12 Cemburu?

"Aksa! Kakak tidak suka kamu bermain dengan Amanda." Ucap Anjas saat ia berada di dalam kamar Aksa.

"Maksud kakak apa?" Aksara menoleh ke samping di mana kakaknya sedang rebahan di kasur besar miliknya.

"Tadi sewaktu aku pergi menjemput Airin, kami bertemu dengan Amanda yang sedang menangis sepertinya tak jauh dari rumahnya."

"lalu hubungannya denganku apa?" Tanya Aksara.

"Saat ditanya Ia mau kemana? Ia mau menjawab mau ke club. Apa jangan – jangan kamu juga suka main di club malam seperti dia?"

"Kakak ini menuduh sembarangan, mana pernah aku pergi ke tempat seperti itu, bisa – bisa di gantung papih."

Anjas tersenyum, "Kirain kamu suka keluyuran ke sana."

Aksara menghembuskan nafas sebal, bagai mana bisa kakak nya mengira dirinya seperti anak – anak diluar sana yang sering nongkrong di club.

"Ayo kebawah pasti papih sama Airin udah nungguin kita." Ajak Anjas sambil bangkit dari acara rebahannya.

"Kakak saja, aku ga ikut."

"Kamu yakin? Apa kamu ga lapar?"

Aksara mengeleng.

"Ga nyesel ga ketemu Ai yang cantik jelita."

Lagi – lagi Aksara mengeleng.

"Ya udah kalau gitu kakak saja, sepertinya Dika juga sudah datang."

"Dika?"

Anjas menoleh saat sudah di ambang pintu.

"Iya, dia dengar tadi kalau kakak mau jemput Airin untuk makan malam disini."

Anjas lalu keluar dari kamar Aksara membiarkan laki – laki itu diam memikirkan langkah yang harus dia ambil.

"jangan – jangan Dika..."

Aksara lalu berlari keluar kamar, namun saat sampai di atas tangga dan melihat Airin serta kedua sepupunya sedang mengobrol, langkah Aksara menjadi pelan dan tampak tak perduli dengan mereka bertiga yang sedang berbincang.

"Ayo kita mulai makan malamnya." Ajak Tuan Marcelo lalu menoleh ke arah Aksara yang baru saja menuruni tangga.

"Kata Anjas kamu ga lapar?" Goda sang ayah.

"Itu tadi, sekarang aku lapar." Sahut Aksara lalu berjalan melewati Airin dan Dika begitu saja, sedangkan Anjas dan Tuan Marcelo saling tatap sambil tersenyum kecil.

"Airin, Ayo.." Tuan Marcelo mengulurkan tangannya hendak mengandeng Airin yang susah berjalan.

"Biar Dika saja Om." Dika dengan cepat meraih bahu Airin lalu memeluknya dari samping mengajak nya  berjalan menuju ke meja makan.

Aksara diam – diam melirik ke arah Airin dan Dika yang sedang berjalan perlahan menuju ke meja makan.

"Hati – hati." Ucap Dika saat membantu Airin duduk di sampingnya yang berseberangan dengan Aksara.

"Kenapa Ayah dan Ibumu tidak ikut Airin?" Tanya Tuan Marcelo saat sudah duduk di meja makan.

"Tidak Om, katanya ayah lelah dan ingin istirahat saja."

Tuan Marcelo mengangguk mendengar jawaban dari Airin. Lalu makan malam berlangsung dengan hikmat, hanya deringan sendok dan piring yang saling beradu.

"Tambah lagi Ai, biar gemuk." Ucap Dika sambil menambahkan makanan ke dalam piring Airin membuat nya terkejut.

"terima kasih.." Ucap Airin padahal Ia sudah mulai kenyang tapi bagai mana lagi, ga mungkin ia tak memakan makanan yang diambilkan oleh Dika untung saja Cuma sedikit kalau tidak... pasti Airin kekenyangan.

"Aku sudah selesai, aku ke kamar dulu." Ucap Aksara namun langkahnya terhenti saat ayahnya menyuruh untuk duduk menemani yang lain makan.

"Temani dulu saudaramu. Lama kalian tak kumpul bareng pasti banyak yang ingin kalian ceritakan." Ucap Tuan Marcelo.

