13 PERGI BERKENCAN

Rawnie memakai lipstik berwarna pink senada dengan rok yang ia kenakan saat itu. Memakai kaos putih polos dengan rok mini serta dandanan yang bisa dibilang sangat natural membuat dirinya terlihat lebih muda dari biasanya.

"Cantik sekali, pasti kau mau berkencang dengan seorang pria ya?" goda Harsya yang sedang melipat selimut.

"Aku kan memang selalu terlihat cantik ... setiap hari."

Harsya melirik Rawnie yang sedikit tertawa mengejek kepadanya. "Iya Rawnie aku tau kau memiliki kecantikan yang paripurna."

Rawnie menarik ujung bibirnya. "Kau selalu bisa membuatku tersenyum seperti ini."

"Aku kan memang selalu mengalah denganmu, bukan karena aku takut, tapi karena kau cengeng."

"Enak saja, aku tidak seperti itu!" sangkal Rawnie.

Harsya berjalan menghampiri Rawnie. Membantu wanita itu memasang kalung pada lehernya.

"Jadi kau akan pergi dengan siapa?"

"Frey," jawab Rawnie apa adanya.

Melihat wajah Harsya yang menahan senyum membuat Rawnie berdecak. "Ck, kenapa kau senyum-senyum seperti itu?"

"Tersenyum? tidak. Padahal sejak tadi aku hanya menampakkan wajahku seperti biasa."

"Terserah apa katamu. Aku pergi dulu ya!" Rawnie memungut tas nya di atas meja sebelum benar-benar meninggalkan kamarnya.

Rawnie menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Dia hampir lupa dengan janjinya kembali, namun untungnya Frey mengirimkan pesan pengingat kepadanya. Sekarang pria itu sudah menunggu dirinya di halaman mansion miliknya.

"Pagi Frey! Maaf membuat mu menunggu terlalu lama," ucap Rawnie pertama kali saat dirinya sampai di sana.

Frey membuka jendela mobil yang awalnya hanya terbuka setengah saja. "Tidak apa, sudah biasa."

Rawnie hanya manggut-manggut. "Ya sudah, ayo berangkat!" ajaknya.

"Tunggu dulu!" cegah Frey saat Rawnie hendak berjalan menuju pintu mobil sisi kiri.

Frey turun dari mobilnya kemudian berjalan ke sisi kiri. Membukakan pintu untuk Rawnie masuk.

"Silakan masuk nona Rawnie," katanya meniru gaya para pelayan.

"Aku menjadi merasa sangat spesial saat ini," ujarnya diakhir dengan tawa kecil.

Rawnie berlalu memasuki mobil, begitupun dengan Frey yang kembali masuk ke dalam mobilnya.

Apa dia pacaranya? gumam seorang pria dibalik jendela yang sedari tadi mengamati mereka berdua.

Rawnie membiarkan kepalanya menyandar pada kaca mobil. Mengalihkan pandangannya ke arah luar sembari menikmati perjalanan. Beberapa saat kemudian ia mulai masuk ke dalam alam bawah sadar, memikirkan beberapa hal yang akhir-akhir ini mengintari otaknya. Sekelibat ia mengingat perlakuannya selama ini kepada Ansel. Jika dipikir hal itu sangat melelahkan baginya, bahkan disetiap hari dia terlalu banyak emosi menghadapi pria itu. Mungkin jika Rawnie memiliki darah tinggi nyawanya bisa terancam ketika terlalu sering berhadapan dengan Ansel.

Sekelebat wajah pria itu terbayang jelas dalam dirinya. Seketika membuat dirinya memutar waktu ketika saling berhadapan tadi.

"Astaga kau gila Rawnie! Lupakan dia lupakan!" Rawnie mencoba menyadarkan dirinya sendiri.

"Hey ada apa?" Frey memegang sebelah pundak wanita itu.

Ia hanya menggelengkan kepala. Memang tidak akan mungkin baginya untuk berkata jujur kepada Frey tentang apa yang dia pikirkan tadi.

"Oh itu a-aku ... mengingat adegan horor yang kutonton semalam," alibi Rawnie.

Frey menyentil pelan dahi Rawnie membuatnya mengaduh pelan. "Jika kau takut seharusnya kau tidak menontonnya."

"Hm, tapikan film itu bagus."

"Suka hatimu saja Rawnie," pasrah Frey dengan jawaban wanita tersebut.

"Frey," cicit Rawnie pelan.

Pria itu hanya menoleh menaikan sebelah alisnya. "Aku izin menyalakan musik yah, agar tidak terlalu hening dan membosankan."

