1 KEPERGOK FOTO SYUR

Tok-tok-tok!

Helena mengetuk pelan pintu ruang kerja pak Darham. Guru BP genit itu entah karena apa menyuruhnya menghadap ke ruang kerjanya.

Dan Helena sudah sedikit banyak tahu, apa mungkin yang dipermasalahkan oleh guru BP berkepala botak itu. Pastinya tidak ada hubungannya dengan kedisiplinan di sekolah ini.

Ia mengamati seragamnya. Tak ada yang tak beres. Paling-paling cuma rok abu-abunya yang sedikit pendek, dan memperlihatkan betisnya yang indah dan mulus.

Rasanya bukan itu masalahnya.

Rata-rata siswi di SMA ini juga mengenakan rok yang agak pendek, hanya bedanya dirinyalah yang paling cantik di sekolah ini sehingga banyak menarik perhatian guru-guru jomblo dan siswa yang lain.

Helena sekali lagi melirik kancing lehernya. Siapa tahu bagian itu sedikit terbuka sehingga mengundang masalah setelah beberapa saat ia berada di sekolah ini.

Tidak. Itu beres saja dan terkancing dengan rapi.

Agak lama ia berdiri di depan pintu ruangan itu.

Terengar suara berdehem.

"Masuk...!" Suara Pak Darham terdengar agak menggelegar di dalam ruangan.

Helena hampir terlonjak karena terkejut.

Ia membuka pintu kantor itu perlahan. Melangkah masuk dengan gerakan pelan, tapi sebelumnya ia melongokkan kepala ke dalam.

Di sana menunggu guru BP dengan reputasi tingkat kegenitan terbaik di sekolah itu memandang tajam ke arahnya yang baru muncul.

"Selamat siang..." gadis berambut panjang berombak itu menyapa pelan, agak takut-takut. Agak ragu juga ia melangkah saat melihat pria setengah baya itu memandangnya dengan berapi-api. Seperti seekor harimau yang siap menerkam mangsanya.

"Bukan siang. Ini masih pagi! Duduklah!" si guru galak itu menunjuk kursi kosong yang ada di hadapannya.

Helena menelan ludah. Siap melakukan konfrontasi jika sang guru itu telah menemukan kesalahan dirinya, sehingga layak duduk di kursi pesakitan sekolah.

Dengan wajah tegang namun siap membela diri, gadis cantik itu duduk di hadapan wajah yang bagaikan petasan siap meletus.

"Maaf, Pak... Apa yang membuat..." belum selesai Helena bertanya si guru sudah menggebrak meja. Gubrak!

Helena terjengit karena kaget. Tapi sang guru ikut kaget juga dengan suara gebrakannya sendiri. Sehingga kaca matanya terjatuh ke atas meja.

Si guru buru-buru memungut kacamatanya, lalu pasang tampang angker lagi agar si murid cantik lemah semangatnya dan mudah diintimidasi.

Ia duduk tegak kembali di kursinya, lalu memandang lurus ke arah Helena.

"Kau tahu Helena? Apa pelajaran utama yang diajarkan di sekolah ini?" Pak Darham suaranya terdengar berat.

"Banyak, Pak. Matematika, Fisika, Bahasa Indonesia, Kesenian...." Helena menjawab asal karena otaknya sudah buntu.

"Bukan itu maksudku!" Guru itu membentak. Dan ia mempersadis tatapannya saat melihat reaksi Helena yang agak ciut mendengar gertakannya.

Dicondongkannya wajahnya yang mirip tokoh kartun Guffy itu ke wajah Helena. Gadis itu agak melengos. Bau nafasnya yang rada-rada bau jengkol tercium di hidung bangir gadis itu.

"Kau tahu bukan? Sekolah ini..., oh, sekolah manapun mengajarkan pelajaran moral pada intinya. Yaitu pelajaran yang mengajarkan agar kita menganut prinsip-prinsip moral di dalam kehidupannya, dengan moral itulah kita bisa dikatakan sebagai manusia..."

"Inti permasalahannya apa, Pak?" Helena mulai sedikit tumbuh keberaniannya, karena dilihatnya guru itu rada berbelit-belit. Seperti ada modus tersembunyi di baliknya menurut pemikiran Helena.

"Kau tidak bermoral!" Guru itu mulai hilang kesabarannya karena ketakutan gadis cantik nan bening itu timbul tenggelam.

Helena tersentak. Kalimat itu cukup tajam menusuk hatinya. "Memang masalahnya apa, Pak?" Ia bertanya hati-hati, karena mulai menangkap permasalahan apa sebenarnya yang menyeretnya ke ruangan itu.

