17 Siapa Laki-laki Itu

Setelah dua hari dirawat di rumah sakit akhirnya Pelangi diperbolehkan pulang. Nenek tampak sangat senang mengetahui kalau Pelangi hamil demikian juga papa dan mama Pelangi karena mereka sudah lama berharap akan hadirnya bayi dalam rumah tangga Pelangi dan Ray. Hanya Pelangi dan Ray yang tampak galau dengan kehamilan itu.

Hubungan merekapun menjadi semakin parah dari sebelumnya. Ray merasa berada dalam dilema, satu sisi hatinya mulai jatuh cinta dan ingin menerima Pelangi apa adanya termasuk janin di dalam perutnya sedang sisi hatinya yang lain dia merasa sakit karena telah dikhianati. Dia merasa jengkel kenapa Pelangi bahkan tidak berusaha menjaga dirinya dengan tidak hamil dengan laki-laki keparat itu. Ray sendiri merasa hubungannya dengan Arini tidak sampai sejauh itu, dia selalu bisa mengendalikan diri meski Arini selalu menggodanya.

Sepasang suami istri saling menatap dengan pandangan yang berbeda meski sama-sama terluka. Ray yang menganggap Pelangi telah berselingkuh darinya sedang Pelangi menganggap Ray membencinya, bahkan saking bencinya Ray bahkan menyangkanya berselingkuh dengan laki-laki lain,

"Siapa dia? Siapa laki-laki itu?" Ray dingin pada suatu sore setelah mereka hanya berdua. Ray sudah bertekad untuk menerima Pelangi dalam hidupnya tapi dia masih berusaha untuk mempertimbangkan bayi yang ada dalam perut Pelangi.

Pelangi menatap Ray dengan hati yang sangat nyeri! Sampai saat ini Ray belum sadar kalau laki-laki itu adalah dirinya sendiri. Pelangi sadar malam itu Ray berada dalam pengaruh obat tidur dan juga obat perangsang karena itu dia mau melakukannya dengannya. Kalau Ray dalam keadaan sadar belum tentu dia mau melakukannya. Saat ini dia juga tak mungkin akan berkata pada Ray kalau laki-laki yang membuat dia hamil adalah Ray sendiri karena dia pasti akan menyangkalnya, Pelangi yakin Ray akan mengira Pelangi hanya berhalusinasi karena Ray sangat membencinya.

Melihat Pelangi hanya bungkam, Ray merasa frustasi.

"Angi, tolong katakan siapa laki-laki yang menghamilimu?!"

Pelangi memalingkan wajahnya dengan malas, dia berdiri dari kursinya dan melangkah menuju ke kamarnya menguncinya. Ray merasa benar benar jengkel. Ray menendang pintu kamar Pelangi saking jengkelnya. Ray merasa tidak diabaikan dan tidak dihargai.

Akhirnya Ray melangkah ke luar menuju teras samping rumahnya dan duduk di kursi yang ada di sana. Ray segera mengeluarkan bungkus rokok dan mengambil sebatang kemudian menyalakannya, dia merasa dadanya sesak. Entah mengapa dia merasa sakit membayangkan ada laki-laki lain di atas tubuh Pelangi. Ray menyesal telah mengacuhkan Pelangi selama ini dan membencinya tanpa dia sadari jauh di lubuk hatinya dia telah mencintainya.

Ray kaget saat menyadari teleponnya berdering, ternyata ada beberapa panggilan tak terjawab dari Arini. Sejak di restoran hari itu mereka memang belum pernah bertemu lagi karena dia sengaja menunggu Pelangi di rumah sakit sepulang kerja dan dia bahkan melupakan keberadaan Arini selama itu.

"Ray, kamu di mana?" suara Arini yang mendayu terdengar di telinga Ray.

"Ada apa?"

"Kamu kemana, sih. Aku kangen kamu, kamu ninggalin aku begitu saja waktu itu dan tak pernah mengangkat teleponku."

"Ada hal penting yang harus kukerjakan, ada apa?"

"Aku mau beli tas,"

"Ya? berapa?"

"Lima ratus,"

"Oke,"

"Thank you, sayang, muach!"

Ray segera mentransfer ke nomor rekering Arini melalui aplikasi mbanking di ponselnya. tak lama kemudian ponselnya berdering lagi, dari Arini lagi, dengan enggan dia mengangkatnya.

"Ya, sayang?"

"Kamu gimana, sih! Aku kan minta lima ratus kenapa cuma diberi satu juta." rajuk Arini,

"Emang salah? Kan kamu minta lima ratus aku sudah kirim satu juta berarti kan malah dua kali lipatnya, kan?"

