webnovel

Terkapar

Gemericik aliran air sungai terasa begitu dingin menyentuh kulit wajah seorang pria yang kini tengah terkapar di tepinya.

Pria muda berwajah blasteran itu, saat ini sedang tidak sadarkan diri. Sekujur tubuhnya yang dipenuhi luka, lebam, dan pakaian yang terkoyak, membuat pria itu tampak seperti seseorang yang sudah tidak lagi bernapas.

Dengan posisinya yang tengkurap, tidak menghalangi sinar matahari untuk memberikan kehangatan pagi kepadanya. Semakin dirasakan, semakin hangat bahkan semakin panas menyengat luka-luka pada tubuh pria muda itu.

"Dia masih bernapas!"

Suara seorang pria terdengar sayup di telinga pria muda yang sedang terkapar itu. Tubuhnya pun terasa digoncangkan oleh seseorang. Namun, dia sama sekali tidak bisa merespon apa pun. Tubuhnya terasa tanpa tulang agar bisa mengikuti perintah otaknya untuk mulai bergerak.

"Sebaiknya kita segera bawa dia ke rumah sakit terdekat. Pria ini masih hidup. Jadi, jangan sampai terlambat, kita harus menyelamatkannya!" seru seorang pria bersuara berat.

Pria muda dengan wajah blasteran dan hidungnya yang begitu runcing itu, merasakan bahwa tubuhnya diangkut dan berpindah mengikuti langkah dari orang yang sedang membawanya saat ini.

Dia sama sekali tidak bisa membuka kedua matanya. Meskipun tengah kehilangan kesadaran, tapi otaknya tetap memberikan perintah kepada instingnya untuk tetap mawas diri terhadap situasi.

"Apa kamu menemukan kartu identitasnya?" Suara pria yang begitu berat terdengar. Jika dipindai, kemungkinan pria itu berumur sekitar lima puluh tahun ke atas.

"Beruntunglah kita, karena ternyata dompet pria ini masih ada di kantongnya. Aku sudah mengeceknya, nama pria ini adalah Raka Samasta." Pria satunya yang memiliki suara begitu tinggi dan juga sedikit lantang, memberikan informasi mengenai nama dari pria yang saat ini sedang dipapahnya.

Raka Samasta. Ya, nama dari pria yang saat ini sedang tidak berdaya ini adalah Raka Samasta. Dalam hati pria itu mengucapkan kata-kata yang tidak bisa dia sendiri pahami.

Ingatannya kembali ketika dia sedang mengendarai kendaraan roda dua miliknya. Tiba-tiba segerombolan preman datang dan menyerangnya. Motor yang dikendarainya pun akhirnya harus berhenti dan juga Raka harus turun lalu meladeni para preman itu.

"Siapa kalian? Apa mau kalian, kenapa menghadangku?" Suara bariton Raka terdengar begitu menggelegar ketika berteriak kepada para preman itu.

Suasana malam yang begitu mencekam seakan semakin memberikan kesan yang begitu kelam pada Raka.

Dia hanya keluar sebentar untuk membelikan obat maag untuk tunangannya di rumah. Akan tetapi, dia harus mengalami hal seperti ini ketika akan pulang. Dalam pikirannya hanya ada bayangan wanita yang begitu dicintainya itu, bagaimana dia menahan sakit dan sedang menunggu Raka saat ini.

"Kau tidak perlu tahu siapa kami! Yang pasti hari ini kau harus segera menuju akhirat!" Seorang pria berbadan paling tegap dan besar menjawab pertanyaan Raka.

Tanpa mendengar jawaban dari Raka, lima orang pria yang mengklaim diri mereka sebagai preman itu, lantas menyerang Raka dengan membabi buta.

Raka yang memang menguasai ilmu beladiri, masih bisa mempertahankan dirinya dan melawan kelima orang pria itu. Mereka yang memakai topeng sama sekali terlihat tidak jantan di mata Raka.

Pukulan demi pukulan harus ditangkis oleh Raka. Bahkan tidak jarang dia berhasil melumpuhkan satu atau dua orang dari preman itu.

"Kurang ajar! Jangan kau kira kau bisa melawan kami!" pekik pria berbadan besar tadi.

Raka tidak menyahut. Dia hanya sibuk untuk menangkis dan juga mengepalkan tinjunya kepada para preman itu.

