18 Bangkrut

Arini menatap Ray dengan tatapan yang yang mengerikan, dia terlihat syok saat mendengar Ray mengatakan kalau perusahaannya bangkrut. Arini mencoba menelisik Ray mengatakan yang sebenarnya.

"Bagaimana bisa kamu bangkrut?" Arini sewot.

Ray menatap Arini dengan kecewa, dia tak menyangka Arini akan berubah seperti ini begitu mendengar dia bangkrut. Ray berdiri dan berjalan ke jendela dengan kedua tangan di masukkan ke dalam saku dan menatap ke luar jendela dengan hati bergemuruh.

"Dalam dunia bisnis semua tak bisa diprediksi," kata Ray lesu, dia kembali duduk di sofa.

"Jadi kamu beneran bangkrut?" Arini kembali menatap Ray dan bertanya-tanya benarkah Ray bangkrut.

Keduanya saling diam, Arini bahkan menghindari tatapan Ray.

"Aku lapar, Yang. Kamu masak apa?" tanya Raya setelah cukup lama mereka diam.

"Aku gak masak. Tadi aku makan di luar sama Juwita dan Anne."

"Kalau begitu, tolong pesankan dong, uangku habis buat bayar taksi tadi," mohon Ray dengan nada memelas.

"Tapi nanti kamu ganti, ya?" kata Arini dengan cemberut, meski dia biasa dikatakan Arini tapi kali ini terasa sangat menyebalkan. "Mau pesan apa?"

"Ayam geprek," jawab Ray cuek.

"Tapi ganti ya? Beneran!" entah mengapa dulu Ray suka sekali setiap Arini mengatakan hal itu dengan manja dan biasanya dia akan mentransfer sejumlah uang dalam jumlah besar ke rekening Arini.

"Jawab dulu!"

"Iya, Yang." jawab Ray malas.

Lima belas menit kemudian makanan yang Arini pesan datang, Ray segera membukanya dan memakannya dengan lahap sedang Arini memakan bagiannya dengan pelan.

"Besok aku pinjam mobil kamu buat ke kantor, ya?" pinta Ray penuh harap , padahal Ray hanya ingin melihat bagaimana reaksi Arini atas permintaannya.

"Emang kamu ke sini gak pakai mobil?" sinis.

"Mobil aku kan masih di bengkel, sayang." jawab Ray santai.

"Kamu kan masih punya banyak mobil yang lain!"

"Ditarik bank dan perusahaan leasing, makanya aku mau pinjam mobil kamu buat ke kantor karena besok aku ada meeting di luar kantor."

"Ih, Gak! Aku besok mau pergi sama Juwita dan Anne, sebenarnya mau beli tas, tapi karena kamu cuma kasih aku satu juta! Aku sebenarnya malu Ray. Kamu pelit, sih!" Arini cemberut.

"Kalau malu, terus kenapa meski pergi? Kenapa tidak di apartemen saja," komentar Ray sebelum menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Ih, kamu gimana sih Ray! Nanti aku jadi bahan olok-olok teman-temanku."

"Terus kalau kamu gak beli tasnya gak apa-apa?" pancing Ray.

Arini cemberut, "Aku pinjam uang Anne, nanti kami kamu yang bayar ke Anne. Aku sudah bilang ke Anne dan dia setuju,"

"Hmm," Ray malah teringat Pelangi, dan dia merasa sedih bahkan sepeserpun dia belum pernah memberi uang kepada Pelangi dan Pelangi juga tak pernah memintanya dan entah berapa ratus milyar yang telah diberikannya kepada gadis di depannya, gadis yang bahkan tidak mencintainya.

Ray menelan ludahnya dan menyingkirkan kotak makanan yang baru habis isinya setengah.

"Aku bangkrut sekarang, aku tak bisa sepertinya."

"Kamu pelit!"

"Bukan pelit, Sayang tapi keadaan sekarang aku lagi tak punya. Bukankah biasanya apapun yang kamu minta selalu aku beri?"

"Iya, sih. Tapi... kamu menyebalkan Ray! Padahal aku butuh sekarang?" Ray tak menanggapi omongan Arini, dia malah merebahkan tubuhnya di atas sofa, meletakkan kepalanya di paha Arini dan memejamkan matanya

Arini geram menatap Ray yang malah tiduran di pahanya, Arini segera menyuruh Ray bangun tapi laki-laki itu tetap cuek tiduran di pahanya membuat Arini jengkel, dia segera berdiri dan membiarkan kepala Ray jatuh ke sofa.

Arini membangunkan Ray dan menyuruh saya pulang tapi Ray mengabaikan permintaan Arini

"Aku capek ingin istirahat," kilah Ray tanpa membuka mata.

"Kamu bisa pulang ke rumah kamu," gerutu Ray.

"Angi tidak mengijinku di sana, dia mengusirku! Aku tidak punya tempat tinggal selain di sini," untungnya dia tidak pernah menunjukkan propertinya yang lain pada Arini dan dia bersyukur sekarang. Ingatkan dia untuk minta maaf pada Pelangi karena lagi-lagi menggunakan namanya untuk menjebak Arini.

"Tapi aku tidak mau kamu di sini," tukas Arini ketus.

"Bukankah biasanya kamu menyuruh untuk menginap? Bukankah tadi kamu bilang kangen padaku," Ray menyembunyikan senyumnya. Biasanya Arini akan merayunya agar dia menginap di apartemen ini tapi dia tak pernah mengiyakannya.

"Tapi tidak sekarang Ray. Kamu bangkrut, ingat!" sahut Arini ketus.

"Apa masalahnya kalau aku bangkrut? Bukankah ini apartemenku juga?" Ray tersenyum getir.

"Tidak! Apartemen ini atas namaku jadi apartemen ini punya aku dan aku punya hak menentukan siapa yang boleh menginap di sini!" nada suara Arini meninggi.

"Tapi tetap saja aku yang membelinya," balas Ray

"Kamu memang membelinya tapi kamu memberikannya untukku jadi apartemen ini milikku!"

"Oke, oke tapi ijinkan malam ini saja aku menginap di sini, besok pagi aku akan segera keluar dari sini," Ray menyeringai.

Arini mendengus, "Baiklah tapi malam ini saja!"

Ray kembali memejamkan mata, selama ini dia menganggap dia menganggap Pelangi iri pada Arini karena dia lebih perhatian pada Arini dan kini dia menyesal karena selalu mengabaikan Pelangi. Sayangnya dia masih merasa jengkel kepada Pelangi telah mengkhianatinya dan tidak mau mengakui siapa laki-laki yang menghamilinya.

Malam itu Ray tidur dengan sangat tidak nyaman karena tidur diatas sofa. Arini tidak mengizinkannya masuk ke kamar padahal biasanya dia akan menawari Ray untuk tidur bersama tapi Ray selalu menolaknya.

Ray tersenyum kecut menyadari bahwa Arini hanya menginginkannya hartanya saja.

Pagi harinya Arini menolak mengantar Ray ke kantor dia bahkan berangkat lebih dulu meninggalkan Ray di apartemennya. Setelah memastika Arini tidak melihatnya Ray meminta Pak Burhan sopirnyanya untuk menjemputnya di apartemen Arini

***

Buat yang kangen Pelangi Senja, maaf sudah sangat lama....

AlanyLove

avataravatar
Next chapter