webnovel

Order is Everything (2)

"Akhirnya selesai juga, tak kusangka pekerjaanmu sangat melelahkan sekali"

"sudah kubilang kau tidak perlu membantuku, ngomong ngomong apa yang ingin kau bicarakan?"

"bukan hal yang penting sih, aku cuman bosan, bisakah kau bercerita padaku sesuatu... pengalamanmu mungkin? Aku benar benar bosan... tolonglah...seperti bagaimana kau sampai disini bersama ayah?"

"aku tak yakin itu hal yang ingin kau dengar" Ucapku murung mengingat semua yang telah terjadi.

"Ayolah... cukup ceritakan" bujuknya. Karena tak punya banyak pilihan dan tidak ada ruginya juga, aku menceritakan semuanya... ia semakin terlihat bersalah membuatkku semakin tak tega pada bocah tak berdosa ini, meski sejujurnya aku masih dendam pada Lord Sebastian atas perlakuannya dan akan kutujukan pada anak ini, akan tetapi aku tidak tega sama sekali pada bocah polos ini. Hal yang aku ketahui dari Deman tentang Jo hanyalah ia juga merasa sendirian di negeri ini meski ia tinggal bersama ayahnya tapi ayahnya sering berpergian untuk menjalankan urusan perdagangan atau lebih tepatnya urusan kekuasaan bersama kerajaan Belanda, ibunya sudah meninggal jauh saat ia sedang melahirkannya. Dididik dengan keras bahkan tak jarang ia dipukul ayahnya dengan dalih kedislipinan, ketangkasan dan yang paling penting adalah kekuasaan, hidupnya mungkin jauh lebih buruk daripada diriku.

"Maaf aku benar benar tidak tahu, aku seenaknya bersenang senang sementara tidak tahu bagaimana penderitaanmu" sesalnya, menundukkan muka tak kuasa untuk memandangku, merasa semua ini adalah salahnya

"Berhentilah mengucapkan maaf! Kau tahu ini semua bukan salahmu.... dan kalau kau dulu tidak menerimaku mungkin sekarang ini aku sudah mati. Akan lebih menyenangkan saat mendengan terima kasih daripada kata maaf" ia memandangku, menyeka air matanya "Because of I'm your servant so please ask me enything you want" tegasku kemudian memeragakan cara penghormatah khas para butler. "... sekarang giliran tuan untuk bercerita" ia menatapku sejenak kemudian kami tertawa kecil karena kata kata dan tingkahku barusan.

Jo menghela nafas untuk menyeimbangjan nada bicaranya " Hidukku cukup mudah daripada dirimu, segala yang aku inginkan selalu dipenuhi aku hanya tinggal belajar danberlatih dengan giat agar bisa sehebat ayah."

"Bagaimana dengan ibumu?"

"Ibu meninggal sejak aku kecil..." nada bicaranya dater meski kalau dilihat secara sekilas terlihat bibirnya gemetaran "...tapi aku tahu, ibu berada di tempat yang sangat indah di langit sana, menjagaku setiap saat. Oleh karena itu aku tidak perlu menghawatirkannya" ia bergumam sambil memandang langit, seakan kumpulan awan diatas kami memperlihatkan gambaran ibunya paadanya.

  

Sudah dua setengah tahun berlalu sejak kejadian itu, kehidupanku'pun menjadi lebih baik, meski harus setia dan patuh tapi aku bisa mendapatkan apa yang kuinginkan sebagai pelayan dan gurunya, lagipula Jo juga cukup tampan dan kami sangat akrab.

Saat itu di lapangan besar yang memang hanya ditumbuhi rumput rumput pendek semacam rumput Jepang, sesosok pria berambut pirang dengan aksen pakaian rompi dan celana biru laut serta jubah panjang selutut yang dibiarkannnya menggantung di pundaknya yang lebar dengan hiasan berenda serta untaian untaian berwarna emas terlihat begitu anggun dan menunjukkan kewibawaannya terlabih dengan topi besar bergaya opera star yang ia kenakan justru semakin membuatnya terlihat bagaikan pangeran dari negeri dongeng. Sungguh, Jo yang dulu terlihat manis sekarang telah menjelma menjadi seorang pangeran berkuda putih dengan mata biru indahnya yang bagitu tajam mempesona. Lambaian tangannya padaku bagai hempasan hempasan angin surga

"Fate, apa agendaku hari ini?" tanyanya, begitulah ia memanggilku...meski namaku Fatimah tapi ia lebih sering memanggilu Fate karena awalnya ada kesalahan bahasa dan ia juga tidak terbiasa.

"Hari Rabo minggu ini ada sedikit perubahan, latihan musik dibatalkan menjadi latihan menembak kemudian latihan bela diri" jawabku sambil melihat lihat daftar agenda yang selalu kubawa.

"Naiklah! Kita ke lapangan tembak"

"Help me..." pintaku agak manja sambil melihat gaun merah panjang yang kukenakan, Jo mengerti apa yang kaumaksud.

