1 Masa SMA

"Woi... jangan lari kalian...!"

Seorang remaja berkulit sawo matang dan memakai seragam salah satu SMA swasta di kota kecil terlihat berlari sambil menenteng sebatang kayu seukuran pemukul bisbol. Di belakangnya sekitar 50 meteran, belasan remaja seumuran dengan remaja di depan tadi juga ikut berlari kencang.

"Hei Al jangan maju sendirian, tunggu kami...!" Teriak seorang remaja lelaki yang menenteng sepotong dahan kayu di tangan kanannya. Peluh terlihat membasahi baju seragam yang di kenakannya sehingga baju dalam yang dia pakai terpampang jelas.

"Ardy, Gatot, ayo kita susul dia! Bisa mampus tu Al kalo sampe dijebak sama anak STM." Lanjutnya sambil teriak.

Dua remaja yang disebut tadi mengangguk sambil terus berlari kencang menyusul Ando yang memberi mereka perintah.

Sementara itu Al yang tadi berlari paling depan sekarang sudah berhadapan dengan belasan remaja yang memakai seragam STM. Nafasnya terengah-engah putus nyambung senin kamis tak beraturan. Pandangan matanya menatap lurus ke depan memancarkan kebencian yang dalam. Ya, kebencian akan pembalasan dendam.

Satu minggu yang lalu, salah satu temannya yang bernama Lubis dikeroyok habis-habisan oleh anak anak STM yang sekarang berada di depannya. Saat itu Lubis dijebak dengan sebuah undangan palsu, ajakan bertemu menggunakan jasa seorang murid wanita dari SMA lain. Dasar si Lubis mata keranjang, begitu tahu yang mengajaknya bertemu sesosok wanita cantik, dia langsung aja bereaksi tanpa rundingan dulu dengan teman-temannya. Alhasil, Lubis pun masuk UGD karena gegar otak ringan.

Dia di jadikan sansak hidup dan bulan-bulanan anak STM

"Kalian memang pengecut. Percuma dulu kalian sunat kalau beraninya main keroyok...!" Al berteriak memancing emosi gerombolan anak STM di depannya.

"Emang gue pikirin. Udah untung temen lu kaga kita mampusin kemarin." Seringai lebar terlihat dari bibir pemuda berkepala botak.

Tak berapa lama, belasan teman Al Sampai di tempat tersebut. Mereka mengambil posisi di samping pemuda yang terkenal tidak punya rasa takut dan solidaritas tinggi tersebut.

"Sekarang posisi kita imbang, akan kubalaskan perlakuan kalian kepada Lubis. Kalian sudah siap?" Al mengambil ancang - ancang untuk menyerang. Dia menoleh sebentar kepada teman-temannya yang berada di sampingnya.

Semua anak SMA swasta di tempat itu hanya menjawab dengan anggukan kepala.

"Seraang...!"

Al berteriak memberi komando.

Tawuran pun tak terhindarkan. Bak perang antar kerajaan, tawuran tersebut berlangsung dengan seru. Pukulan, tendangan dan tebasan alat yang mereka pakai silih berganti menerpa siapapun yang sedang terlibat tawuran tersebut.

Al yang sedari awal mengincar pemuda berkepala botak yang juga pemimpin siswa STM, langsung bergerak bagai banteng terluka. Dia tidak peduli dengan pukulan yang sudah mendarat di tubuhnya. Tujuannya hanya satu, menghajar pemimpinnya, maka anak buahnya akan keder juga.

Akhirnya Al dan si botak mendapat kesempatan bertarung satu lawan satu.

Si botak lebih dahulu menyerang dengan berusaha mendaratkan pukulannya di wajah Al, Namun dengan lihainya Al bisa menghindari pukulan si botak.

Berbekal pelajaran bela diri yang digelutinya bertahun-tahun, secara tidak langsung pertahanan dan refleks Al sudah terasah dengan baik.

Si botak kembali menyerang dengan kaki dan tangannya, pukulan dan tendangan ngawurnya cuma menerpa tempat kosong. Hanya berbekal mental berani saja jelas bukan lawan yang seimbang bagi Al yang kurang satu tingkatan lagi mencapai ban hitam.