"Silakan, biasanya kau juga langsung memainkan tanpa seizin ku." Rawnie hanya meringis menanggapinya.

Setelah musik mulai berjalan, Rawnie tidak lagi termenung dan tertarik pada alam bawah sadarnya. Ia sengaja ikut bersenandung kecil melantunkan setiap lirik lagu yang ia putar. Beberapa kali Frey mencuri pandang, nampaknya ia menyukai suara lembut wanita itu.

"Rawnie." Giliran Frey yang memanggil namanya terlebih dahulu.

Wanita itu berhenti bernyanyi. "Ada apa?"

"Kau terlihat lucu dan menggemaskan hari ini," jujurnya.

Wanita itu tersenyum simpul. "Kau orang kedua yang memujiku hari ini."

"Benarkah? Lalu siapa orang pertama yang memuji dirimu?"

"Harsya."

"Oh dia, untung saja bukan pria lain."

"Hah?" tanya Rawnie sedikit membuka mulut.

Rasanya Frey ingin menghilangkan jejak saat ini juga. Mulutnya sama sekali tidak bisa diajak kompromi saat ini. "Tidak Rawnie lupakan saja."

***

"Wah luas juga!" girang wanita itu saat baru sampai pada toko bunga.

"Bunganya terlihat sangat indah dan menarik ya?" tanya Ansel.

"Iya, astaga aku jadi menginginkan semua bunga itu." Mata binar Rawnie tidak berbohong jika dirinya cukup senang saat melihatnya.

"Selamat pagi, apakah ada yang bisa saya bantu carikan?" tanya seorang pekerja di sana yang tiba-tiba menghampiri mereka berdua.

"Saya sedang mencari bibit bunga pentris, apakah persediaan di toko ini ada?"

Pekerja itu mengangguk. "Masih ada beberapa stok. Tunggu sebentar, saya akan mencarinya untuk anda."

Frey mengangguk kemudian mengajak Rawnie untuk ikut bergabung duduk dengannya.

"Apa cukup sulit untuk menemui bibit bunga yang ingin kau beli itu?"

"Iya, tapi untungnya toko ini menyediakan jadi kita tidak perlu mencari-cari di toko lain."

"Berterimakasih lah kepadaku," ucap Rawnie.

Frey mengernyit tidak paham. "Memang kenapa aku harus berterimakasih denganmu?"

"Ya kalau kau tidak mengajak diriku hari ini mungkin saja kau tidak bisa menemukan bibit bunga itu. Kemarin waktu tidak ada aku kau tidak bisa menemukannya 'kan?"

Dengusan kesal tampak terdengar dari Frey. "Itu karena aku terlalu lama mencarimu sehingga tidak sempat untuk mendatangi toko ini." Rawnie sedikit tergelak mendengar penjelasan pria itu.

"Frey, tolong fotokan aku di sana." Rawnie menunjuk pada sekumpulan bunga matahari.

"Ayok!" ajaknya membuat Rawnie dengan semangat berdiri.

Tanpa pikir panjang Rawnie menarik pergelangan tangannya. Hal yang tiba-tiba itu berhasil menarik sudut bibir pria itu. Jarang sekali Frey mendapatkan perlakuan seperti ini. Hari ini sepertinya akan terasa begitu manis karena dia bisa menghabiskan banyak waktu bersama dengan Rawnie.

Frey mengarahkan lensa ke arah Rawnie yang sedang berpose di dekat bunga matahari.

Cekrek

Frey melihat hasil gambar yang diambilnya, namun baru sejenak Rawnie sudah datang untuk merebutnya. "Coba liat!"

"Wow ternyata kau pandai juga menjadi seorang fotografer."

"Semua hal bisa aku lakukan Rawnie," ujarnya menyombongkan diri.

Rawnie menepuk pundak pria itu. "Kau memang yang terbaik, tapi kurasa ada satu hal yang tidak bisa kau lakukan."

"Apa?"

"Menaklukkan hati wanita."

"Mungkin aku memang sangat lemah akan hal itu. Tapi jika kau mengijinkan maka aku akan mencoba menaklukkan hatimu."

Raut wajah wanita itu seketika berubah. "Maksudmu?"

"Tidak Rawnie aku hanya bercanda," ucapnya diakhiri dengan kekehan.

Rawnie mengangguk paham. "Ah aku sudah menebaknya jika kau hanya bercanda tadi. Ya sudah ayo kita kembali, siapa tau dia sudah menemukan bibit bunga untukmu."

Frey berjalan dibelakang Rawnie, membiarkan wanita itu berjalan lebih dulu di depannya.

Kenapa sulit sekali untuk mengatakan hal yang sebenarnya.

avataravatar
Next chapter