11 Amanda

PRANKKK!

Suara keras benda yang terjatuh menggema di ruangan luas sebuah rumah mewah.

"Kenapa kamu selalu begitu! Kenapa kamu selalu menyalahkan aku.!" Bentak Diana yang tak lain adalah ibu dari Amanda.

"Karena memang kamu yang salah! Dulu kamu yang menerima perjodohan kita padahal aku telah menolaknya! Dan kini kau berselingkuh, apa mau kamu sebenarnya?" Suara tak kalah lantang terdengar memekakkan telingga.

"Harusnya kamu berkaca kenapa aku selingkuh." Diana lalu pergi meninggalkan ruangan dengan suara keras bantingan pintu.

Dikamarnya Amanda diam di pojok ruangan, kedua kakinya ia peluk erat dan wajahnya tertunduk. Hancur. Itu yang ia rasakan saat ini. Setiap kali berada di rumahnya yang megah tak pernah ia rasakan kebahagiaan sebagai mana keluarga di luar sana. 

"Hallo Nas."

"Ya, beb... Lo kenapa?"

"Ke club yuk.."

"Ke club?" Anastasya melirik jam di dinding kamarnya.

"LO ada masalah sama ortu lo ya?"

"Biasalah.."

"Oke deh gue tunggu lo di tempat biasa."

Keduanya saling mematikan sambungan telpon. Amanda bergegas mengganti pakaiannya begitu pula dengan Anastasya. Keduanya bersiap untuk ke club langganan mereka.

Amanda keluar dari kamarnya dengan menggunakan celana levis pendek. Tas slempang sebagai pemanis telah bertengger di tubuhnya.

"Mau kemana kamu?" Tanya Bram, yang tak lain adalah ayah dari Amanda.

"Apa peduli ayah?"

"Apa begitu caramu berkata dengan orang tua? Apa itu ajaran ibumu?" Bentak Bram.

"Kenapa kau salahkan aku lagi? Kalau tidak suka dengan didikanmu, didik sendiri anakmu itu." Ucap Diana tak kalah sengit.

Lagi dan lagi hati Amanda teriris perih, tak ada satu orang tuanya yang tulus menyayangi dirinya. Dia adalah sebuah kesalahan. Amanda pergi begitu saja di tengah – tengah pertengkaran kedua orang tuanya.

Langkahnya sedikit berlari hingga Ia mencapai di ujung jalan, tubuhnya merosot ke lantai karena tak sanggup lagi menopang kesedihan.

"Tuhan, kenapa aku mesti di lahirkan di dunia ini?"

"Kenapa Kau harus menciptakan aku kalau hanya akan membuatku sengara dan menderita."

"Jika aku memang tak mereka harapkan, seharusnya Engkau tak perlu menciptakan aku sebagai karunia mereka."

Tepat di belakangnya berhenti sebuah mobil yang hampir menabraknya tanpa Ia sadari.

"Boleh aku keluar kak?" Tanya Airin.

"Apa dia sahabatmu?" Tanya Anjas yang pada malam itu memang di suruh oleh Tuan Marcelo menjemput Airin. Namun di tengah jalan mereka justru hampir menabrak seseorang yang tak lain adalah Amanda.

"Dia sahabat dekat Aksa."

"Aksa tidak pernah punya teman dekat perempuan kecuali kamu, Ai.."

"Tapi dia memang..."

"Turunlah.."

Airin segera turun dari mobil. Perlahan ia mendekati Amanda yang sedang terduduk di atas aspal.

"Manda.." Airin dengan suara pelan memanggil Amanda.

Amanda menoleh, dan seketika langsung bangkit berdiri menatap Airin penuh benci.

"Kenapa kamu disini? Mau apa kamu?"

"Aku tadi hanya..."

"Puas lo lihat gue menderita kayak gini?"

"Puas Lo?" Teriak Amanda histeris.

Namun Airin hanya diam tak ada sedikitpun kebencian di hatinya, dengan kaki pincang Airin mendekati Amanda lalu memeluk tubuh rapuh itu.

"Siapa bilang aku puas?" Sahut Airin dengan memeluk erat tubuh Amanda yang berusaha memberontak.

"Mau Lo apa?" Tanya Amanda yang terus memberontak di dalam dekapan Airin.

"Aku mau kamu tersenyum seperti yang biasa aku lihat saat di sekolah." Jawab Airin.

"Jangan muna lo, gue tahu Lo benci gue kan karena gue sering buat lo celaka?"