Akan tetapi, dia yang hanya seorang diri akhirnya tidak dapat lagi melawan dengan tenaga yang sudah habis setengahnya.

Raka memutuskan untuk berlari dan menghindar sambil mengumpulkan kembali energinya. Sayangnya, Raka memilih tempat yang tidak tepat. Dia akhirnya terpojok di sisi jembatan yang ternyata telah dikepung dari segala arah oleh para preman itu.

"Bagaimana mereka bisa mengepungku dari dua arah seperti ini?" Pertanyaan itu adalah pertanyaan terakhir yang muncul di benak Raka.

Belum sempat Raka menjawab pertanyaannya sendiri, tubuhnya kini terasa melayang ketika terkena kepalan tinju dari seorang preman.

Bukan di atas jembatan, tubuh Raka kini melayang dan terjatuh dengan sangat kerasnya di bawah jembatan. Sungai yang dalam itu, dengan alirannya yang lumayan deras, berhasil membawa tubuh Raka hanyut mengikuti arus sungai.

"Beres! Kita sudah berhasil melenyapkan Raka Samasta! Sekarang kita harus membuat bahwa kematiannya ini akibat kecelakaan!" Pria bertubuh besar tadi akhirnya memerintahkan anak buahnya untuk memindahkan motor Raka ke sisi jembatan.

Mereka membuat keadaan saat ini seperti benar-benar Raka telah mengalami kecelakaan dan terjatuh ke dalam sungai.

"Dengan begini kita sudah bisa meminta bayaran kita. Kita harus segera menemui Tasya dan meminta uang kepadanya!" Para preman itu tersenyum bahagia. Mereka merasakan kebahagiaan karena akan mendapatkan bayaran yang sangat besar untuk eksekusinya kali ini.

*****

Sinar lampu yang begitu terang membuat kedua netra Raka perlahan terbuka. Pria itu mendapati dirinya saat ini sedang terbaring dengan infus di tangannya.

Tubuhnya yang tadinya penuh dengan luka dan juga rasa sakit tak terhingga di kepalanya, kini tampak mendapat begitu banyak lilitan perban.

"Arggh ...!" pekik Raka.

Dia berusaha untuk duduk, tapi sepertinya usahanya sia-sia. Badannya masih terlalu lemas dan juga luka-luka di sekujur tubuhnya masih terasa sangat nyeri.

Terutama di bagian kepalanya. Walaupun sudah mendapatkan lilitan perban, tapi rasa sakit itu masih menyerangnya.

"Anda sudah sadar?" Suara berat seorang pria yang sangat tidak asing terdengar menyapa Raka.

Pria tua itu kemudian menghampiri Raka yang masih mencoba untuk memulihkan kesadarannya. Raka sangat berusaha keras agar bisa fokus menatap wajah pria tua itu.

"Anda siapa?" tanya Raka. Dia mengerjapkan kedua matanya agar bisa melihat jelas wajah pria tua itu.

"Saya adalah Sumanto, tadi saya tidak sengaja menemukan anda sedang terkapar tidak berdaya di tepi sungai. Jadi, saya bersama anak saya membawa anda ke rumah sakit ini." Sebuah senyuman terukir di wajah pria tua yang bernama Sumanto itu.

Raka mencoba mengingat kembali. Namun, bayangan terakhir yang muncul adalah bagaimana dia terjun bebas ke dalam sungai yang beraliran deras itu.

"Saya tidak tahu bagaimana caranya untuk berterima kasih. Saya juga tidak bisa mengingat apapun tentang anda dan juga anak anda. Rasanya kepala saya sangat sakit kali ini." Raka berbicara sambil memegang kepalanya.

"Sebaiknya anda jangan memaksakan diri untuk berbicara apalagi berpikir. Luka di kepala anda cukup berat. Sebaiknya anda sekarang beristirahat saja." Sumanto tampak membujuk Raka agar tetap tenang dan beristirahat.

Raka yang tidak bisa mengendalikan rasa kantuknya, benar-benar mengikuti saran dari pria tua yang telah menolongnya itu. Dia terpaksa harus menutup kedua matanya agar bisa mengikuti perintah otaknya untuk tertidur.

"Kasihan sekali pemuda ini, dia harus mengalami cedera yang begitu berat di kepalanya. Namun, semoga dia akan baik-baik saja, " gumam Sumanto.

*****

Next chapter