16 Hamil

Ray sengaja menyuruh Arini pergi dan melupakan rencananya untuk menjebak Arini karena melihat Pelangi yang membutuhkan pertolongan, dia juga mengatakan pada klien Untuk menjadwal ulang pertemuan mereka karena kondisi Pelangi saat ini. Laki-laki itu malah menawarkan mobilnya untuk membawa Pelangi ke rumah sakit saat melihat Pelangi yang lemas duduk di depan kursi yang ada di sekitar toilet.

"Sopir saya sebentar lagi sampai, Mas, terimakasih," jawab Ray sambil menatap Rhein dengan cemas.

"Maaf, kalau Pak Ray apanya Bu Pelangi, ya?"

"Saya, suaminya,"

"Oh, pantas saja, bapak terlihat begitu cemas. Benar-benar suami siaga," Klien Pelangi yang bernama Risky itu tertawa sebentar lalu wajahnya terlihat serius. "Tadi Bu Pelangi sempat bilang sedikit pusing, saya kami mulai makan."

Tak lama kemudian asisten Ray datang, Ray segera menggendong Pelangi di depan dadanya dam membawanya ke dalam mobil mewahnya. Pelangi hanya pasrah saat Ray membawanya, dia merasa tubuhnya sangat lemas sampai gemetar setelah muntah-muntah tadi. Asisten Ray segera melarikan mobil itu ke rumah sakit dan tak sampai setengah jam kemudian mereka sudah ada di IGD. Pelangi langsung mendapat pertolongan.

Ray menunggui pelangi di ruang rawat inap VVIP rumah sakit, ditatapnya wajah pucat yang sedang tertidur pulas dengan selang infus yang tertancap di tangannya.dengan perasaan kalut. Pelangi tertidur setelah dokternya memberi suntikan. Waktu semakin malam tapi orang tua Pelangi yang telah dikabarinya belum juga tiba di rumah sakit karena mereka sedang berada di luar kota untuk urusan bisnis.

Ray kembali menatap Pelangi dalam gelisah, ada rasa kesal yang menyeruak di dalam hatinya dan membuat jantungnya seperti diremas-remas, sangat nyeri. Rasa itu muncul setelah dokter menyatakan Pelangi hamil. Sebagai seorang suami harusnya dia bahagia karena istrinya hamil, sayangnya Ray tak pernah melakukan hal itu dengan Pelangi jadi kemungkinan Pelangi melakukan hal itu dengan orang lain. Hal itulah yang membuat Ray galau, meski dia merasa kalau itu adalah karmanya tapi Ray masih tidak bisa menerimanya karena tak pernah berbuat sejauh itu dengan Arini. Entah apa yang ada dalam pikiran perempuan di depannya hingga dia mampu melakukan hal yang keji seperti itu, tidakkah dia berfikir kalau perbuatannya akan mempermalukannya?

Ray segera berdiri menuju ke teras di depan ruang rawat inap Pelangi, dia duduk di kursi yang ada di sana dan mulai mengisap sebatang rokok. Ray bukanlah seorang perokok tapi pada saat galau dia akan melakukannya. Dia merasa sangat kesal mengetahui kenyataan Pelangi hamil ketika dia merasa mulai mencintainya. Dia hanya butuh sedikit waktu lagi untuk memutuskan hubungannya dengan Arini dan memulai semuanya dari awal dengan Pelangi. Dn fakta Pelangi hamil entah siapa membuat Ray tak tahu apakah dia sanggup menerima anak yang saat ini berada dalam perut Pelangi. Ray memijit kepalanya yang terasa pusing, hatinya terasa sangat nyeri.

Sungguh Ray merasa tidak rela Pelangi bersama dengan laki-laki lain. Bayangan Pelangi dalam kungkungan seorang laki-laki membuat Ray mengepalkan tangannya. Ray menduga mungkin perasaan seperti inilah yang dirasakan Pelangi saat dia bersama Arini. Ray apalagi selama ini dia bahkan menggunakan kata-kata yang kejam dan tindakan yang frontal untuk menyakiti Pelangi.

"Jangan... to... long.... jangan... pergi... pergi... "

Ray terkejut mendengar Pelangi merintih, dia segera mendekat dan entah mengapa dia merasa sakit mendengarnya.