"salah sendiri memakai gaun sepanjang itu!" hardiknya

"Tadi pagi kan kau yang menyuruhku! Kau tahu kan aku tidak suka pakai rok?!" proterku agak ngambek, padahal memakai gaun setebal ini udah di bela belain panas, sumpek plus berat.

"Itu karena kau terlihat cantik dengan gaun tersebut" tambah Jo sambil mengulurkan tangannya memberi bantuan, sedangkan kata katanya benar benar tepat sasaran menuju ke hatiku, sebentar aku tertegun mendengarnya.

Berbeda dengannya, sosokku sama sekali tidak berubah ataupun bertambah tua, rambutku masih saja sepanjang bahu, kuku-kukuku juga tidak pernah tumbuh lagi yang artinya aku akan tetap awet muda selama di masa ini. Sedikit menakutkan memang karena aku bisa saja diangggap sebagai nenek sihir atau iblis.

Jo sangat suka senjata, terutama senjata laras pendek-katanya itu lebih mudah untuk digunakan, bahkan ia juga mengoleksi beberapa senjata yang langka misalnya Desert Eagle,HandGun kaliber 5mm,M1911,Mp5k dan SkorpionM4. Akibatnya ia sering bercerita tentang senjata senjata tersebut, karena Jo yang bercerita aku juga menjadi tertarik. Hari ini Jo sengaja menghadiahkan salah satu senjata favoritnya HandGun kaliber 5mm, katanya agar aku dapat melindungi dirinya terlebih diriku sendiri. Padahal ia tahua aku tidak pintar menggunakan senjata.

  

Seperti agenda tiap bulannya, Jo akan berkeliling ke beberapa tempat selama seharian untuk mempelajari setiap tempat dan karateristiknya ...tentu supaya ia bisa menjadi Lord yang dihormati dan ditakuti. Dia terlihat sedikit menyukai hal itu, tapi aku harap ia tidak menjadi penguasa yang diktator, bagaimanapun juga ini adalah tanah airku dan tentu akan aku pertahankan meski hanya sedikit yang bisa kulakukan seperti memberikan makanan kepada warga desa dengan hasil pajak yang mereka bayarkan setiap minggunya ketika setelah giliraku mengantarkan makanan ke penjaga gudang dengan sedikit cara yang licik tapi selalu berhasil, memasukkan obat tidur ke minuman mereka secara acak hari dan tempatnya. Kurasa Jo tahu hal itu, tapi ia tidak pernah memberitahkan hal itu pada yang lain, hanya bersikap seperti biasanya. Tapi hal ini sedikit sulit kulakukan ketika musim pencekik tiba karena ketika persediaan makanan di gudang berkurang sedikit saja maka akan langsung terlihat jelas, beruntungnya Jo menyelamatkanku.

Kami melewati beberapa tempat ditemani beberapa pengawal Jo, melihat berbagai pemandangan yang sungguh menyesakkan dada. Para pekerja rodi yang tiap harinya disiksa, tiada makan dan minum ataupun istirahat di bawah terik sengatan matahari yang membakar setiap selnya, sementara raga mereka yang hanya sebuah rangka berlapis kulit kering ,tiada keringat mereka teteskan karena mungkin telah keringlah raga dan jiwa mereka yang telah kehilangan harapan hidup di dunia, mungkin mati lebih baik bagi mereka seperti tumpukan mayat yang terkubur di sebuah lubang yang ternganga di sudut tempat itu, kecuali bagi mereka yang telah memiliki keluarga yang ditinggalkan hanya harapan untuk bertemu yang dapat mereka ceritakan, sejenak aku mengingat pada si mbok yang bercerita manakala suaminya dirampas dari sisinya untuk melakukan pekerjaan laknat ini ! ingin kuserukan bahwa keluarga kalian masih menunggu kepulangan kalian tapi apa daya dibawah kediktatoran kolonial bertangan besi dengan bidak bidak bersenjata mengawasi, meski tak dapat di pungkiri hasil dari pekerjaan ini akan sangat bermanfaat di masa depan... jalan yang dibangun di atas penderitaan rakyat indonesia ini, masihkah orang jaman diriku berada mengingatnya ?

Pada ujung perjalanan saat matahari mulai terbenam kami masih belum berhasil kembali ke mansion, karena tiada pilihan lain kami mencari tempat menginap terdekat dan yang tersisa adalah sebuah pesantren yang cukup besar, mengingat ini pesantren dan justru banyak pejuang yang berasal dari pesantren-pesantren aku menjadi sedikit khawatir, ketika kami memasuki pesantren tersebut yang bertuliskan pesantren Al-Huda, seluruh mata menjadi milik kami kemudian seorang bapak tua berpenampilan serba putih dan kumis panjang berwarna menghampiri kami.

Adakah pemikiran tentang kisah saya? Tinggalkan komentar dan saya akan menmbaca dengan serius

lunaticllcreators' thoughts
Next chapter