4 Tempat Teraman dan Ternyaman

"Bisa pelan ga sih, Lo? Kepala gue benjol tiap hari gara – gara elo." Protes Anton dengan muka masam serta tangan yang mengelus keningnya.

"Alah! Dasar aja tuh jidat udah jenong kayak lohan, segala gue yang disalahin." Balas Clara tanpa rasa berdosa. Emang dasar sahabat ga ada akhlak si Clara.

"Ada apaan sih Lo, jam segini datang ke apartemen gue, ga ada kerjaan lain apa, kecuali gangguin tidur ganteng gue dan bikin jidat gue benjol!?"

Clara meneguk minuman kaleng yang baru saja Ia ambil dari kulkas milik Dimas.

"Ahhh segar..."

"Busyet! Itu minuman tinggal satu butir Lo embat juga, benar – benar Lo sahabat Durjani."

"Durjani?" Ucap Clara dengan dahi berkerut.

"Ye karena Lo perempuan."

"Lha terus kalau cowok jadi durjana gitu?" Sontak tawa Clara langsung pecah, berbeda dengan Anton yang dengan malas duduk di atas sofa depan tv.

"Kenapa Lo ketawa?" Tanya Anton ketus.

"Dih! Sejak kapan durjana punya jenis kelamin? Kapan operasiny?" Clara masih tertawa lepas.

Sedangkan Anton yang kesal langsung melempar bantal sofa pada Clara.

"Aduh! Setan Lo." Hampir saja minuman kaleng yang Clara pegang tumpah jika Clara tak segera menangkap bantal sofa yang tadi di lempar Anton.

"Lo tu yang setan! Tiba – tiba aja muncul di apartemen gue. Ada apaa sih Lo?"

"Kangen sama Lo." Balas Clara, spontan Anton langsung pura – pura muntah mendengar ucapan Clara.

"Wek!"

"Sialan Lo, serius gue kangen ma elo."

"Kangen lo itu beracun tahu ga?"

"Keong kali ah beracun..."

Anton duduk bersedekap sambil menatap Clara, "Jadi ada apa? Jangan bilang kangen! Serius gue muak pingin muntah denger kata kangen dari elo."

"Cinta gue bener – bener nih orang.." Ujar Clara menggoda Anton yang justru merebahkan kepalanya pada sandaran sofa dengan menghembuskan nafas kesal.

"Apa kabar Samudera?"

"Tumben Lo tanya kabar Samudera." Jawab Anton melirik sinis pada Clara.

"Astaga! Salah lagi gue."

"Yang jelas dia masih hidup! Dan masih sibuk urus perusahaan seperti biasanya, dasar Lo ga hanya sahabat ga ada akhlak tapi karyawan luknut."

Clara terkekeh.

"Gue serius, Ton."

"Lalu?"

"Tempo hari aku lihat mobil dia parkir di depan rumah gue, tapi disaat yang sama gue lagi sama Dimas."

"Terus?" Anton masih setia dengan tatapan sinisnya pada Clara.

"Kok Lo gitu sih, Ton?"

"Terus gue harus gimana, Ra?"

"Apa ada sesuatu yang ingin di sampaikan ke gue?" Tanya Clara polos.

Anton memutar bola mata malas, lalu bangkit dari sofa menuju ke dispenser yang letaknya tak jauh dari mereka duduk.

Kata – kata Clara membuat kerongkongan Anton mendadak kering, sungguh sahabat perempuan satu – satunya itu tak peka. Bagai mana Ia tak paham jika Samudera selama ini benar – benar menyayanginya, itulah sebabnya Ia akan memastikan keadaan Clara setiap hari selepas pulang kantor atau pulang dari meeting.

"Jelas Samudera khawatir sama elo.." Jawab Anton pada akhirnya sambil berjalan menuju ke sofa lalu meletakkan minuman yang Ia bawa ke atas meja sebelum mendaratkan bokongnya di atas sofa.

"Samudera baik banget ma gue, Ton."

"Emang gue ga baik ma Elo?"

"Ya, bukan begitu juga, Ton. Aku ga tahu gimana balas kebaikan dia selama ini. Berkat dia gue bisa sembunyikan identitas asli gue tanpa orang yang tahu, berkat dia juga gue bisa menyelesaikan kuliah gue."

"Lo sih! Selalu cari penyakit. Coba Lo anteng kayak adik Lo, pasti Lo jadi kebanggan orang tua Elo. Walau sebenarnya Elo memang membanggakan tanpa orang lain tahu, cukup gue dan samudera."

Clara beralih duduk disamping Anton lalu memeluk lengan Anton dan menyandarkan kepalanya di sana.

