1 Keterpaksaan

Haruskah aku meninggalkan kotaku? dan tinggal di desa yang kumuh ini?. Batin pemuda itu sambil menatap kosong perkebunan dari balik kaca mobilnya.

"Jangan khawatir, disana kamu akan mendapat pengalaman baru". kata ibunya yang duduk di sebelahnya.

"Um". jawab pemuda itu tanpa menoleh ke arah ibunya.

Pemuda itu hanya menghelai nafas panjang, dia tidak bisa mengatakan tidak karena dia tidak ingin melawan kehendak ibunya.

Ya Allah, kenapa anak hamba terlihat sangat dingin, ini membuat hamba bingung untuk bisa menebak apa sebenarnya yang dia fikirkan. Batin Khumaira, yang tidak lain ibu dari pemuda itu.

Beberapa saat kemudian, tiga mobil mewahnya memasuki halaman pesantren awan putih yang terletak di desa A.

Pak Kyai dan istrinya sudah berdiri di depan halaman rumah mereka menyambut pemuda itu dengan ibunya.

Para santri yang membantu menyiapkan penyambutan itu langsung tertegun melihat tiga mobil mewah yang ada di halaman.

"Masyaallah, mobilnya bagus bangett".

"Iya eee, seperti rombongan pak presiden"

"Kira-kira siapa ya di dalamnya?".

"Mungkin tamu penting pak kyai, itu sebabnya kita di minta untuk bantu-bantu di kediaman pak Kyai".

Wajar mereka berbisik mengagumi mobil mewah itu, secara mereka orang desa yang tidak pernah melihat mobil mewah masuk ke desa mereka.

"Sayang, ayo keluar kakekmu sudah menunggumu tuh". kata Khumaira pada anak lelakinya itu.

Dengan malas pemuda itu keluar dari mobil, Semua orang termasuk Ana dan kedua sahabatnya yang diperintahkan mengantar minuman ke ruang tamu pak Kyai berhenti sejenak ketika pandangan mereka tidak sengaja tertuju pada pemuda tinggi yang berkulit putih, dengan sepasang bola mata yang hitam berkilau, bibirnya tipis menggoda dan gaya rambutnya belah tengah, yang baru keluar dari mobil, dia berdiri tegak menatap pak Kyai tanpa ekspresi.

"Ya Allah siapa itu? tampan banget?". ucap Fida sambil tersenyum simpul. "Apakah dia manusia? lebih tepatnya apakah dia seorang pangeran dari negeri dongeng?". lanjut Fida.

"Fida, jaga pandanganmu, kita ini santriwati pesantren awan putih yang terkenal dengan akhlaknya, jadi jangan segitunya menatap laki-laki". tegur Syifa.

Ana hanya menghela nafas panjang melihat kelakuan sahabatnya itu. "Sudahlah, sebaiknya kita cepat antarkan minuman ini, setelah itu kita kembali ke asrama, biar gak kena marah sama ustadzah Aisyah". kata Ana setelah melihat pemuda itu selintas.

Setelah mendengar perkataan Ana, mereka bertiga langsung bergegas masuk ke rumah pak Kyai.

Setelah pemuda itu keluar, disusul oleh ibunya. Melihat anak dan cucunya, Kyai Khanif dan istrinya yang didampingi oleh para ustadz dan ustadzah dengan penuh semangat menyambut mereka.

"Aira, selamat datang di rumahmu nak, dimana suamimu?". tanya ibunya setelah melepas pelukannya dari Khumaira.

Khumaira tersenyum bahagia melihat wanita yang sudah memiliki keriput di wajahnya itu. " Dia sedang melakukan perjalanan bisnis, makanya tidak ikut".

"Oh begitu, Ah iya, bukankah ini Alvin cucuku?". kata nenek tua itu sambil menatap cucunya dengan penuh kerinduan, karena terakhir kali mereka bertemu saat Alvin masih kecil.

"Iya Ummi, dia adalah Alvin yang ingin belajar di pesantren Abi". sahut Khumaira.

"Mengapa harus ngobrol di luar? sebaiknya kita lanjutkan obrolan ini di dalam". kata Kyai Khanif menyarankan.

Semua orang langsung mengangguk dan masuk ke bersamaan ke rumah Kyai Khanif. Sedang Alvin masih terdiam dan mengikuti ibunya dengan patuh.

"Ustadzah mereka siapa?". tanya Ana sehabis menyajikan minuman di ruang tamu, namun sebelum keluar Ana tidak sengaja saling pandang dengan Alvin sebentar, tapi tatapan Alvin begitu dingin seolah bukan manusia yang ada di bumi, Ana langsung menunduk ketika melihat Alvin juga melihatnya.

Ana adalah gadis cerdas dan soleha yang dikenal kalem, dan ramah, meski dia bukan gadis paling cantik di pesantren tapi dia adalah gadis paling bersinar dan tak ada yang tidak mengenalnya.

"Dia itu kak Afra Khumaira anak pak Kyai, dan anak laki-laki itu cucu ke dua pak kiyai". Jelas Ustazah Aisyah yang baru saja keluar dari ruang tamu.

"Dia cantik banget ya ustadzah". kata Ana berdecak kagum.

"Kak Khumaira memang cantik, bahkan dia dijuluki kembang desa waktu dia masih muda, karena selain cantik fisik , hatinya juga cantik, dia soleha dan cerdas. Banyak lelaki dari berbagai kalangan ingin meminangnya tapi dia malah memilih tuan Zapran yang hanya pebisnis hebat di kotanya". jelas ustadzah Aisyah.

"Oh iya, Fida dan Syifa mana? bukanya aku minta kalian bertiga?". lanjut ustadzah Aisyah.

"Syifa dan Fida duluan balik ke asrama, katanya sakit perut". jelas Ana.

"Oh begitu, ya sudah ayo kita balik ke asrama, bukankah hari ini kamu mau setoran hafalan kan?". kata ustadzah Aisyah.

Ana mengangguk, setelah itu dia dan ustadzah Aisyah bergegas menuju asrama.

Ustadzah Aisyah dulunya adalah santri di bawah bimbingan Khumaira jadi wajarlah dia tahu tentangnya, beda dengan Ana, meski dia tau tentang anak semata wayang pak Kyai tapi dia tidak pernah melihatnya secara langsung.

»Seminggu Kemudian«

Tiba saatnya acara yang di tunggu-tunggu, yaitu penyambutan santri dan sabtriwati baru di pesantren. Beberapa lomba diselenggarakan dengan meriah yang boleh disaksikan oleh seluruh penghuni pesantren dan masyarakat sekitar, meski begitu tempat duduk wanita dan lelaki tetap beda.

Ana dan Syifa ikut lomba Qori'ah( Mengaji dengan suara indah) dan memanah tingkah umum, sedang Fida hanya mengikuti lomba tahfizd 10 juz.

Hari sudah hampir siang, ustadzah Aisyah terlihat bingung karena persediaan bahan makanan kurang di dapur, segera dia mencari santri yang sedang tidak bertugas. Melihat Ana keluar dari asramanya sehabis mengikuti lomba, ustadzah Aisyah langsung memanggilnya. "Ana".

Ana langsung menoleh seraya bertanya, "Iya, ada apa ustadzah?".

avataravatar
Next chapter