Pak Darham menghela nafas sejenak. Wajahnya yang semula membeku kini mulai agak melunak.

Guru itu mengeluarkan sesuatu dari dalam tas kulitnya. Sebuah ponsel android usang, tapi sering ia andalkan untuk menyimpan bukti-bukti kesalahan muridnya.

Beberapa saat ia mengotak-atik ponsel itu. Lalu memperlihatkannya pada Helena. Senyumnya mengembang. Seperti senyum penuh kemenangan.

"Apa ini yang dikatakan murid yang bermoral...?" ia memperlihatkan layar ponsel itu ke hadapan Helena.

Dan gadis itu langsung terenyak!

My god! Layar ponsel itu memperlihatkan foto bugil dirinya dalam berbagai gaya yang membangkitkan gairah pria yang memandangnya. Tubuhnya begitu indah dan mulus, ditambah lagi wajahnya yang cantik mempesona membuat foto itu memiliki nilai jual yang tinggi.

"Ini... ini.... dan ini..." Pak Darham menggeser layar ponselnya, memperlihatkan foto-foto lainnya, yang membuat wajah Helena langsung pucat pias. "Kau ingin mengatakan bahwa foto-foto ini editan? Mari kita bandingkan dengan melihat kondisi tubuhmu yang aseli nya..." Pak Darham tersenyum misterius, seperti menemukan banyak kartu As, dalam permainan kartu nya.

Helena ternyak bersandar di kursinya. Nafasnya terengah-engah. "Bapak... dari mana mendapatkan foto-foto ini...?!" Gadis itu melotot.

Senyum Pak Darham semakin mengembang. "Apakah pertanyaan ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa kau mengakui kebenaran foto-foto ini? Kau benar-benar cantik luar dan dalam rupanya! Benar-benar gadis yang mempesona!" Pak Darham mendengus.

Otak Helena langsung berputar keras. Ia memang mengakui kalau foto-foto syur itu adalah miliknya, dan ia sengaja melakukannya karena sesuatu hal.

Tapi di sisi lain ia harus keluar dari masalah besar ini! Ini benar-benar memalukan dan membahayakan! Foto bugil Helena telah bocor ke tangan 'pihak berwenang' .Entah siapa pelaku pembocoran rahasia negara ini!

Ia harus menyelidiki siapa pelakunya! Tapi sebelumnya ia harus mencari cara untuk selamat dulu dari 'monster' pembela moral di hadapannya ini. Pembela moral yang sesungguhnya juga tidak bermoral. Helena sendiri heran kenapa orang seperti ini bisa ditunjuk jadi guru BP.

Hening sejenak. Guru itu menatapnya tanpa berkedip. Seperti meneliti seisi tubuhnya dengan menggunakan kaca mata sinar x. Seakan menunggu inisiatip dari gadis itu.

"Gawat sekali ini. Apalagi kalau sampai kepala sekolah tahu..." guru itu berbisik pelan. Dan secara misterius pandangan matanya melembut. "Yah... kau kemungkinan tak bisa lagi meneruskan sekolah di sini, bisa jadi di sekolah lain kau pun agak susah memasukinya..."

"Saya tak ingin jadi masalah besar, Pak! Saya masih ingin bersekolah di sini!" Helena cepat-cepat memelas. Hatinya merasa ngeri saat membayangkan kasus memalukan ini dilaporkan ke kepala sekolah.

"Wah, sulit sekali kalau dalam masalah seperti ini. Ini terlalu fatal. Untung saja foto-foto mu belum menyebar, kalau sudah begitu... wah..." Pak Darham geleng-geleng kepala. Masih terus menatapnya. "Bagaimana kalau masalah ini orang tuamu juga mengetahuinya?" Pak Darham melepaskan kaca matanya, meletakkan di atas meja lalu menghela nafas.

Helena terpaku tegang.

"Saya minta maaf, Pak..."

"Tak cukup dengan kata maaf!" Guru BP itu menyahut tegas.

Helena terenyak. "Lantas... saya harus apa?"

"Aku akan laporkan hal ini ke kepala sekolah, terus menyampaikan juga ke orang tuamu. Mungkin dalam waktu dekat orang tuamu akan dipanggil pihak sekolah, karena ini sudah menjadi kewajiban saya...!"

"Oh, j-jangan, Pak!!" Helena sontak wajahnya memucat. Matanya membelalak. Tangannya tanda sadar memegang pergelangan tangan guru berkulit hitam itu, yang menggetak di atas meja.

avataravatar
Next chapter