1 Tersenyum Getir Meratapi Takdir

"Akhirnya pekerjaanku selesai juga, jika saja tapi tidak ada vas bunga  yang terjatuh aku pasti sudah pulang dengan rekan kerja lainnya, hanya karena aku adalah anak baru mereka menyuruh aku yang harus membereskan kekacauan yang sempat dibuat oleh kepala pelayan," gerutu Nesya sembari terus mengajak kakinya untuk menyusuri lorong perusahaan yang nampak sepi.

Neysa adalah gadis remaja yang baru berusia 18 tahun, baru satu minggu yang lalu ia lulus SMA dan sekarang sudah berkerja menjadi office girl di perusahaan Raharja Grup yang merupakan salah satu perusahaan terbesar di kota A. Rencana untuk melanjutkan kuliah pupus seketika saat Nesya mengetahui Papanya memiliki penyakit jantung yang sudah kronis dan karena kekurangan biaya akhirnya Nesya terpaksa berkerja untuk membayar biaya pengobatan Papanya. Sebenarnya Nesya tidak harus menanggung semuanya sendiri sebab ia masih memiliki seorang Kakak yang bernama Keli, tapi Nesya tidak bisa berpangku tangan pada Kakak tirinya itu jadi ia turun tangan untuk membantu biaya pengobatan Papa kesayangannya yang kini sedang terbaring di rumah sakit.

"Kebetulan ada lift yang terbuka, sebaiknya aku menaiki lift saja agar lekas sampai di lobby utama," batin Nesya dalam hati.

Nesya baru saja masuk kedalam lift dan aroma alkohol menyeruak masuk kedalam hidungnya, Nesya yang tidak terbiasa dengan aroma alkohol pun mulai merasakan perutnya seperti sedang diaduk-aduk hingga terasa mual jadi ia langsung menutupi hidungnya dengan tangan, manik mata berwarna coklat caramel miliknya menatap kearah lelaki yang kini sedang berdiri di ujung lift dengan kepala tertunduk. Sungguh sial sekali bisa bersama dengan orang mabuk didalam lift andaikan ia tahu ini sejak awal maka gadis itu akan kembali keluar lift dan memilik mengunakan tangga saja untuk turun ke lobby utama.

"Lelaki ini berani sekali mabuk di tempat ia bekerja," gerutu Nesya dalam hati dengan melirik kearah lelaki mabuk itu.

Gadis itu langsung melotot kaget ketika melihat lelaki itu mengangkat pandangannya dan mata merah menyala itu membuat tubuh Nesya langsung gemetar ketakutan setengah mati, lelaki itu tidak bicara tapi ia mulai melangkah dan membuat jarak mereka semakin terkikis dan itu membuat Nesya langsung melangkah mendekati pintu keluar lift dengan memeluk tas jinjing nya dengan erat dan satu tangan yang lain masih memegangi hidungnya supaya ia tidak muntah didalam lift ini.

"Ayo cepatlah terbuka," ucap Nesya dalam hati sembari terus menatap lurus ke depan.

"Ranti kenapa kamu kejam meninggalkan aku dengan lelaki bajingan itu," racau lelaki mabuk itu sembari terus mengajak langkah kakinya untuk mendekati Nesya dan menganggap gadis yang berdiri dihadapannya saat ini adalah orang yang ia sebutkan namanya tadi.

Lelaki itu kini sudah berdiri dihadapan nesya dengan tatapan nyalang dari tatapan itu seakan ia ingin mencabik-cabik tubuh kecil ini hidup-hidup. Nesya semakin gemetar dengan kening yang sudah dibasahi oleh keringat dingin. Kedua telapak tangan kekar lelaki itu mencengkram erat pundak Nesya. Rasa mual dan juga takut kini mulai merajai tubuh kecil gadis itu.

"Wanita jalang, kenapa kau hanya diam saja," racau lelaki mabuk itu sembari memindahkan tangannya dari pundak Nesya untuk mengangkat dagu gadis malang itu.

"Tu-tuan, saya bukan wanita yang Anda sebutkan tadi, tolong lepaskan saya," ujar Nesya dengan tubuh yang gemetar hebat.

"Kau kira penglihatan ku ini sudah tidak berfungsi lagi Ranti," suara bariton itu membuat sekujur bulu kuduk Nesya meremang dengan sempurna.

Tanpa bicara lelaki mabuk itu langsung mencium bibir Nesya dengan tangan besarnya ia meremas gundukan kenyal di bagian dada gadis itu, Nesya terus meronta sembari memukul dada lelaki itu tapi percuma saja karena tenaga kecilnya tidak berfungsi pada lelaki berotot kekar dihadapannya saat ini. Nesya yang malang hanya bisa menangis tersedu meratapi hari buruknya didalam perusahaan ini.

