11 Panen Kecil Anak-Anak

Setelah istirahat kerja, Dewi dan Restu pulang. Tapi, ia ta menemui anak-anak di rumah. Hanya ubi dan kentang yang tergeletak di tanah.

Dewi lalu bertanya pada suaminya. "Restu, milik siapa ubi dan kentang ini. Apakah ada yang memberinya untuk kita?".

Restu melihat keranjang yang dibuatnya tadi malam hilang. Apa itu artinya? Restu ingat rencana anak-anaknya. Ia terharu dengan sikap anaknya, tapi juga khawatir dengan kesehatan mereka.

Dewi bingung, ia tak tahu rencana anak-anaknya. Tapi, akhirnya ia tahu setelah Restu menjelaskan. Ia pun terharu sekaligus khawatir.

Dengan mata yang masih merah karena menahan haru, Dewi mulai masak untuk menu makan siang. Hari ini ia memutuskan memasak kentang hasil mengais anak-anaknya di ladang.

Ketika Restu akan kembali ke ladang untuk bekerja, Restu melihat keempat anaknya ada di ladang, masih mencari ubi jalar dan kentang. Pandangan Restu langsung terarah pada si kecil, Mona.

Di usia mereka anak-anak dari keluarga lain masih bermain, dan anak-anaknya justru sudah membantu keluarga mencari bahan makanan.

"Anak-anak, ayah di sini" teriaknya keras pada anak-anak yang masih berjongkok dan memungut ubi dan kentang.

Teriakan Restu mengejutkan keempat anak itu, "Ayah, ayo sini." Reno mulai berteriak dari kejauhan.

Ketika Mona melihat ayahnya datang, ia buru-buru memasukkan kentang dan ubi yang sudah dikumpulkannya dalam keranjang. Hasil mereka mencari sisa panen hari ini cukup banyak dan diperkirakan cukup untuk makan satu bulan ke depan.

Ketika Restu sampai di ladang tempat anak-anaknya mencar ubi dan kentang, dia menyadari jika anak-anak itu benar-benar mampu mandiri. "Ayah, bawa ini pulang dulu, nanti akan kuambil keranjang yang kosong untuk mengangkut ubi yang masih disini."

"Putri Kecil, bukankah kamu sudah janji pada ayah jika kau tidak akan ke ladang hari ini? Kenapa kamu memaksa pergi saat kepalamu masih sakit?" Restu berlutut dan menyentuh wajah kecil Mona yang kemerahan, tangan Mona terasa dingin.

Mona menjulurkan lidahnya yang kecil dan berkata dengan nada meledek, "Ayah, aku sudah tidak apa-apa. Aku juga sudah minum obatku, jadi aku akan baik-baik saja", untuk menunjukkan bahwa dirinya tidak berbohong, Mona mengulurkan tangan kecilnya dan meletakkannya di kening seolah sedang mengukur suhu badannya sendiri.

Restu menggendong putri kecil itu dan berteriak pada putranya yang jauh, "Eka, Rano, kalian berdua tetap di sini dulu, Ayah akan kembali nanti. Aku akan mengantar adikmu pulang dulu."

Kedua anak itu melambai pada ayahnya dan berkata, "Rena, ikuti Ayah. Setelah itu kembali kesini dengan membawa keranjang. Mari bawa pulang semua umbi ini dan kita makan bersama di rumah."

Di tengah perjalanan menuruni lereng, Mona melihat jerami di ladang, "Ayah, apakah ladang ini ditanami kedelai tahun lalu?".

Restu melihat kembali ekspresi penasaran di wajah putrinya, dan tersenyum, "Haha.. anak Ayah ini sangat pintar. Ya, tahun lalu seluruh tanah ini ditanami kedelai."

Mona meraih tangan kakaknya, mengisyaratkan minta tolong agar dibantu turun dari gendongan ayahnya. "Kak, aku melihat sisa kedelai dan kacang tanah di ladang tadi. Kita bisa memungutnya sore nanti. Kita tidak akan bisa menemukannya setelah tanah dibajak."

Rena lahir dan dibesarkan di sini. Tapi Rena tidak paham apa yang dikatakan adiknya. "Memang untuk apa kedelai dan kacang tanah?", Rena tak paham karena jelas-jelas kacang tanah dan kedelai tidak mengenyangkan.

Mona merasa perlu untuk mengajari kakaknya, "Kak, menurutmu apa yang bisa didapatkan petani ketika mereka menanam kedelai?".

Tentu saja Rena mengetahui pertanyaan ini, "Tentu saja kedelai yang akan diolah menjadi minyak kedelai."

Mona kemudian menjelaskan, "Kita bisa mengambil biji kedelai yang tersisa ini dan membuat minyak kedelai sendiri. Bahkan jika kita tidak bisa membuat minyak kedelai, kita masih bisa merendamnya dalam air dan menjadikannya tauge." .

Baru saat itulah Rena mengerti apa maksud adiknya, dan dia tiba-tiba menyadari "Oh, begitu, oke, kita akan kumpulkan kedelai itu setelah makan malam".