"Jangan... jangan," rintih Pelangi lagi kali ini lebih keras, dahinya tampak berkerut. Ray melihat ada ketakutan dan rasa sakit di wajah Pelangi membuat Ray merasa murka. Siapa yang berani menyakiti Pelangi?

Ray segera duduk disamping tempat tidur Pelangi dan menggenggam tangannya dengan lembut. Perlahan diusapnya punggung tangan Pelangi. Usapan lembut dari Ray membuat kerutan di dahi Pelangi berkurang, sebuah senyum yang tak kentara terlihat di sudut bibirnya. Ray merasa lega saat kerutan di dahi Pelangi berkurang. Dengan pelan dikecupnya dahi Pelangi, Ray berharap Pelangi bisa tidur nyenyak malam ini. Meski dia sendiri masih merasa gundah mengetahui kehamilan Pelangi.

Pelangi baru saja bangun dari tidurnya saat papa dan mama datang, mereka langsung pulang ketika mendapat kabar dari Ray kalau Pelangi di rumah sakit, mereka bahkan belum sampai di rumah karena mencemaskan keadaan Pelangi. . Mereka segera memeluk dan dan mencium Pelangi yang tersenyum lemah melihat keduanya.

"Kenapa bisa begini. Ang?" tanya mama.

Pelangi menggeleng lemah, bahkan untuk berbicara saja Pelangi langsung merasakan perutnya tidak bisa di ajak kompromi, dia langsung muntah, untungnya dengan sigap Ray mengambil wadah yang disediakan pihak rumah sakit untuk menampung muntahan Pelangi, mengambil tisu untuk mengelap mulut Pelangi dan membuangnya di kamar mandi. Pelangi malah melongo melihat perlakuan Ray, dia tidak menyangka Ray akan memperlakukannya dengan lembut. Tapi menyadari keberadaan kedua orang tuanya, Pelangi menduga Ray sengaja bermain peran sebagai suami yang baik seperti biasanya. Pelangi hanya tersenyum sinis.

"Angi kenapa Ray?" Mama mengalihkan pertanyaan pada Ray karena Pelangi tak menjawab pertanyaannya malah justru kembali muntah-muntah.

Ray menatap Pelangi dengan perasaan rumit, haruskah dia mengatakan kalau Pelangi hamil? Memikirkannya saja membuat jantungnya seperti diremas dengan kuat tapi dia tak mungkin tidak mengatakannya apalagi mereka adalah kakek dan nenek dari bayi yang ada dalam perut Pelangi. Meski dia harus menerima kenyataan bahwa bayi itu bukan anaknya.

"Pelangi hamil, Ma," kata Ray lirih sambil menyeka keringat di wajah dan leher Pelangi, dia berusaha membuat nada suaranya sebahagia mungkin.

"Benarkah? Alhamdulillah... akhirnya kita akan punya cucu, Pa." sahut mama dengan gembira. Dipeluknya Ray dan diciuminya Pelangi dengan bahagia.

"Selamat Ray, akhirnya kamu dan Pelangi akan jadi papa dan mama," papa memeluk Ray dan menepuk-nepuk punggungnya.

"Terimakasih, ma, pa," Ray berusaha tersenyum senang meski setiap tepukan papa di punggungnya terasa seperti pukulan dari palu raksasa yang menghancurkannya. Tubuhnya terasa lunglai tapi dia menguatkan diri untuk tetap berdiri.

Di atas tempat tidur Pelangi membeku saat mengetahui kalau dia hamil, dia tak menyangka kejadian malam itu akan membuatnya hamil. Dia bahagia dengan kehamilannya tapi pada saat yang sama dia juga merasa sedih karena Ray pasti mengira dia berselingkuh dengan orang lain karena sampai hari ini Ray tak menyadari kejadian malam itu. Pelangi segera menyeka air mata yang hampir tumpah di matanya.

Pelangi tak tahu, apakah dia harus mengatakan pada Ray kalau dialah yang menghamilinya? Mungkin tapi tidak hari ini. Mereka saling menatap dalam tatapan yang rumit.

***

Pelangi hamil, apa yang akan terjadi kemudian? Apakah Pelangi akan mengatakan siapa yang menghamilinya? Bagaimana sikap Ray dengan kehamilan Pelangi dan bagaimana kelanjutan Ray menjebak Arini?

Tunggu terus kelanjutannya, jangan lupa untuk vote dan tulis komen dan reviewnya.

avataravatar
Next chapter