Airin mengeleng pelan.

"Ga kok, aku sudah biasa di bully, karena aku menyadari aku bukan gadis yang sempurna, sekarang kamu lihat dengan benar kaki aku."

Airin melepaskan pelukannya, lalu mundur beberapa langkah. Terlihat kakinya yang berjalan pincang. Amanda menutup mulutnya karena terkejut.

"Kenapa?" Tanya Amanda pelan bahkan hampir tak bersuara saking kagetnya.

"Dulu aku pernah kecelakaan yang membuat aku jadi begini. Tapi aku tak menyesal apa lagi menyalahkan takdir. Karena kata ayah, Tuhan sudah mengariskan takdir kita dengan perhitugan yang matang dan pas, dan saat aku di uji seperti ini itu tandanya Tuhan menyayangiku, dan ingin menaikkan derajatku, dan aku percaya itu. Percayalah Amanda apapun kesedihanmu hingga kau menyalahkan Tuhan itu adalah kesalahan."

Amanda menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Apa yang di katakan Aoron benar.

"Dan Tuhan tidak akan memberikan kita ujian yang melebihi batas kemampuan kita."

"Lo masih ada keluarga yang sayang sama Lo, sedangkan gue? Ga ada satu orang tua gue yang benar sayang sama gue. Mereka ga ada yang mengharapkan gue."

"Ada sahabat – sahabat kamu yang selalau sayang sama kamu, dan ada aku jika kamu mau berteman dengan ku."

"Ga mungkin Lo mau temanan sama gue, gue bahkan yang sering bikin lo celaka."

Airin tersenyum, "Kamu mau kemana? Ayo bareng sama aku dan kakakku." 

Airin mencoba mengalihkan pembicaraan, Ia paham dengan apa yang dirasakan oleh Amanda. Maka Ia memilih untuk tidak membahas lebih jauh lagi pembicaraan mereka.

Amanda menatap ke sebuah mobil hitam di hadapanya, dan terlihat seorang laki – laki dewasa berdiri di samping mobil dengan kedua tangan bersedekap.

"Lo kan anak sopir? Gimana bisa lo punya...." Amanda menjeda kalimatnya karena Ia teringat wajah yang kini sedang menatap dirinya.

"Anjas Adinata, bukankah dia itu model internasional?"Gumam Amanda seolah tak percaya.

Airin tersenyum lalu menoleh pada Anjas yang juga membalasnya dengan senyuman hangat.

"Kak Anjas model?" Tanya Airin polos, karena Ia hanya tahu jika Anjas adalah sepupu dari Aksara yang sering ikut keluarga Marcello kemana pun.

"Dulu.." Anjas menyahut.

"Lalu sekarang?" Tanya Airin sambil sedikit bercanda.

"Jadi sopir kamu." 

Airin dan Anjas tertawa, kemudian Airin menatap Amanda. "Gimana mau ga bareng atau biar kami antar sekalian." 

Amanda yang memang mengidolakan Anjas mengangguk setuju.

Anjas melangkah mendekati Airin dan Amanda, di sangka Amanda jika Anjas akan mengajak Ia berjabat tangan, namun ternyata Anjas meraih bahu Airin lalu Ia peluk dari samping lalu membawanya masuk ke dalam mobil.

"Besok lagi, pakai sepatu yang sudah di belikan khusus oleh Om marcel." Tegur Anjas pada Airin, sedangkan Amanda hanya mampu melongo tak percaya namun kakinya ikut melangkah mengikuti Anjas dan Airin.

"Iya kak, tadi terburu – buru jadi Cuma pakai sendal biasa aja."

"Ini bahaya buat kamu, kamu tahu sendirikan resikonya apa?" Airin mengangguk. Lalu Anjas segera menutup pintu mobil dan memutar untuk sampai kursi pengemudi.

"Amanda tolong rahasiakan keadaan kaki Airin, aku tak mau dia menjadi bahan bullyan siswa lainnya. Andai itu terjadi aku sendiri yang akan melaporkan ke pihak sekolah." Ancam Anjas saat sudah duduk di kemudi dan Amanda duduk tepat di belakang Airin.

"Baik kak." Jawab Amanda.

"Kamu mau kemana? Biar saya antar." Ucap Anjas sambil menatap Airin melalui kaca spion.

"Saya mau ke... "

"Kemana?"

"ke Club."

"APA?!"

avataravatar
Next chapter