19 Penggemar Situs Porno Yang Psikopat!

Matanya bolak-balik menatap antara uang itu, dan wajah Rusman dengan tatapan tak percaya.

"Banyak begini? Gak salah, Pak? Ini untuk dibagi-bagi lagi ke tetangga, maksudnya?" si ibu makin bingung.

Rusman nyengir. "Gak! Itu buat kamu sekeluarga saja. Tapi uangnya jangan disalahgunakan ya. Uang itu untuk dibelanjakan, bukan untuk digoreng. Pergunakan secara bijak dan..."

"Siapa nama calon bupatinya, Pak! Saya pasti akan coblos dia! Kalau perlu seratus lima puluh kali tusukan di gambarnya...! Bila perlu saya tusuk pake linggis, Pak!" si ibu terlihat menggebu-gebu. Matanya berkaca-kaca. Tapi warna matanya berubah menjadi hijau!

"Eeee... saya lupa nama calon pasangannya," Rusman buru-buru menyahut.

Si ibu mengerutkan alis. "Kok gak tahu? Masak tim sukses gak tahu nama pasangan yang didukungnya...?" katanya kembali kebingungan.

Rusman tertawa sumbang, seperti serba salah. "Itu urusan gampang, nanti ibu akan tahu sendiri mana calon Bupati yang akan ibu pilih...secara naluriah saja. Soalnya pasangan calon ini juga didukung oleh kerajaan alam gaib!" katanya. "Oh ya. Saya permisi dulu! Nanti dalam waktu dekat saya akan datang lagi ke sini," katanya, lalu bergegas hendak pergi.

Si ibu masih kebingungan, tapi tampak terharu. Ia melambaikan tangannya ketika Rusman beranjak pergi dan menatap seakan tak percaya tumpukan uang yang ada di hadapannya. "Astaga... mimpi apa aku semalam?" desisnya. "Mia...!" Ia memanggil ke dalam satu kamar lainnya yang dalam keadaan tertutup.

Pintu kamar itu segera dibuka. Seorang gadis berwajah cantik berusia sebelas tahun tampak terhuyung-huyung membukakan pintu. Ia juga tampak lelah dan kurang sehat.

"Kita ke rumah sakit sekarang! Cepat panggil taksi grap! Kita sudah punya uang sekarang untuk berobat!" kata si ibu dengan nada gembira. Sambil melambai-lambaikan sebagian uang yang diberikan Rusman kepada mereka.

Si gadis kecil terpaku heran. "Mama gak ngapa-ngapain kan dengan Om yang tadi...?" ujarnya pula sambil menatap uang itu.

"Emangnya kamu kira mama tadi ngapain sih?" sang ibu mengerutkan alis.

"Mia gak mau punya adik lagi! Nakal dan susah mengurusnya," kata sang anak sambil berlalu ke dalam kamar.

"Yeeee, mana sempat! Baru juga setengah menit kedip-kedipan mata! Ada-ada saja kamu!" si ibu protes.

***

Sejak ia sembuh dan bisa berjalan normal, Helena kerap jalan-jalan di taman bunga di depan rumah Rusman. Rasa bosannya nya akibat tidak ada teman selama beberapa hari di rumah itu tampaknya sedikit teratasi tatkala ia memandang bunga-bunga yang indah di halaman itu.

Tapi ada pula hal yang terasa aneh bagi dirinya. Sejak saat keluar dari rumah, kendati hanya sekedar di halaman rumah yang luas, ia kerap melihat seseorang selalu memperhatikannya.

Orang lelaki bertopi menutup muka itu, selalu ada di bawah pohon di seberang jalan seraya memperhatikannya dari jarak jauh. Ia menatap seperti tak berkedip ke arah dirinya. Terkadang orang itu mendekat ke arah pagar dan melambaikan tangannya ke arah dirinya. Siapa lelaki itu? Orang yang telah mengenal dirinya? Atau temannya? Pikirnya. Tapi orang itu hanya sebatas tersenyum dan melambaikan tangannya. Usai tak direspon oleh Helena, orang itu langsung berlalu.

Sore itu, orang itu ada lagi di situ. Melambaikan tangannya lagi ke arah dirinya, dan bahkan mendekat ke pagar.

Rusman sebenarnya melarang dirinya untuk menampakkan diri dari dunia luar. Tapi Rusman tak bisa mengurungnya di dalam rumah terus menerus, kendati selalu khawatir akan keselamatan gadis itu.

Helena mendekatinya.

"Hai..." sapa orang itu.

Helena tersenyum. "Hai juga..." jawabnya singkat. Ia memperhatikan orang itu.

