11 Tumben

Pelangi segera menghentikan tertawanya dan merasa heran saat melihat bawahannya tiba-tiba terdiam dengan wajah pucat saat menatap sesuatu di belakang Pelangi. Karena penasaran Pelangi menoleh ke belakang dan menemukan Ray yang berdiri di sana dengan wajah menyeramkan.

"Oke, kita bahas masalah ini besok lagi." Pelangi tersenyum pada bawahannya, mengabaikan Ray.

"Baik, bu. kalau begitu saya permisi dulu. Selamat malam," lelaki itu tersenyum sopan pada Pelangi kemudian Ray setelah itu dia pergi dari hadapan Pelangi.

Ray segera duduk di kursi yang diduduki Hedy tadi, menatap Pelangi yang juga sedang menatapnya penuh tanda tanya.

"Tumben," desis Pelangi sambil memalingkan wajah.

"Kebetulan aku lewat di sekitar sini jadi kupikir kau mungkin butuh tumpangan," jawab Ray dingin, dalam hati Ray mengutuk tindakannya datang ke tempat ini dan menjemput Pelangi, Itu pasti akan membuat Pelangi ge-er!

"Terimakasih, aku bisa pesan taksi online seperti biasanya," tampik Pelangi.

"Sebenarnya nenek yang menyuruhku kemari untuk menjemputmu," dustanya. Sialan! Lagi-lagi Ray mengutuk dirinya.

Pelangi menatap Ray dengan tatapan menyelidik seakan hendak mencari kebenaran dari apa yang disampaikan Ray. Pria itu menggeram menatap Pelangi, gadis itu bukan lagi Pelangi yang dikenalnya beberapa waktu yang lalu yang selalu percaya diri bahkan mampu mengintimidasi dirinya.

Ray melihat Pelangi berdiri dari duduknya, Ray segera mengikutinya. Pelangi hanya memandang Ray dengan tatapan yang sulit dimergerti kemudian melanjutkan berjalan meninggalkan Ray di belakangnya.

"Kesini!" kata Ray sambil menarik lengan Pelangi ketika Pelangi hendak mengambil jalan lurus, Ray segera menggenggam tangan Pelangi dan menggandengnya menuju tempat parkir.

Pelangi menatap tangannya yang berada dalam genggaman Ray, dia merasa aneh dengan sikap Ray akhir-akhir ini, mungkinkah Ray tahu kalau malam itu mereka sudah melakukan hubungan suami istri? Mengingat kejadian itu membuat dada Pelangi merasa sesak. Bayangan Ray mendesaknya dengan kuat membuatnya kesakitan dan menangis tapi Ray sama sekali tak menggubrisnya. Pelangi merasa tubuhnya membeku, dia berusaha melepas tangannya dari genggaman Ray tapi Ray tak mau melepasnya bahkan menggenggamnya semakin kuat,

"Kenapa? Bukankah ini yang kau inginkan?" Ray berkata dengan sinis.

"Ah! Sakit Ray!" pekik Pelangi.

Ray menatap Pelangi dengan kesal. Ray merasa Pelangi telah banyak berubah semenjak ulang tahunnya kemarin, Dia menduga Pelangi marah padanya karena dia lebih memilih bersama Arini untuk merayakan ulang tahunnya daripada menghabiskan waktu bersama Pelangi. Ray merasakan kalau Pelangi bahkan sering menghindar darinya akhir-akhir ini. Awalnya dia memang tak perduli tapi semakin kesini hal itu terasa menganggunya. Ray melepas genggaman tangannya pada tangan Pelangi dan menyuruhnya masuk ke dalam mobil. Tanpa berkata apapun Pelangi segera masuk kedalam mobil. Dia segera menatap keluar jendela saat Ray duduk di depan kemudi, di sampingnya.

Ray segera menjalankan mobilnya meninggalkan kompleks perkantoran yang megah itu. Keduanya sama-sama diam. Sesekali Ray melirik Pelangi yang membeku di sampingnya dia merasa sangat tidak nyaman dengan sikap diam Pelangi. Dulu dia sangat merasa terganggu dengan sikap cerewet Pelangi setiap dia pergi bersama gadis itu tapi kini dia justru merasa sangat tidak nyaman saat Pelangi sama sekali tak mengeluarkan suaranya.

Setengah jam kemudian mobil yang mereka tumpangi sudah sampai di depan rumah, Pelangi segera turun dari mobilnya dan segera masuk ke dalam rumah. Ray segera membuntuti di belakangnya. Saat Pelangi memasuki kamarnya, Ray segera segera menahan pintunya.

"Kamu sakit?"tanya Ray lembut sambil menyentuh dahi Pelangi tapi sebelum tangan Ray menyentuh dahinya, Pelangi buru-buru menepis tangan Ray membuat Ray terkejut. Dia segera menatap Pelangi dengan kesal. Dia segera merangsek masuk ke kamar Pelangi dan segera menarik Pelangi dalam pelukannya.

Pelangi terkejut saat Ray memeluknya, dia segera mendorong tubuh tubuh Ray tapi pria itu sama sekali tak bergerak. Ray mengutuk tindakannya tapi dia juga tak ingin berhenti bahkan dia menundukkan wajahnya dan mencium dahi Pelangi lalu turun ke matanya lalu hidungnya pipinya dan akhirnya bibirnya berhenti pada bibir lembut Pelangi.

***

avataravatar
Next chapter