16 Sebuah Kebetulan

Aksa berjalan lunglai di tengah pemakaman yang luas namun asri. Disinilah biasanya Ia menceritakan suka duka yang sedang ia alami. Tempat ternyaman untuknya mengadu keluh kesah yang ia hadapi. Nisan marmer bertuliskan nama sang ibu membuatnya meneteskan air mata. Mengapa secepat ini Ia harus di tinggalkan. Sejak sang ibu mninggalkannya Ia dan sang ayah saling berjanji untuk terbuka satu sama lain saling mengobati rasa kehilangan dan rasa sedih bersama – sama dengan bergandengan tangan dan saling memeluk di kala rindu dan sedih itu melanda. Walau ini bukanlah pusara ibu kandungnya melainkan ibu sambungnya yang mengasuhnya sejak kecil namun Aksara sangat menyayanginya jauh melebihi sang ibu yang Ia benci karena meninggalkan dirinya dan sang ayah begitu saja demi karirnya. Di saat mereka terpuruk itulah Diana sosok asisten sang ayah yang terke3nal dingin dan kaku justru datang dengan senyuman indah yang membuat Aksara nyaman. Hingga Marcello memutuskan untuk menikahi gadis bermata coklat itu. Namun sayang saat Aksara menginjak kelas dua Sekolah Menengah Atas, Diana meninggal karena penyakit yang Ia derita.

"Bunda, Aksara rindu…"

Setitik Air mata membasahi celana abu – abu yang Ia pakai. Belain jemarinya apada batu nisan sang bundalah sebagai bentuk rasa sayangnya pada sang bunda.

"Bunda sedang apa disana?"

"Apa sekarang bunda sedang melihatku dari atas sana?"

"Kenapa bunda secepat itu meninggalkan Aksa sama papi, kau bilang jika mami akan kembali lagi setelah bunda tiada, tapi nyatanya mami tak kunjung datang. Bunda masih tak percaya pada Aksa kalau mami memang tidak pernah menyayangi Aksa? Atau bunda hanya ingin menyenangkan hati Aksa saja dengan mengatakan jika mami sangat menyayangi Aksa?"

"Bunda, jika saja kau masih ada disisiku? Mungkin saat ini aku akanberada dipangkuanmu sambil mengadukan keluh kesahku, bukan di atas pusaramu."

"Bunda, aku ingin memberitahumu jika akutelah membuat kesalahan besar."

"Aku telah menyakiti hati seseorang, dan orang itu adalah Airin, gadis kecil yang sangat lucu dan imut namun sering kali aksa membuatnya celaka."

Lagi dan algi air mata Aksara menetes, disinilah sosok Aksara yang dingin, ketus menjadi pribadi yang rapuh. Hanya ketika bersama sang bunda Aksa seperti berubah menjadi orang lain, namun inilah asli nya Aksa, berjiwa hangat dan ramah.

Kelakuan maminya lah yang merubah Aksara membenci kaum perempuan cantik dan genit. Dan hal itulah yang membuatnya membenci Airin pada saat awal mereka berjumpa.

Airin yang memang cantik di salah artikan oleh Aksara, namun Aksara membuat kesalahan yang Ia sesali hingga saat ini yaitu terlambat mengetahui siapa Airin itu sebenarnya.

"Bunda, apa aku memang di kutuk agar aku tak bisa lagi mendekati Airin? Atau memang aku di lahirkan untuk tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang wanita? Mami pergi meninggalkan aku, kemudian bunda pun pergi lalu apa aku tidak boleh memiliki Airin? Atau memang aku pun harus merelakan Airin seperti halnya aku merelakan kepergianbunda?"

"Ini tak adil untukku, bun. Aku pun ingin mendapatkan kasih sayang dari wanita yang aku sayangi dan aku cintai bunda."

Aksara terus mengeluarkan apa yang ingin ia katakana pada sang bunda. Sementara tepat di samping makam Diana, berjongkok seorang wanita yang masih cantik di usianya yang makin menua. Dengan air mata yang sama mengalir dengan deras, wanita itu terus mendengarkan apa yang Aksara katakan di atas makam mendiang sang bunda.

'Aksara anak mami, maafkan mami sayang… mami terpaksa meninggalkan mu dan juga papimu agar kalian tidak bersedih saat mami pergi namun ternyata mami salah, justru mami memberi kesedihan berkali lipat pada kalian. Karena wanita baik itu justru mendahului mami, maafkan mami, nak.' Wanita itu membatin sambil terus mendengarkan apa yang aksara katakan di atas pusara sang bunda.