"Iya Om lama kami tidak kumpul bareng, aku sama kak Anjas saja yang kakak adik kandung jarang bertemu apa lagi dengan Aksara yang sama – sama sibuk." Ucap Dika.

Tuan Marcelo tersenyum, lalu mengangguk membenarkan Dika, "Makanya gunakan kesempatan ini untuk saling bertukar cerita."

Dan benar saja setelah selesai makan malam, mereka melanjutkan dengan ngobrol di ruang tengah. Aksara hanya diam saja mendengarkan dua sepupunya berceloteh, sedangkan Airin ikut bercerita yang kadang membuat Aksara tersenyum walau samar.

"Aku ambilkan cemilan dulu." Ucap Airin lalu bangkit dari sofa.

"Biar aku saja." Ucap Aksara 

Airin dan kedua sepupu Aksara saling pandang, "Biarkan saja." Ucap Anjas.

Airin duduk kembali di tempat semula. Sedangkan Aksara telah sampai di depan lemari tempat penyimpanan snack.

'Mana bisa aku melihat kamu berjalan dengan kaki pincang.' Batin Aksara sambil menatap ke arah Airin.

'Maafkan aku Ai..' lagi – lagi rasa bersalah bergelayut di hatinya.

"Aksa! Lama sekali kamu Cuma ambilan cemilan di dapur kayak ambil di hongkong." Suara Dika mengagetkan Aksa yang langsung menutup lemari begitu saja, dan segera kembali ke ruang tengah.

"Nih! Ga sabaran banget." Ucap Aksara jutek.

"Nah gitu dong... Nih Ai"  kata Dika lalu menyodorkan toples berisi kacang kesukaan Airin.

"Sok perhatian." Celetuk Aksa.

"Sirik lo.."

"Enggak."

"Seterah dah.." 

"Kalian ini apa – apa an sih... selalu aja berantem karena hal sepele." Anjas menengahi.

"Aksa duluan tuh..."

"Ih, kok gue.."

Airin hanya diam, lalu ia mencoba diri hendak mengambil minum namun sialnya justru kakink mampu menahan berat badan Airin dan akhirnya..

BUK

"Maaf kak Anjas.."  Ucap Airin karena tubuhnya menimpa Anjas.

"Ga apa – apa, kamu bilang aja mau apa, nanti kalau jatuh gimana, ini mending ada kakak, coba kalau enggak."

"Maaf kak.

"Udah di belikan sepatu dan sendal khusus masih saja ga dipake, tledor atau memang sengaja sih.." Sinis Aksa sambil melirik Airin yang hanya menunduk diam.

"Aku mau pulang, tadi mau pamitan sama Om." Sahut Airin berbohong.

"Ayo kakak antar.."

"Jangan kak, biar Dika aja." Cegah Dika.

"Kamu di rumah aja, biar kakak yang antar, ga usah bantah.." 

"Ih! Kakak.."

"Ayo Ai.."

"Iya kak..."

Airin kembali di papah oleh Anjas untuk berpamitan dengan Tuan Marcelo yang sedang berada di ruang kerjanya.

"Awas kalau kalian berdua berantem." Ancam Anjas sambil berjalan bersama Airin.

Aksa dan Dika sama – sama diam tak berucap apapun, keduanya terlarut dengan pikiran masing – masing.

'Maaf Ai..' batin Aksa lagi dan lagi hanya kata itu yang mampu Ia ucap meski hanya dalam hati saja.

'Kalau suka bilang, ngapain pakai acara nyakitin segala. Bagai mana bisa aku punya saudara sebodoh ini ckckck..' Batin Dika.

Sementara Airin dan Anjas telah berada di dalam mobil setelah berpamitan dengan Tuan Marcelo.

"Kamu jangan masukkan ke hati ya omongan Aksara."

"Ga kok kak." Balas Airin sambil menoleh sekilas pada Anjas.

"Aksa sebenarnya sayang sama kamu, hanya dia merasa bersalah atas apa yang terjadi sama kamu dulu sampai kamu sulit berjalan."

Airin hanya diam, Ia pun tahu bagai man perasaan Aksa, namun Ia juga bingung bagai mana Aksa yang dulu selalu bilang sayang saat mereka kecil tiba – tiba menjadi membenci dirinya.

'Aksara aku hanya ingin kamu selalu tersenyum, apa aku harus benar – benar menjauh dari mu?' Batin Airin.

avataravatar
Next chapter