webnovel

Keputusan Yang Gila

Pak Ryadi tersenyum licik dia tahu betul bahwa Alvin adalah cucu pak kyai dari perempuan yang sangat dicintainya, dan dia senang jika melihat pak Kyai di permalukan oleh cucunya sendiri dan tentunya dendamnya terbalas.

"Kalau saja kamu Kyai menyebalkan menerima lamaranku dulu mungkin hari ini tidak akan terjadi". Batin Pak Riyadi.

"Betul itu, pak kyai harus cepat mengambil keputusan".

"Iya pak kyai harus memutuskan, sebelum berita ini menyebar"

Pak kyai tampak semakin bingung dan tak tau mau berkata apa , di lain sisi dia tidak percaya dengan tuduhan warga tapi di lain sisi dia tidak ingin pesantren yang sudah di bangun bertahun tahun tercemar.

Ketika semua orang ribut, tiba-tiba ada suara dari balik kerumunan.

"Saya akan Menikahi Ana". kata Alvin dengan satu nafas dan tanpa ragu.

Mendengar perkataan Alvin semua orang terdiam, Ana yang sedari tadi diam dan menangis kaget tak menyangka Alvin yang sedari tadi diam tiba-tiba mengucap kata-kata sakral itu.

"Dia bilang apa? dia mau menikahiku?"..

"Oh tidak mungkin, ini artinya akan membenarkan tuduhan warga, Apa dia gila?".

"berapa IQ nya sebenarnya? Ya Allah selamatkan aku!". Batin Ana.

"Kalau begitu besok kami akan datang lagi untuk menyaksikan pernikahanmu, jangan sampe menghianati kata-katamu anak muda". Kata pak Ryadi sambil tertawa jahat

"Tidak akan!". jawab Alvin sambil menatap sinis ke arah pak Ryadi.

Setelah itu semua warga bubar dan tinggalah pak Kyai dan beberapa ustadz dan ustadzah berkumpul di ruangan tamu dan mulai memandang Ana dan Alvin dengan tatapan yang dipenuhi rasa ingin tahu.

"Sekarang kalian jelaskan apa yang terjadi, benarkah kalian sudah berpelukan?". tanya Ustadz Arif.

"Iya". jawab Alvin santai.

"Astagfirullahaladzim". ucap pak Kyai dan ustadz serta ustadzah berbarengan.

Ana melihat ke arah Alvin, yang nampak begitu tenang dengan jawabanya, seolah dia tidak takut dengan resikonya.

"Ya Allah kenapa Alvin begini ? benar-benar dah IQ nya rendah, ini tidak bisa dibiarkan, aku harus menjelaskannya ini demi masa depanku". Batin Ana.

"Bukan seperti itu... ". kata Ana mencoba meluruskan keadaan namun belum saja dia selesai Alvin menyela perkataannya.

"Saya rasa tidak ada yang akan berubah meskipun dijelaskan kalau tuduhan itu tidak benar, sebab bukti diciptakan dengan dorongan yang keras, kalau melawan maka akan jatuh". lanjut Alvin.

Semua orang diruangan itu mulai tampak ragu-ragu dan memahami situasinya, mereka percaya bahwa Ana dan Alvin tidak mungkin berbuat seronoh.

"Terus, sekarang apa yang harus kita lakukan pak Kyai?". ustadz Arif melirik pak Kyai yang sedari tadi diam dengan ekspresi yang gelap.

Pak Kyai menarik nafas sambil berkata, "Karena dia sudah berjanji maka dia harus menepatinya, toh mereka juga beberapa bulan lagi akan lulus, selain itu menikah muda juga dianjurkan".

"Karena mereka masih usia sekolah, jadi pernikahannya hanya secara agama saja, jadi kalian tinggal atur agar besok mereka bisa menikah di masjid pesantren". Lanjut pak kyai

"Besok pak kyai? apakah tidak dadakan, banyak yang harus disiapkan". ustadz Arif tercengang heran.

"Anak muda ini berjanji besok, jadi lakukanlah secepat mungkin, cukup akad nikah yang dihadiri para santri dan orang tua kedua belah pihak dan para warga yang datang malam ini setelah itu selesai". kata pak kyai dengan ekspresi rumit setelah itu dia meninggalkan ruang tamu.

Mendengar semua yang dikatakan pak Kyai para ustadz dan ustadzah bergegas pergi, Ana yang sedari tadi terdiam di kejutkan oleh ustadzah Aisyah dan di bawa kembali ke Asrama.

»Asrama Putri«

Di dalam kamar ustadzah Aisyah, Ana menatap sendu dengan air mata yang masih bercucuran, ustadzah Aisyah merasa kasihan pada santriwati terbaiknya itu.

"Ustadzah, aku tidak ingin menikah, dan tuduhan warga itu salah tolong aku!". ucap Ana sambil menelungkupkan tangannya ke dada.

"Ini kesalahanmu Ana, kamu berani keluar pesantren diam-diam di malam hari jadi bagaimana aku bisa menolongmu terlebih warga memiliki bukti kuat, aku memang percaya padamu tapi kamu tau sendiri kalau pak Kyai sudah membuat keputusan maka tidak ada yang bisa membantahnya". jelas ustadzah Aisyah dengan ekspresi kecewa secara Ana adalah santriwati kebanggaanya.

Ana hanya menunduk sambil menangis, karena dia tau kalau dia salah, Fida dan Syifa yang mendengar berita itu juga kaget dan bergegas menuju kamar ustadzah Aisyah untuk menemukan Ana.

Setiba mereka di sana, Syifa dan Fida patah hati melihat Ana menangis tersedu.

Melihat Syifa datang, Ana langsung memeluknya sambil terisak Ana berkata, "Syifa, tolong percaya padaku, kalau aku tidak mungkin melakukan hal buruk, ini fitnah, aku tidak mau menikah hanya karena ini"

"Aku percaya padamu". kata Syifa sambil menepuk-nepuk bahu Nana.

"Ana aku juga percaya padamu, tapi bukankah yang kamu nikahi itu Alvin, apakah kamu tidak senang? sedangkan banyak gadis bermimpi bisa dekat dengan dia tapi kamu dengan mudah akan menikah dengannya?". Kata Fida.

"Itu mereka bukan aku, masalahnya tidak sesederhana itu, ini benar-benar memalukan tidak hanya keluargaku tapi juga keluarga besar pak kyai". ucap Ana.

Mendengar penjelasan Ana, Fida dan Syifa mengangguk mengerti mereka juga merasakan kesedihan Ana namun tidak bisa membantu.

"Iya benar, kalau tidak kami akan menuntut pesantren ini dan menarik semua anak-anak kami dari pesantren". warga mulai menuntut karena mereka takut anak-anak mereka akan terpengaruh.

Mendengar permintaan warga, pak Kyai nampak mulai goyah dari ketenangannya, tatapannya tajam tertuju ke Alvin yang sedari tadi diam membisu.

Next chapter