webnovel

Bantuan Orang Baik

Sudah sepuluh hari Raka berada di rumah sakit dan mendapat perawatan. Selama itu juga Sumanto dan anaknya bergilir untuk menengahi Raka. Kesehatan Raka yang berangsur-angsur membaik, semakin membuatnya percaya diri bahwa dia bisa segera pulang ke rumah.

Raka sudah sangat merindukan tunangannya, ibunya, dan anak dari tunangannya itu. Biar bagaimanapun Raka telah berjanji kepada tunangannya bahwa mereka akan segera menikah. Jadi, Raka tidak ingin berlama-lama di sini dan segera bertemu dengan tunangannya. Apalagi terakhir kali Raka menjanjikan akan membawakannya obat sakit maag.

"Pak Sumanto, apa saya sudah bisa pulang hari ini? Rasanya kesehatan saya sekarang sudah mulai membaik." Raka bertanya kepada pria yang telah menyelamatkan dan juga sekaligus merawatnya.

"Sebaiknya kamu tunggu saja dulu di sini. Nanti saya akan tanyakan kepada dokter apakah kamu sudah boleh pulang atau belum. Tapi, apa kamu yakin ke kondisimu sekarang sudah baik-baik saja?" Sumanto tampak begitu peduli kepada Raka.

Raka tersenyum penuh arti kepada Sumanto. Dia sangat bersyukur bahwa Sumanto dan Ryan yang menyelamatkannya. Ayah dan anak ini sangat kompak dalam menjaga Raka di Puskesmas ini.

"Saya sudah merasa sangat baikan sekarang, Pak. Saya harus segera pulang karena Ibu, tunangan, dan anak kami sedang menunggu di rumah," ucap Raka. Netranya tampak menerawang jauh jika mengingat keluarganya.

"Saya tidak akan menghalangi kamu untuk pulang dan bertemu dengan keluargamu, tapi alangkah baiknya kalau kita bertanya dulu kepada dokter dan menunggu keputusannya," sahut Sumanto.

"Iya, Pak, saya mengerti. Ngomong-ngomong, kenapa Ryan tidak terlihat sejak kemarin?" tanya Raka.

"Dia sedang ada urusan di kota. Kemungkinan dia akan kembali sore nanti," jawab Sumanto.

Raka menganggukkan kepalanya seakan telah mengerti jawaban dari Sumanto. Dia kemudian berpikir bagaimana caranya bisa membalas budi kepada Sumanto dan Ryan.

Pria tampan ini kemudian menanyakan mengenai ponselnya. Namun, Sumanto tidak bisa memberikan jawaban yang diinginkannya karena memang pada saat menemukan Raka, baik dia maupun anaknya tidak menemukan adanya ponsel.

"Kami hanya menemukan kartu identitasmu saja dalam dompet, untuk ponsel kami sama sekali tidak menemukannya. Mungkin saja ponselmu sudah hanyut terbawa arus sungai," sahut Sumanto.

"Ya mungkin benar memang seperti itu, Pak. Ya, sudahlah kalau begitu sekarang saya mau istirahat dulu. Sebaiknya bapak segera pulang dan juga beristirahat." Raka berkata sambil tersenyum. Dia saat ini sedang ingin sendiri dan merenungi sesuatu yang membuatnya tidak tenang belakangan ini.

Sumanto kemudian pergi meninggalkan Raka sendirian. Sepuluh hari menemani Raka di rumah sakit membuat Sumanto sedikit demi sedikit mengerti bagaimana sifat Raka. Entah karena luka di kepalanya, atau karena memang sudah asli sifatnya seperti itu, terkadang Raka tidak mau berbicara dan hanya ingin ditinggalkan sendirian.

"Sepertinya anak itu sangat merindukan keluarganya. Aku harus menanyakan kepada dokter apakah dia sudah boleh pulang atau tidak." Sumanto bergumam sembari berjalan menyusuri koridor rumah sakit menuju ke ruangan dokter yang merawat Raka.

*****

Raka kini telah sampai di sebuah rumah yang sangat sederhana. Rumah yang masih memiliki konsep tradisional itu, terlihat begitu asri walaupun letaknya berdempet dengan rumah tetangga lainnya.

Ciri khas rumah di pedesaan yang biasanya berjarak cukup jauh dari satu rumah ke rumah lainnya, nampaknya tidak sama seperti yang ada di desa ini.