"Bunda, peluk Aksa.." lagi, air mata Aksara tumpah namun saat Ia menyadari ada orang laim di makam itu Ia segera menghapus air matanya.

"Bunda, Aksa pamit dulu ya. Aksa sayang bunda." Ucap Aksara lalu mencium batu nisan bertuliskan Diana Alfarizi.

Aksara kemudian bangkit dan berjalan keluar dari pemakaman. Wanita yang berada bersamanya dimakam itu tetap diam di tempat.

Diluar pemakaman Aksara menatap seorang pria yang begitu Ia kenali sedang merentangkan kedua tangannya. Aksara tersenyum,lalu mempercepat jalannya dan menghambur kedalam pelukan laki –laki yang ternyata adalah sang ayah.

"Maafkan papi, Aksa."

"Tidak papi, Aksa memang rindu bunda bukan karena Aksa bersedih."

Marcelo tersenyum. "Bahkan kita sudah berjanji untuk saling terbuka apapun keadaannya."

"Maaf papi."

Di dalam pemakaman, wanita yang tak lain adalah ibu kandung Aksara memejamkan mata, ini adalah sebuah kebetulan yang tak diharapkan oleh senja, mami Aksara. Senja sengaja datang untuk menjenguk Diana, wanita baik hati yang telah membesarkan anak nya. Namun Tak disangka ternyata Aksara pun datang untuk berkeluh kesah pada Diana, dan sekarang Ia melihat sosok laki – laki yang sangat Ia cintai marcelo. Cinta pertama dan cinta terakhirnya.

"Marcel…" Senja bergumam, sambil menatap Marcelo yang sedang memeluk Aksara di depan gerbang pemakaman.

"Kau masih tetap sama seperti dulu, tampan, dan penuh kasih. Maafkan aku yang tidak sempurna ini. Maafkan aku yang telah memberikan luka pada kalian." Ucap Senja sambil terus memperhatikan ayah dan anak yang sedang berpelukan.

Senja lalu menoleh pada makam yang berhias bunga melati pemberian Aksara. Ya, Diana sangat menyukai bunga melati. Hampir di setiap sudut halaman ada bunga melati yang tumbuh di sana.

"Diana, terima kasih karena telah membesarkan serta mendidik anakku dengan baik. Kau perempuan yang luar biasa, tak mengeluh sedikitpun karena sakit mu, dan tak pernah berkata lelah menjaga dan membesarkan anakku, walau aku tahu kamu menahan kesakitan. Maafkan aku Diana." Tak bereda dengan Aksara. Senja pun menangis meratapi kesalahan yang ia perbuat.

"Papi…"

"Hm.."

"Apa mami akan kembali?" Tanya Aksara yang membuat Marcelo menoleh pada anak laki – lakinya. Sejujurnya Ia tak tahu apa yang harus Ia katakana sebagai sebuah jawaban untuk sang putra.

Sejak Diana mengatakan jika Senja tak pernah berselingkuh, Marcelo selalu mengawasi kehidupan Senja melalui Tara yang tak lain adalah ayah dari Airin. Sebuah kenyataan yang menyakitkan diterima oleh Marcelo kala itu, namun apa yang bisa Ia lakukan jika dihadapannya telah ada seorang perempuan berhati mulia yang membesarkan anaknya.

Senja pergi meninggalkan anak dan suaminya, bahkan menggugat cerai setelah itu melalui pengacaranya dengan alasan untuk mengejar karir dan pergi dengan laki – laki lain. Tapi kenyataan yang baru Ia dapatkan dari adalah jika sebenarnya Senja pergi karena sengaja menghilang karena tak ingin membuat marcelo dan anak susah karena penyakit yang di derita oleh Senja.

Sejak saat itu, Marcelo tanpa sepengetahuan Senja selalu membantunya membayar biaya perawatan di rumah sakit dan juga seluruh biaya perawatan yang di atas namakan seorang laki – laki yang Senja sendiri tidak akan pernah tahu.

"Mungkin suatu saat nanti mami akan mencari mu, Nak."

"tapi aku sudah tidak membutuhkannya lagi." Sahut Aksara lalu menatap jalanan di luar jendela mobil ayahnya.

avataravatar
Next chapter