webnovel

Cinta Beda Kasta

Citra berencana untuk pergi. Bagaimanapun, mendengarkan urusan pribadi Satya tidak nyaman baginya. Tetapi, ketika dia hendak beranjak, dia melihat Bening sudah tidak ada di sebelahnya. Dia terkejut, dan kemudian menoleh. Begitu dia melihat ke sampingnya, dia melihat Bening yang berada di sebelahnya telah direnggut ke dalam pelukan Arya. Pria itu memegang pinggang Bening dengan satu tangan, dan memegang bagian belakang kepalanya dengan tangan yang lain. Dia mencium Bening dengan rakus.

Satya dengan jelas melihat wajah marah Citra. Dia tidak tahu seberapa banyak Citra membenci pria yang gemar menindas dan berperilaku tidak sopan terhadap wanita. Contohnya saat Suci diganggu oleh seorang pria di bar ini beberapa waktu lalu, Citra dengan berani memarahi pria itu walaupun dia sendiri hanyalah gadis bertubuh mungil. Suci hanya orang asing bagi Citra, tapi dia sangat murka saat itu, lalu bagaimana dengan Bening yang adalah sahabatnya?

Arya melepaskan pelukan dan ciumannya pada Bening. Sebelum dia bisa melihat wajah seperti apa yang dimiliki wanita yang dia cium, sebuah tamparan keras terdengar. Citra sangat marah, "Arya, apakah ada yang salah dengan otakmu? Kamu mencium gadis yang bahkan kamu tidak kenal? Kamu kira temanku ini hanya sebuah patung yang bisa kamu gunakan untuk melampiaskan hasratmu, huh?"

Arya dipukuli sedikit oleh Citra. Dia tertegun. Dia tidak tahan lagi, dan akhirnya melangkah maju untuk melakukan sesuatu pada Citra sebagai balasan atas tamparannya. Di saat yang sama, pergelangan tangannya dicengkeram dengan keras oleh Satya hingga hampir putus. Suara pria itu dingin dan mencekam, "Jangan sentuh dia!"

Laras berdiri dari duduknya, menatap kosong ke gerakan tiba-tiba Satya. Untuk sesaat, seluruh aura Satya tampak berbeda, dingin dan beringas, seolah siap menerkam Arya jika pria itu berani menyentuh Citra.

Arya menyentuh pergelangan tangannya yang memerah. Wajahnya yang tampan berubah menjadi suram. Dia melirik Bening, dan kemudian dia melihat Citra dan pria yang melindunginya itu. Dia berkata dengan senyum lebar, "Satya, kamu tahu bagaimana perasaanku saat mengetahui wanita yang aku cintai lebih memilih dirimu? Padahal, kamu lebih mementingkan majikanmu ini. Jika tidak, mengapa kamu bahkan tidak tahu bahwa ayahnya dirawat di rumah sakit karena kecelakaan?"

Ini jelas menusuk hati Laras, dan wajahnya menjadi pucat. Arya telah berusaha untuk memancing perselisihan di antara Satya dan Laras.

Citra masih marah. Dia benar-benar tidak ingin berbicara dengan pria seperti Arya. Ditambah, dia merasa kasihan pada Satya karena Laras yang pernah menjalin hubungan dengan Arya. Bagaimana bisa gadis itu goyah untuk pria seperti Arya? Bukankah Satya adalah pria yang sangat baik?

Tapi, Citra kini membela Laras. Dia tersenyum dingin, "Arya, apakah kamu tidak merasa bersalah telah berbohong kepada Laras, padahal dia tidak tahu situasinya?"

Satya meliriknya. Dia bingung dengan perkataan Citra. Arya menyipitkan matanya dan mencibir, "Aku berbohong padanya? Apa maksudmu?"

Citra menjelaskan dengan sangat detail, "Apakah kamu tidak sadar bahwa Laras sudah bertunangan dengan Satya? Mereka bahkan akan menikah! Tapi, kamu tetap bersikeras untuk mendapatkan Laras. Jika kamu sangat mencintainya, bisakah kamu menikahinya? Kriteria orangtuamu dalam memilih menantu pasti harus yang berasal dari keluarga kaya dan terpandang seperti keluargamu. Apa menurutmu mereka akan menerima Laras sebagai menantunya? Jangan katakan kamu boleh memutuskan pernikahanmu sendiri! Aku tahu itu mustahil. Selama ini banyak wanita yang datang dan pergi. Apa kamu benar-benar mencintai mereka atau hanya ingin menaklukkan mereka?"

Wajah tampan Arya menjadi kaku, dan untuk sementara, dia tidak dapat menemukan bantahan atas apa yang dikatakan Citra. Dia memandang wanita di depannya dengan mata yang suram. Akhirnya, dia mencibir, "Citra, menurutmu apakah setiap pria seperti Miko yang tidak bisa menikah dengan cintanya dan hanya bisa menikahi wanita yang tidak dia cintai?"