Tendangan T yang mengarah perut si botak membuatnya terhuyung. Belum sempat menstabilkan tubuhnya, Al menyerang kakinya dengan tendangan gunting yang membuatnya terbanting keras.

Si botak meringis menahan sakit di tubuhnya yang remuk redam. Matanya menatap Al yang berdiri di depannya dengan mata merah seolah siap mencabik-cabik dirinya.

"Berdirilah, aku tidak suka melawan orang yang sudah jatuh. Buktikan kalau kau lelaki sejati. Berdiri...!"

Si botak bangkit dengan sisa - sisa tenaganya. Rasa sakit tidak dihiraukannya lagi, karena baginya, rasa sakit adalah candu yang membuatnya selalu ingin bertarung.

Pemimpin Siswa STM tersebut kemudian kembali menyerang, namun tiba-tiba pandangan matanya kabur dan jatuh menghempas bumi karena kepalanya terkena dengan telak oleh tendangan putar yang dilancarkan Al.

"Berhenti...!"

"Pemimpin kalian sudah terkapar, siapa yang ingin bernasib sama dengannya maju sini....!"

Suara Al yang menggelegar membuat tawuran yang berlangsung seru langsung terhenti. Semua yang terlibat tawuran sontak melihat si botak yang sedang tengkurap dan pingsan.

Rasa takut langsung menjalar ke setiap nadi siswa STM begitu melihat pemimpin mereka sudah mencium bumi tidak berdaya. Bagi mereka, si botak adalah simbol kekuatan anak STM. Jika si botak sudah kalah, berarti mereka kalah juga. Serentak mereka mundur dan melepaskan senjata yang ada di tangan mereka.

Teman-teman Al berusaha memanfaatkan kesempatan itu dengan menghajar siswa STM yang telah membuat teman mereka masuk UGD, namun bentakan Al membuat mereka mengurungkan niatnya.

"Sudah biarkan... kita bukan pengecut seperti mereka yang suka main keroyokan."

"Untuk kalian semua, yang tidak terima dengan kekalahan kalian hari ini, aku siap menerima tantangan kalian one by one."

Tatapan mata tajam Al membuat siswa STM bergidik ngeri.

Mereka pun akhirnya menyatakan diri telah kalah dan berjanji tidak akan mengganggu siswa SMA swasta dimana Al dan teman-temannya bersekolah.

Al dan teman-temannya kemudian balik dan berkumpul di rumah Ando yang memang kosong, karena orang tuanya bekerja di luar pulau. Mereka membersihkan diri dan juga berganti baju, karena bau keringat sudah menyerbak bagaikan parfum yang hendak membius semua orang yang menghisapnya.

"Faiz, Jey, bagaimana keadaan kalian berdua?"

"Aku tidak apa-apa Al, benjol seperti ini sudah biasa buatku." Ujar Faiz sambil meringis menunjukkan gigi depannya yang hilang satu bekas tawuran melawan siswa STM juga dahulu.

"Aku juga tidak apa apa bos."

Jey menimpali.

"Sehabis ini kita jenguk Lubis di rumah sakit. Barusan Lina ngabari kalau masa kritis Lubis sudah usai dan sekarang di pindah ke kamar inap." Ucap Al lalu menyeruput kopi susu yang mereka pesan dari warung kopi sebelah rumah Ando.

Satu jam berlalu, setelah adzan Ashar berkumandang, rombongan Al berangkat menuju rumah sakit swasta dimana Lubis sedang dirawat.

"Kita sudah balaskan perbuatan mereka Bro. Al menghajar si botak sampai pingsan dan anak buahnya menyerah kalah." Ujar Yudi bersemangat.

Lubis tersenyum tipis melihat solidaritas teman-temannya. Dia belum bisa tertawa lepas karena rasa sakit masih dia rasakan. Namun, berita gembira yang dia dengar kali ini sedikit banyak membuat rasa dendamnya berkurang.

Angela, pacar Lubis yang beberapa hari ini setia menunggui di rumah sakit selepas pulang sekolah hanya mendengarkan obrolan ringan diantara mereka. Sesekali bibirnya ikut tersenyum ketika Al menggodanya terkait hubungannya dengan Lubis.

avataravatar
Next chapter