webnovel

Kenyataan Yang Berbeda

Setelah itu Eza tersenyum dan kembali ke rumah nya. Eza adalah lelaki bebas yang terkadang aneh dan kadang juga bisa dingin seperti Alvin, namun dia bisa dipercaya, kalau sudah berjanji pantang baginya untuk berkhianat karena baginya itulah lelaki sejati.

Karena para pelayan dan penjaga rumah mengenali Ana, mereka menyambut Ana dengan baik dan memberitahukan kalau Alvin ada di kamar Zian. Ana pun bergegas membuka pintu kamar Zian, dia melihat Alvin tertidur di samping Zian.

Dengan pelan Ana melangkah ke samping tempat tidur dan berdiri sambil memandang wajah Alvin, dia tertidur seperti bayi, lugu, lembut tanpa dosa, seketika itu mata Ana berkaca-kaca.

"Alvin apa aku sangat menyakitimu? apakah kamu baik-baik saja setelah koma? aku tidak bisa membayangkan kalau aku akan kehilangan 3 orang yang aku cintai, terimakasih sudah hidup, terimakasih sudah kembali, aku mencintaimu, sangat banyak". Batin Ana seraya menangis tanpa suara. 

Setelah membatin Ana menyeka air matanya dan naik ketempat tidur untuk tertidur di sebelah Zian, dengan Zian yang menengahi akhirnya Ana tidur dan memejamkan matanya.

Keesokan paginya. Jam dinding yang sudah di atur akan Adzan kalau sudah waktu sholat datang, berbunyi keras menyelimuti seluruh ruangan di rumah Alvin. Mendengar suara Adzan itu, Alvin membuka mata nya dan menguap. Tepat saat dia ingin bangun, dia kaget ketika merasakan tangannya berat, dia pun langsung menoleh ke arah lengannya. Seketik itu Alvin kaget saat melihat sosok perempuan tertidur dengan jilbabnya yang berantakan.

"Ana? Apakah aku bermimpi?". Batin Alvin sembari mencubit pipinya. "Auuu... Sakit, itu artinya ini nyata, terus kemana Zian?". lanjut alvin.

Tiba-tiba Zian keluar dari kamar mandi dan memandang wajah Alvin yang masih keheranan. "Kenapa tante Ana tidur disini?". tanya Alvin sambil berbisik kepada Zian, Zian hanya mengangkat bahunya sambil naik ketempat tidur tanpa harus membangunkan Ana dan merebahkan diri nya lagi di samping Ana dan sekarang posisinya Ana yang jadi tengah. Mungkin karena telat tidur, Ana terlihat sangat lelap dan nyaman.

Karena waktu subuh sudah tiba, Alvin tidak mau mengambil kesempatan untuk tertidur kembali sambil memeluk Ana, dia mengangkat kepala Ana pelan dari tangannya dan turun dari tempat tidur dengan pelan-pelan. Begitu banyak pertanyaan yang memenuhi pikirannya akan Ana yang tiba-tiba muncul di samping nya. Selesai Sholat di kamarnya, Alvin kembali ke kamar Zian untuk membangunkan Ana sholat. Meskipun dia tidak tega tapi dia harus melakukannya. 

Dengan pelan Alvin duduk di samping tempat tidur Ana dengan wajah yang cerah karena air wudhu dan mata yang lembut.

"Ana, ayo bangun waktunya sholat subuh!". Mendengar suara Alvin Ana menggeliat, dan membuka matanya. 

Alvin tersenyum melihat wajah polos Ana dengan jilbab yang berantakan. Ana menatap Alvin yang duduk di sampingnya dengan tatapan bersinar seketika itu aura kebencian yang selalu diperlihatkan tidak terlihat lagi.

"Tampan sekali... ". Gumam Ana sambil memberikan senyum kepada Alvin. Untuk beberapa alasan melihat Ana tersenyum padanya untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun.

Alvin merasa jatuh cinta lagi, lagi dan lagi kepada Ana. Ana terbangun dari tidurnya.

"Ohh sudah subuh, apa ada mukenah di sini dan dimana aku bisa sholat?". Alvin menuntun Ana ke kamarnya, ketika Ana masuk sudah ada sajadah dan mukenah di dalam kamar itu entah kapan Alvin menyiapkannya.

"Aku akan mengurus Zian, kamu bisa sholat dengan tenang di sini, setelah itu kamu juga bisa mandi dan mengganti pakaianmu, di lemari ada beberapa pakaian yang sudah kusiapkan untukmu". Ana semakin bingung, sejak kapan Alvin menyiapkan baju untuknya, bahkan handuk di kamar mandi ada dua.

Sebenarnya setelah pindah Alvin memang sengaja mengisi kamarnya dengan perlengkapan perempuan yang sesuai dengan selera Ana, dia bukanya aneh tapi begitulah caranya agar bisa mengobati rindunya seolah Ana akan selalu menunggunya setiap kali dia masuk kamar.

Setelah itu alvin meninggalkan Ana sendiri di kamarnya, Ana menatap kamar Alvin yang luas dan tertata rapi, dia mencium aroma harum Alvin di kamar itu dengan tersenyum. 

Matahari mulai menyingsing, jam menunjukkan pukul 8 pagi, Ana keluar dari kamar menggunakan pakaian yang sudah disiapkan Alvin dan memakai make up ringan.

"Kamu sudah selesai? ayo sarapan dulu, setelah itu saya akan mengantarmu ke kampus". ucap Alvin dengan lembut.

Alvin hanya berusaha menyembunyikan kegugupannya karena tanpa sadar dia terpesona melihat Ana yang keluar dari kamarnya, langsung saja jantungnya berdebar-debar. 

Ana melirik Alvin dan Zian yang masih menggunakan baju rumahan, mereka duduk rapi di meja makan.

"Apa kamu tidak ke kantor?". tanya Ana. 

"Nanti agak siangan". sahut Alvin tanpa ekspresi.

Alvin sengaja berangkat siangan agar dia bisa berlama-lama sama Ana di rumah itu sebenar nya.

"Kamu tidak perlu mengantarku, karena aku sudah menelpon Mila, dia akan menjemputku, sekarang dia sudah ada dijalan". kata Ana. Alvin tidak bisa memaksanya jadi dia hanya bisa mengangguk dan berkata.

"Ummm". Setelah itu Ana duduk di samping Zian dan berkata, 

"Sayang apakah kamu sudah merasa baikan pagi ini?". Zian menatap Ana dengan senyum dan penuh cinta lalu dia mengangguk kan kepalanya. 

"Haloo... selamat pagi keluarga bahagia". Eza tiba-tiba datang dan langsung duduk di meja makan. 

"Sarapanlah, aku masak banyak hari ini!". seru Alvin kepada Eza.

Eza dan Ana kaget sambil memandang Alvin.

"Kamu masak?". tanya Ana tidak percaya, karena seingat nya Alvin tidak suka ke dapur. 

"Beneran? kakak yang masak semua ini?". lanjut Eza tak percaya. 

Alvin hanya mengangguk dan tersenyum ke arah Eza dan Ana.

"Ya ampunn ... Kakaku tersenyum, wah kakak ipar kamu memang hebat bisa membuat kakakku tersenyum, kamu tahu ini pertama kalinya aku melihatnya tersenyum". ucap Eza kegirangan.

Ana tidak bisa berkata apa-apa. Dia hanya menunduk dan melanjutkan makannya. Walaupun sebenarnya dia merasa tersipu mendengar perkataan Eza.

Next chapter