Suara pintu lift yang terbuka membuat harapan Nesya menggelora, ia dengan sekuat tenaga langsung mengigit bibir lelaki itu hingga ciuman sialan ini  terlepas, "Tolong … tolong," teriak Nesya dengan lantang.

"Ranti, kau tidak akan pernah lepas dariku," ujar Lelaki itu yang masih tidak sadar dengan apa yang ia lakukan.

"Erlanga, apa  yang anda lakukan pada gadis ini," ujar seorang lelaki yang kira-kira berusia sama dengan lelaki mabuk ini.

Lelaki itu buru-buru menarik tubuh lelaki yang barusan dia sebut dengan nama Erlanga. "Jack, kau jangan ikut campur." Sembur Erlanga dengan menatap nyalang kearah lelaki itu. Pandangan Erlanga memang terlihat kabur akan tetapi ia masih bisa mengenali sahabatnya itu.

"Kau tidak tahu apa yang kau lakukan, aku sudah bilang lupakan wanita sialan itu,"  ujar Jack pada Erlanga dengan suara tegas.

Nesya berdiri di depan pintu lift dengan tubuh yang gemetar dan juga kini seragam kerjanya telah sobek akibat ulah pria mabuk itu. Jack menatap kearah Nesya dengan tatapan iba dan juga kasihan. Kelihatan sekali jika gadis yang berada dihadapannya ini sedang ketakutan karena ulah sahabatnya.

"Siapa nama kamu?"  tanya Jack pada Nesya.

"Nama saya Nesya. Tuan tunggu saya tidak melakukan apapun, lelaki itu sendiri yang mencoba melukai saya," ujar Nesya dengan butiran bening yang terus jatuh tanpa bisa ia hentikan sendiri.

"Aku tahu, sekarang pulanglah dan besok kamu kembali bekerja, masalah seragam ini kau bisa minta lagi kepada kepala pelayan besok," ujar Jack. "Ini ada sedikit uang untuk kamu," ujar Jack mencoba untuk membungkam mulut gadis itu dengan uangnya agar masalah memalukan ini tidak sampai tersebar ke media.

"Anda datang untuk menyelamatkan saya-saya sudah berterima kasih." Setelah bicara Nesya langsung pergi dari hadapan Jack begitu saja.

Jack menatap punggung Nesya yang melangkah menjauh dengan tubuh masih gemetar. "Kasihan sekali gadis remaja sepertinya sudah bekerja," batin Jack.

"Jack, kenapa kamu membantu Ranti?" tanya Erlanga yang masih belum sadar dengan apa yang ia lakukan barusan.

"Tutup mulut kamu itu,  kau sungguh merepotkan sekali," gerutu Jack pada sahabatnya sembari membawa Erlanga keluar dari perusahaan ini.

Nesya yang malang melangkah keluar dari perusahaan dengan langkah gontai, ia memegang bibirnya yang terasa nyeri akibat sikap brutal lelaki asing itu tadi. "Aku tahu, gaji menjadi office girl didalam perusahaan ini cukup besar dari perusahaan yang lain, tapi tidak menutup kemungkinan kejadian seperti ini tak akan pernah terulang lagi," batin Nesya dengan terus melangkahkan kakinya. "Lebih baik besok aku mengundurkan diri saja," sambung Nesya dalam bungkam.

Getaran di tas jinjingnya membuyarkan lamunan Nesya, dengan tangan yang masih gemetar ia mengambil ponselnya kemudian melihat nama Keli tertera dilayar ponselnya.

[Ada apa, Kakak menghubungi aku? Papa baik-baik saja kan, Kak?] tanya Nesya dengan suara yang bergetar.

[Dokter mengatakan jika Papa harus segera di operasi. Kamu jangan sampai berpikir untuk keluar dari pekerjaan itu.] Secara tidak langsung Keli mengancam Nesya dan hal ini memang sudah bisa sebab hubungan keduanya tidaklah terlalu baik.

[Kak, ada hal buruk yang terjadi padaku, aku berjanji akan mendapatkan pekerjaan baru secepat mungkin,] tawar Nesya pada kakaknya.

[Nesya, jangan melawan jika kamu sampai berani keluar dari pekerjaan itu maka, Kakak tidak akan pernah membiarkan kamu melihat Papa lagi.] Usai bicara Keli langsung mengakhiri panggilan teleponnya secara sepihak.

Nesya hanya bisa tersenyum getir meratapi takdir hidupnya.

avataravatar
Next chapter