin pergi. Sebelum dia jauh Zhuge Liying telah menghentikan dirinya.

"Ada apa Nona?" tanya balik pria tersebut.

Pria itu memandang kesal ketika diteriaki oleh Zhuge Liying wanita yang berpenampilan seperti pendekar yang berdiri cukup jauh di sana.

"Hiks ..."

Sedangkan wanita dewasa yang tengah hamil tua itu hanya dapat menangis terisak tersedu-sedu ketika melihat suaminya yang jahat itu, sedang di tegur oleh seorang gadis muda yang berdandan seperti seorang pendekar.

"Minta maaflah pada istrimu!" pinta Zhuge Liying secara baik-baik, dengan batas kewajaran layaknya orang biasa.

"Cih!" Pria itu membuang salivah ke tanah, "Tidak. Diriku tidak akan meminta maaf atau memgakui anak yang ada di dalam kandungannya itu. Dia bukanlah istriku, dan yang ada di rahimnya bukan anakku!"

"Aku adalah seorang pendekar" Dia membusungka tinggi-tinggi dadanya, menganggat wajahnya. Berlagak sombong di depan Zhuge Liying dan yang lainnya.

"Pantang bagitu memintamaaf pada seorang wanita lemah seperti dirinya! Kotor dan hina. Aku merasa sesak sekarang!" Teriakan kerasnya menentang permintaan ringan dari Zhuge Liying.

Jari telunjuknya menunjuk tegak pada wanita yang sudah tidak berdaya itu, lemah dan penuh kotoran di pakaiannya.

Menyombongkan diri dengan membawa nama pendekar. Pendekar yang seperti apa, yang sudah meremehkan martabat seorang wanita? Pantaskah seorang pendekar yang seharusnya melindungi masyarakat, sekarang berbalik menghina dan mempermalukan wanita di depan banyak orang?

Kesal, marah dan memandang jijik. Sama saja ini penghinaan bagi Zhuge Liying yang menyandang sebagai pendekar dari dataran timur.

"Jadi kau tidak mau meminta maaf? Dia sangat sombong. Biar aku tunjukan seperti apa pendejar itu!"

Semua orang menjadi penonton di tempat itu. Tidak ada satupun yang berbicar atau mererai pertengkaran antara Zhuge Liying dengan pria itu. Membisu bagaikan patung yang terpajang di depan pintu rumah.

"Baiklah. Jika kau memaksa. Aku akan mengirim dirimu ke alam baka!"

"Aku akan membunuhmu!" seriusnya, "Yaaaa!!!" Teriakan kemarahan.

Demi mencapai target, Zhuge Liying berlari mendatangi pria itu. Pedangnya sudah mengayun secara zig-zag. Pria itu terbelalak. Tidak ada bekal apa-apa darinya. Kendati dia mengaku dan berlaak layaknya seorang pendekar hebat.

"Zhuge Liying!" Yue Yi datang, memanggil mencoba menghentikan Zhuge Liying. Sayang itu terlambat.

"Yaaaa!" Marah, menuntut pembalasan.

Menjijikan, tidak pantas pria seperti dia disebut sebagai pendekar. Murahan, itu yang tergambar dari emosi Zhuge Liying sekarang.

Satu kali ayunan pedang, pria itu langsung pergi ke alam baka. Tubuhnya ambruk tersungkur di tanah.

Zhuge Liying berdiri membelakangi pria itu. Pedangnya terhunus ke atas. Dengan satu genggaman tangan kiri dia memgangnya.

Satu lagi. Benda tajam miliknya memakan korban. Pria sombong dengan kepala mengangkat itu tidak akan bisa lagi berbicara omong kosong di depan banyak orang. Atau dia tak akan meremehkan seorang wanita, seperti yang telag dia lakukan kepada istrinya sendiri.

Tidak ada satu tetes darah yang mengalir dari tubuhnya. Zhuge Liying melakukannya dengan bersih hingga tidak ada yang tahu bahwa Ia menjadi korban ketjaman ayunan pedang, dari pendekar dari negeri sebrang itu.

"Apa yang kau lakukan?" tanya Yue Yi.