Rumah-rumah ini berdempet seperti rumah di kompleks perumahan kecil di kota. Akan tetapi, untungnya saja Sumanto memiliki taman kecil di halaman rumahnya. Setidaknya rumahnya tidak akan terlihat sumpek.

"Silakan masuk Raka. Beginilah keadaan rumah kami. Walaupun kecil setidaknya kamu harus mau untuk bermalam di sini. Besok Ryan akan mengantarkanmu ke kota." Sumanto lantas menunyun Raka untuk masuk ke rumahnya.

"Terima kasih karena anda telah mengijinkan saya untuk bermalam di sini, Pak. Anda begitu baik kepada saya, bahkan saya sendiri bingung bagaimana cara membalas semua kebaikan anda." Wajah Raka kali ini terlihat benar-benar sendu.

"Jangan pikirkan masalah itu. Pikirkan sekarang bagaimana kesehatanmu, dan fokuslah untuk perjalanan besok ke kota," ujar Sumanto.

Raka tersenyum tulus ke arah Sumanto. Dia benar-benar bersyukur karena bisa bertemu dengan orang baik yang menolongnya.

"Hari sudah mulai malam sebaiknya kamu sekarang istirahat. Dan, jangan pikirkan apa pun lagi karena yang terpenting adalah kondisi kamu harus membaik." Sumanto kemudian mengajak Raka masuk ke sebuah kamar kecil yang begitu rapi. "Pakailah kamar Ryan. Malam ini katanya dia akan bermalam di rumah temannya, sekalian akan meminjam kendaraan untuk mengantarmu besok," sambung Sumanto.

Raka mengangguk, kemudian dia beranjak menuju ke tempat tidur milik Ryan. Sementara Sumanto langsung meninggalkan Raka sendirian di dalam kamar.

Sumanto sudah tidak memiliki istri. Dia hanya tinggal berdua dengan Ryan di rumahnya itu. Pekerjaan sehari-harinya hanyalah sebagai seorang pedagang sayur di pasar. Ketika menemukan Raka di tepi sungai, Sumanto dan Ryan sedang memetik kangkung air untuk dijual ke pasar.

Kini Raka sedang merenungi nasibnya sendiri. Dia tidak habis pikir bagaimana bisa segerombolan preman itu menyerangnya.

Biar bagaimanapun selama ini Raka sama sekali tidak berpikir bahwa ada orang-orang yang membencinya sampai ingin menyingkirkannya. Raka yang bekerja sebagai petarung bayaran itu sama sekali tidak memiliki musuh dari orang-orang yang telah dikalahkannya.

"Semua ini terasa tidak masuk akal dan sangat aneh. Kenapa preman-preman itu menyerangku bahkan melemparkanku ke bawah jembatan. Jumlah mereka juga tidak sedikit. Pasti ada orang yang membayar mereka untuk melakukan hal ini kepadaku." Raka tampak berpikir dengan sangat keras.

"Arrgghh ...!" Raka merasakan sakit di kepalanya.

Saat ini mungkin kondisi kepala Raka benar-benar belum sembuh dengan sempurna. Beberapa kali jika Raka terlalu menggunakan pikirannya, rasa sakit yang tidak dapat ditahan akan menyerang kepalanya.

"Sial! Salah seorang dari mereka telah memukul kepalaku dengan benda tumpul. Sekarang aku terus merasakan sakit karena hal itu!" umpat Raka.

"Aku harus membalas mereka satu persatu. Ah, tidak! Sebaiknya aku menyelidiki dulu siapa sebenarnya otak dibalik perbuatan para preman itu! Pasti ada seseorang yang memerintahkan mereka untuk menyerangku!" batin Raka. Kali ini pria itu tampak mengepalkan kedua tangannya dengan sangat erat.

Dia tampak sangat marah karena perbuatan dari para preman itu. Seandainya saja dia bisa mengetahui siapa dalang dibalik semua ini, Raka pasti tidak akan pernah bisa memaafkannya dan akan membalaskan rasa sakit hatinya ini.

Raka mencoba untuk memejamkan matanya agar besok pagi bisa berangkat ke kota bersama Ryan. Dia sudah tidak sabar untuk bertemu dengan keluarganya.

"Ibu, Tasya, Cindy, tunggu aku pulang. Besok kita akan bertemu dan berkumpul kembali. Aku sangat merindukan kalian." Air mata tampak jatuh membasahi wajah tampan Raka. Pria ini larut dalam kesedihan dan kerinduan kepada keluarganya, lalu dia terlelap dalam pekatnya malam.

*****