"Kamu kenal aku tidak?" orang itu bertanya, dan memberi kode agar Helena mendekat. Gadis itu menoleh kesana kemari. Melihat-lihat kalau ada satpam rumah memperhatikan dirinya. Tapi tampaknya si security itu lelap tertidur di gardunya. Ia mendekat.

"Enggak, kayaknya..." jawab Helena. Ia berdiri di dekat pagar. Orang itu lengannya bertato dan kulitnya agak hitam. Dan tersenyum aneh.

"Tapi aku sangat mengenalmu..." desis orang itu. "Kau model foto telanjang itu, kan? Gak usah malu! Aku pecandu situs porno dan aku selalu mengamati fotomu! Astaga, kau secantik fotomu. Sayang kau saat ini tidak telanjang! Aku sangat tergila-gila padamu, kau lebih menggoda dibanding model-model porno yang lain! Aku selalu membayangkan tidur bersamamu jika memandang fotomu! Aku tak menyangka bisa menemukanmu di tempat ini..." orang itu tampak mendengus-dengus nafasnya saat bicara panjang lebar.

Helena mengerutkan alis. "Kamu ngomong apaan sih? Kamu orang gila ya? Aku pembantu di rumah ini..."

"Oh ya? Bohong! Kau pasti bukan pembantu. Kau pasti sengaja dipelihara oleh yang punya rumah ini sebagai pelampiasan nafsunya! Beruntung sekali dia! Mentang-mentang orang kaya...!"

Helena bergegas hendak berlalu meninggalkan orang yang dianggapnya bertingkah aneh itu. Tapi orang itu tiba-tiba meloncat melewati pagar dan mengejarnya. "Tunggu! Ijinkan aku untuk mencicipimu sesaat saja...!"

Helena kaget dan ketakutan. Ia memekik dan berlari cepat menjauhi orang itu.

Tapi orang itu ternyata cukup gesit.

Ia memiting tangan Helena yang berhasil ditangkapnya. Ia merenggut dan memeluk gadis itu dengan buasnya. Helena menjerit-jerit ketakutan. Orang itu memukuli kepala Helena dengan gemasnya. Memelintir kaki gadis itu, serta menggigit pundak dan leher Helena dengan gemasnya.

Helena menjerit-jerit ketakutan dan kesakitan. Leher dan kepalanya berdarah-darah, tapi orang itu tak juga menghentikan aksinya. "Menjeritlah! Ayo menjeritlah! Aku makin bergairah mendengarnya! Suara jeritanmu ternyata juga seksi! Aduuuh! Aku ingin sekali memilikimu!"

"Toloooong! Toloooong!" Helena menjerit-jerit meminta tolong. Kakinya menendang-nendang kesana kemari. Tangannya juga mencakar-cakar. Satu kali kukunya berhasil mencakar wajah orang itu mengakibatkan luka goresan dan berdarah. Orang itu melotot.

"Kucing! Kamu seperti kucing!" dengusnya. Ia menampar wajah gadis itu. Dan hidung gadis itu langsung berlumur darah.

"Hentikan! Aku tak ada salah denganmu. Pergilah sebelum yang punya rumah ini datang...!" gadis itu merintih sambil terisak menangis.

"Setelah sejauh ini kau menyuruhku pergi?! Enak aja! Sini...!" Orang itu kembali memeluk Lusia dengan gemas.

"Tolooong...!" Lusia melolong ketakutan.

Satpam yang ketiduran di pos penjagaan bangun gelagaban mendengar ribut-ribut itu. Ia menoleh kesana kemari mencari-cari asal suara. Dan ia lengsung melotot saat melihat Helena bergumul di halaman dengan seseorang tak dikenal.

"Astaga!!!" Ia melotot. Secepat kilat ia mengambil sebuah alat pentungan yang menggantung di dinding pos jaga. Secepat kilat pula ia berlari menuju arah keduanya. "Hoi! Apa-apaan ini!" Ia berteriak saat di dekat keduanya, di mana Helena manjerit-jerit di bawah tindihan lelaki aneh itu.

"Jangan ikut campur urusanku, satpam jelek!" Maki orang itu sambil menudingkan telunjuknya. Ia melepaskan Helena, tapi tetap memiting lengan gadis itu.

"Kau pikir kau ini ganteng?! Bilang aku jelek-jelek segala?! Aku tidak bermaksud ikut campur! Aku cuma ingin menggebukmu. Titik!"

Bukkk...!

Satpam itu mengayunkankan tongkat sakti naga geni 212 kebanggaannya ke punggung orang tak dikenal itu.

Orang itu langsung tersungkur di rerumputan dalam posisi tengkurap nungging.

"Dasar maniak! Posisi lo pingsan saja macam begini! Porno!" satpam berkumis tebal itu memaki-maki.

avataravatar
Next chapter