Senyuman di wajah Citra hilang seketika. Kemudian dia berkata, "Kamu baru saja kalah karena Laras, orang yang kamu cintai, lebih memilih Satya yang merupakan tunangannya. Kenapa kamu membahas pernikahanku dengan Miko?" Citra melanjutkan, "Aku tahu Miko memang tidak menyukaiku. Lalu kenapa? Dibandingkan denganmu, setidaknya aku bisa menikahi pria yang aku suka. Coba lihat dirimu! Kamu bahkan tidak bisa menikahi Laras atau menjadikannya wanita simpanan."

Bening menarik ujung pakaian Citra dan memberi isyarat padanya untuk melupakan kejadian tadi.

"Cukup." Kata itu tiba-tiba keluar dari mulut Laras yang dari tadi belum berbicara. Setelah dia mengatakan ini, dia berlari keluar dengan buru-buru. Arya menggerakkan matanya dan ingin mengejar Laras, tapi Citra langsung menghentikannya.

Alis pria itu berkerut, "Citra, biarkan aku pergi."

"Minta maaf pada temanku dulu, kamu sudah melecehkannya," jawab Citra sambil mendengus.

Satya menatap Citra yang ada di depannya. Bagaimana mungkin gadis ini begitu berani menghadapi pria seperti Arya? Satya yang tadinya hanya diam dan melihat mereka seolah sedang menonton sebuah pertunjukan, kini segera berlari mengejar Laras.

Ekspresi marah di mata Citra terlihat sangat jelas. Dia adalah wanita yang tidak akan menyerah sebelum bisa mendapatkan apa yang dia mau dan apa yang pantas untuknya.

Arya menatap Citra dengan dingin, dan kemudian menatap Bening dengan tatapan tajam. Bening mengangkat tangannya dan menyeka mulutnya diam-diam dengan lengan bajunya. Tindakan ini menyebabkan Arya terkejut. Dia menyipitkan matanya dan berkata dengan dingin, "Apakah kamu tidak menyukaiku? Kenapa kamu menghapus bekas ciumanku?" Tangan Bening berhenti, dia merasa linglung sejenak, dan wajahnya bahkan terasa panas.

Citra menjadi semakin marah. Menurutnya, Arya sengaja membuat Bening salah tingkah agar dia tampak tidak bersalah setelah mencium Bening secara tiba-tiba.

Tak lama kemudian, Bening melangkah maju untuk berhadapan dengan Arya secara langsung. Bening mengangkat kepalanya untuk melihat pria jangkung di depannya, dan berkata dengan serius, "Arya, aku pikir kamu harus mengejarnya. Laras benar-benar lari karena dia marah kepadamu." Arya melirik Bening lagi, dan matanya tampak kebingungan. Dia terdiam selama tiga detik, kemudian berjalan melewati mereka untuk mengejar Laras.

Citra melihat ke samping dan merasa kesal, "Bening! Ada apa denganmu? Kenapa kamu membiarkannya pergi?" Bening meraih pergelangan tangan Citra dan berkata tidak berdaya, "Kamu masih ingin melawannya untukku? Jika tadi Satya tidak ada di sana, pria itu pasti sudah memukulmu. Kamu tahu itu, 'kan?" Citra mengerucutkan bibirnya, "Ah, kamu membuatku marah sekarang!"

Bening membawanya menuju lift dan berkata, "Tidak apa-apa, kamu sudah mempermalukannya di depan banyak orang. Dia pasti sudah kehilangan harga dirinya." Citra menatapnya, "Kamu tidak merasa marah padanya sama sekali?"

Bening menangis tiba-tiba, "Entahlah. Aku tidak tahu apa yang aku rasakan sekarang. Aku merasa kasihan pada Arya dan Laras karena mereka tidak bisa bersatu walaupun aku tahu mereka saling mencintai. Laras hanya berasal dari keluarga sederhana, sedangkan Arya sangat kaya. Ada perbedaan kelas yang terlalu besar di antara mereka yang menghalangi cinta mereka. Kasihan sekali."

Setelah menangis terisak, Bening berkata, "Satya telah bersamamu selama bertahun-tahun, apa kamu tidak pernah tahu tentang tunangannya itu?"

Citra mengerutkan kening dan berkata dengan ringan, "Aku tidak tahu, aku tidak mengenalnya meskipun dia sudah mendampingiku selama bertahun-tahun."

Bening menjawab, "Tapi kamu sangat membelanya tadi. Kamu bahkan menghentikan Arya untuk mengejar Laras agar Satya bisa mengejar gadis itu."

"Aku hanya ingin melindunginya," kata Citra singkat.

Next chapter