"Ih, kamu gak lucu sayang! Biasanya kan kalau aku minta lima ratus kan lima ratus juta bukan bukan lima ratus ribu! Lima ratus ribu buat apaan buat makan di cafe saja langsung habis!"

Ray diam, dia memang sengaja mentransfer uang ke rekening Arini untuk melanjutkan rencananya yang tertunda karena Pelangi sakit. Dia ingin tahu apa yang diinginkan Arini, apakah Arini mengingankannya atau hanya mengirinkan hartanya.

"Oya, kamu dimana? Aku akan menemuimu," Ray menyeringai.

"Apartemen, aku nunggu kamu dari kemarin. Kupikir nenek sihir itu akan menahanmu di rumah dengan pura-pura sakit,"

"Oke, aku ke situ," Ray mengabaikan perkataan Arini, entah mengapa setiap kali Arini menyebut Pelangi dengan sebutan nenek sihir, dia merasa jengkel padahal dulu dia tidak pernah mempermasalahkannya.

Ray segera memesan taksi online untuk ke apartemen Arini, dia sengaja tidak membawa mobil untuk memuluskan rencananya. Selama ini dia menganggap Arini mencintainya karena itu dia akan memperjuangkannya di hadapan neneknya tapi akhir-akhir ini dia mulai meragukannya karena itu dia harus membuktikannya, Ray ingin membuktikan kalau kecurigaan Pelangi pada Arini salah meski pada sisi lain hatinya dia merasa ragu.

Turun dari taksi online, Ray segera memasuki gedung apartemen Arini, Ray segera memasuki lift menuju lantai enam belas di mana unit Arini berada. Arini segera membukakan pintu ketika Ray mengetukknya, sebenarnya Ray sudah tahu password unit Arini karena dia kerap datang kesini dan dialah yang membelikan unit ini. Arini segera memeluk dan menciumnya dengan mesra, Ray hanya membalas ciuman Arini sekilas kemudian memasuki unit itu.

Ray segera duduk di sofa, Arini segera membuatkan teh hangat kesukaan Ray dan meletakkannya di atas meja, kemudian dia duduk di pangkuan Ray dengan mengalungkan kedua tangannya di leher Ray.

"Ah, hanya dua hari gak ketemu aku kangen banget sama kamu Ray," Arini mencium pipinya.

Ray hanya menyeringai, entah kenapa pikirannya di penuhi Pelangi, Ray bahkan tak membalas saat Arini menciuminya.

"Kamu kenapa sih dari tadi diam saja,"

"Gak papa lagi gak mood saja, aku lagi banyak pikiran."

"Ada apa? Apa nenek sihir itu menekanmu lagi?" Arini kembali mencium pipi Ray tapi laki-laki itu tak bergeming.

Melihat Ray tak bereaksi, Arini segera menyadari kalau Ray tak ingin membicarakan Pelangi, dari dulu memang Ray tak suka membicarakannya.

"Oya, permintaanku tadi gimana?"

Ray hanya menatapnya tersenyum. Arini segera mengambil ponsel Ray dan membuka kuncinya kemudian menggeser layarnya hingga dia menemukan logo sebuah bank. Dia segera menekan ikon itu dan memasukkan password di sana, sayangnya beberapa kali mencoba dia tak berhasil membuka sandinya.

"Kenapa sandinya di ganti,"Arini meletakkan ponsel Ray dengan kecewa.

"Masak?" Ray menatap Arini, "Mau apa?"

"Mau transfer yang lima ratus juta barusan. Kenapa gak bisa dibuka? Apa passwordnya kamu ganti ya?"

"Aku tidak merasa menggantinya, apa mungkin tadi memegangnya waktu aku ada tamu tadi," Ray menyeringai, dalam hatinya dia meminta maaf kepada Pelangi karena menggunakan namanya padahal sesungguhnya dia sendiri yang mengubah password Mbankingnya, Dia ingin tahu apa yang akan dilakukan Arini bila dia tak bisa membuka password akun banknya, Selama ini, dia selalu membebaskan Arini mentransfer uang ke rekeningnya sendiri melalui ponselnya meski dia sudah memberi Arini kartu kredit.

"Sesungguhnya, aku sedang berada dalam masa sulit, perusahaanku dinyatakan bangkrut..."

"Apa? Bangkrut?!" Arini berteriak sambil menatap horor ke arah Ray.

***

Benarkah Ray brangkrut? Bagaiman dengan kehamilan Pelangi.

Yuk, tunggu kelanjutan cinta Ray dan Pelangi selanjutnya.

***

AlanyLove

avataravatar
Next chapter