Restu yang sedang berjalan di depan, tidak mengetahui jika dua putrinya memiliki rencana malam ini. Ketika mereka sampai di rumah, Dewi telah menyiapkan makan siang dan menunggu kedatangan mereka.

Dewi juga terkejut ketika Restu pulang dengan dua keranjang penuh di punggungnya, Dia tidak berharap anak-anaknya mengumpulkan ubi dan kentang lebih banyak lagi.

"Restu, dimana anak-anak?"

"Bu, kita pulang" Kedua gadis itu bergandengan tangan dan memasuki rumah.

"Dewi, aku harus kembali ke ladang. Eka dan Rano masih di ladang. Kami perlu mengangkut ubi dan kentang yang masih tersisa disana. Kami akan segera kembali."

Res tidak banyak bicara, mengambil keranjang dan kembali ke ladang.

"Hei, pulanglah dengan cepat, kami akan menunggu kalian semua untuk makan malam bersama" Dewi berteriak dari belakang. Ia berdiri sampai memastikan punggung suaminya benar-benar tak terlihat.

Mona dan Rena mencuci tangan mereka dan naik ke kasur untuk istirahat sebentar. Dewi menyusul ke kamar untuk membantu anak-anaknya mengganti baju dan memeriksa suhu badan mereka, takut jika dua anak ini demam karena cuaca sedang tak bagus.

"Putri Kecil, apakah kau lapar, apakah kau makan duluan? Ibu akan pergi ke ladang dan mengirim makanan untuk ayah dan dua kakakmu". Dewi takut dua anak perempuannya ini lapar, jadi ia menawarkan makan lebih awal.

Rena menggelengkan kepalanya, "Bu, kami belum lapar, kita tunggu sampai Ayah dan Kakak kembali, lalu kita makan bersama."

Dewi meraih tangan putri Rena. Tangan anak itu tidak bisa bersih sempurna karena berjibaku dengan tanah seharian. Setelah melihat wajah kecil kedua putrinya, hati Dewi lebih tenang. Sekilas, Dewi memikirkan nutrisi anak-anaknya. Ubi dan kentang saja tidak akan cukup untuk membuat mereka tumbuh sehat.

"Ibu, aku dan kakak akan perg memungut kedelai sore nanti. Kita bisa menggunakannya untuk membuat tauge," gadis kecil di sampingnya meraih tangannya dan memeluknya.

Dewi senang anaknya peduli dengan keluarga. Ia kemudian memeluk dua anaknya dalam dekapannya. "Mona, Putri Kecilku, jika kamu pergi mencari kedelai nanti, pakailah baju yang tebal. Jangan lupakan dan jadwalmu minum obat." Dewi menyentuh benjolan besar di belakang kepala Mona sudah mulai kempis, "Masih sakit?

Mona yang mendekap di pelukan ibunya tampak bahagia, ia tidak pernah menikmati cinta keibuan seperti ini sejak orang tuanya bercerai di kehidupan sebelumnya. "Bu, sudah tidak sakit lagi, aku akan minum obatnya beberapa hari lagi dan aku akan sembuh."

"Bu, hari ini kita mengumpulkan banyak kentang dan ubi jalar. Kita bisa memakannya. Dan masih ada banyak lagi di ladang" Rena memberitahu ibunya tentang hasil kerja mereka hari ini.

"Ibu tidak percaya kalian pandai mengumpulkan ubi dan kentang, bahkan dengan jumlah jauh lebih banyak dari yang dikumpulkan orang dewasa." Dewi tampak puas. Anak-anaknya mampu bersikap dewasa, bijaksana dan peduli keluarga. Memiliki anak seperti mereka, Dewi merasa sangat bahagia, bahkan jika ia harus hidup miskin selamanya.

Ibu dan dua anak perempuan yang duduk di kasur, mereka istirahat sebentar. Sementara Restu baru saja kembali dengan keranjang yang penuh. Dua putranya juga kembali dengan keranjang penuh.

Restu meletakkan keranjang yang ia pikul di punggungnya, menarik napas panjang, menyeka keringat di dahinya, "Aku pulang. Anak-anak, cuci tangan kalian dan kita makan bersama."

Dewi buru-buru menuangkan air agar suami dan anaknya bisa mencuci tangan dengan air yang cukup. Melihat apa yang mereka bawa, Dewi terkejut, "Restu, ini semua dikumpulkan oleh anak-anak. Mengapa mereka bisa mengumpulkan ubi dan kentang sebanyak ni?" .

Wajah Restu yang setengah pucat tiba-tiba dipenuhi dengan senyuman, dan matanya yang dalam dipenuhi dengan kebanggaan yang samar. "Masa kamu tidak tahu anak siapa mereka ini? Kamu bisa melakukannya, anak-anak juga bisa. Mereka terlalu lelah hari ini, Ayo cepat makan dan istirahat. Kita harus bekerja lagi esok hari. "

Makan siang ini membuat anak-anak kenyang, Mereka bahagia bisa memakan jerih payahnya. Ubi terasa sangat manis. Mereka juga bisa minum air dengan puas.

avataravatar
Next chapter