"Makasih ya, kalian memang selalu ada buat gue."

"Ini ga gratis." Ucap Anton ketus, walau sebenarnya hatinya trenyuh dan sedih mengingat perjalanan hidup sahabatnya ini.

"Iya besok gue traktir."

"Asal jangan traktir cilok aja, bosen gue." Balas Anton, namun Clara justru mengeratkan pelukan pada lengan Anton dan menyamankan kepalanya bersandar pada sahabatnya itu.

"Ra, Lo apa ga sadar jika selama ini, Samudera beneran cinta ama Elo?"

"Samudera? Cinta sama gue?"

"Hm.."

"Enggak."

"Sumpah! Lo tu ngeselin tahu ga!"

"Kenapa? Emang bener gue ga tahu dan gue ga percaya." Ucap Clara sambil menatap Anton dari samping.

"Ada yang ga beres sama otak Lo."

"IH! Lo kok doainnya gitu sih, jahat banget."

"Seterah Lo deh, Ra."

"Jadi, apa tujuan awal lo tiba – tiba datang ke apartemen gue." Anton kembali menanyakan sebab Clara datang ke apartemennya di jam yang hampir tengah malam.

Clara melepaskan pelukannya pada lengan Dimas, lalu berjalan menuju ke jendela besar yang tak tertutup gorden. Pemandangan kota yang indah terpampang di hadapannya.

"Dimas nyuruh gue resign dari kantor samudera, lalu masuk ke kantor Dimas. Gimana menurut Lo?" Clara bersandar pada kusen jendela sambil menoleh pada Anton yang seolah berpikir mendengar ucapannya.

"Serius?"

"He'eh."

"Bisa jadi ini adalah jalan yang di kasih Tuhan buat Lo."

"Jadi Lo dukung?" Tanya Clara pada Anton yang ikut berjalan dan berhenti di hadapan Clara namun tatapannya mengarah pada kelap kelip lampu kota melalui jendela apartemennya.

"Lo akan lebih mudah menyelidiki perusahaan Dimas, dan apa sangakut pautnya keluarga Lo, sehingga Dimas tega membunuh ayah Lo dengan kejam." Ucap Anton lalu menoleh pada Clara yang menunduk sambil mengigit bibir bawahnya.

"LO jangan takut. Ada gue dan Samudera yang akan selalu jagaain Lo, dan bantu Lo."

"Makasih ya.."

"Hm... somay dua porsi jangan lupa besok harus ada di meja kerja gue."

"Gue nginep sini ya.."

"dasar nglunjak Lo, terserah Lo deh, gue mau tidur."

"Asik.." Clara lalu berlari kecil di belakang Anton, kemudian masuk ke dalam kamar tepat disamping kamar Anton.

Di kamar Anton.

"Dia nginep apartemen lo?" Tanya Samudera di seberang telpon.

Ya, setelah Anton masuk kamar Ia mendapati begitu banyak panggilan masuk dari Samudera, tanpa pikir panjang Anton menelfon balik sahabat sekaligus bosnya itu.

"Ya."

"Itu lebih baik, menurut informan gue, Dimas dan keluarganya sedang gencar mencari kakak kandung Carisa."

"Untung aja Lo nutup semua identitas Clara."

"Gue ga mau kejadian dulu terulang lagi pada Clara, Ton."

"Gue tahu, gue juga ga mau.. jika saja waktu itu Lo telat bertindak, Clara pun sudah jadi korban keluarga Dimas."

"Hm. Jdi dia mau resign?"

Anton terkekeh, bahkan samudera telah mengetahuinya sebelum Ia menceritakan hal itu padanya. Apa bosnya itu juga memasang CCTV di apartemen miliknya secara diam – diam?

"Bahkan Elo sudah tahu akan hal itu."

"Gue Akan berusaha tahu tentang apapun yang menyangkut dengan Clara."

Anton kembali terkekeh, "Oke, apa Lo keberatan?"

"Jika gue mau egois maka jawabannya Iya, tapi ini demi Clara dan gue akan dukung apapun keputusannya, yang penting tidak membahayakannya."

"Lo pikir ini tidak membahayakan?"

"tempat berbahaya adalah tempat teraman untuk sorang musuh bersembunyi."

Jawaban Samudera ada benarnya, Clara akan aman disana.

"Baiklah, aku akan mempermudah resign nya besok."

"Hm. Jaga Clara."

"Tanpa Lo minta."

Panggilan di tutup oleh Samudera, Anton menarik nafas panjang...

"Clara..."

avataravatar
Next chapter