Cemasnya, kali ini Zhuge Liying tidak bisa mengendalikan amarahnya lagi. Yue Yi berjalan cepat dari kejauhan menuju Zhuge Liying.

Napas mengebu-gebu. Setiap kali merasa marah, maka Zhuge Liying seperti seseorang yang tak memiliki hati. Meski sebenarnya dia gadis yang baik dan sopan.

"Tenangkan dirimu! Kendalikanlah amarahmu itu!" Yue Yi menyentuh hangat tangan kanan Zhuge Liying yang masih menggenggam erat pedangnya.

"Kau dan aku sedang berada di Negeri orang." Dia mengingatkan Zhuge Liying seperti sebuah alaram.

"Ayah berpesan untuk tidak membuat ulah atau kekacauan di tempat asing, itu akan membuatmu akan masuk ke dalam masalah. Tentu kau mengingatnya, bukan?"

Zhuge Liying jelas memiliki ingatan yang baik. Nasihat maupun pesan dari gurunya sudah tentu dirinya jaga benar-benar dalam benak dan hatinya.

Tidak ingin mengecewakan guru, adalah proritas bagi Zhuge Liying.

"Pendekar itu sangat hebat. Apa dia orang baru di sini? Sepertinya aku belum pernah melihat dia. Darimana asalnya?"

Semua orang menggunjing, membicarakan Zhuge Liying. Ada yang berbisik sesama dan ada juga yang memandng ngeri Zhuge Liying. Jelas penyebabnya jurus pedang yang dipertontonkan Zhuge Liying sangat hebat. Beda dengan yang sudah ada.

"Nona muda!" Rintih wanita yang hamil besar itu.

"Apa yang kau telah lakukan pada suamku ini?" bertanya memelas pada Zhuge Liying. Dia duduk tersungkur sembari memangku kepala suaminya dalam dekapan.

"Bagaimana dengan kehidupanku nanti? Lalu, bagaimana dengan nasib anak yang sedang kukandung ini? Jika dia terlahir ke dunia, maka dia akan menjadi yatim, tanpa ayah."

Sangat pilu memangnya. Di usia kandungan yang sudah besar tentu saja kebutuhan untuk melahirkan sudah harus dipersiapkan.

Bagaimana dengan biaya ini dan itu kelak, jika seseorang yang menjadi pencari nafkah suadah tiada?

Belum lagi pertanyaan seorang anak yang kemungkinan akan mempertanyakan di mana ayahnya, dan seperti apa rupanya, ketika dia sudah besar nanti? Hanya menjawab apa wanita itu jika pertanyaan tersebut muncul?

Zhuge Liying juga seorang wanita. Setiap wanita pastinya memiliki rasa kasih sayang yang lebih besar, dan memahami satu sama lain.

"Ambil itu!"

Zhuge Liying melemparkan sebuah kantung kecil berwarna coklat pada wanita yang suaminya baru saja tiada itu.

"Jika hidupmu tidak berfoya-foya, maka itu cukup untuk memenuhi kebutuhanmu sampai anakmu lahir nanti," lanjut dia berpesan.

"Suamimu itu tidak bisa bertanggung jawab, maka dia tidak pantas untuk hidup. Pria seperti dia tidak akan bisa bertanggung jawab dengan kehidupannya sendiri. Jangan kau tangisi dia. Dia hanya akan hidup dengan kesombongannya saja, tanpa perlu memperdulikan sekitarnya," tegasnya kembali.

Diterima kantung kecil yang berisikan beberapa koin emas tersebut. Wanita dewasa itu tidak dapat berkata apa-apa. Satu kantung emas memang sudah cukup untuk menghidupi kebutuhannya selama dua atau tiga tahun kedepan.

Tanpa berucap lagi. Zhuge Liying segera meninggalkan kedua orang tersebut. Dia meberobos kumpulan orang yang tengah mengelilingi dirinya di sana.

Zhuge Liying sudah terbebas dari banyak orang. Dia tak menyesali atau merasa bersalah karena sudah membunuh pria itu.

Sekarang belum diketahui tujuan selanjutnya.

"Kakak pertama!" Yue Yi memanggil, sembari berlari mengejar.

Kemana tujuan selanjutnya?

avataravatar
Next chapter