webnovel

Lima puluh tujuh

Hari Rabu berikutnya, ketika semua mahasiswa sudah berkumpul di kelas dan siap menerima materi dari dosen, tak tampak ada tanda-tanda sang dosen akan muncul. Waktu sudah lewat lebih dari 30 menit, dan sang ketua kelas juga belum menerima informasi lebih lanjut.

"Freya, apa Mr. Darren tidak memberi kabar? Ini sudah lebih dari 30 menit." tanya Laura yang terlihat sangat kecewa.

"Iya, seharusnya ada pemberitahuan kan." timpal mahasiswa yang lain.

"Maaf, aku tidak menerima pemberitahuan sebelumnya. Aku akan tanya ke bagian akademik." jawab Freya sebari berjalan keluar kelas.

Sebenarnya bisa saja Freya menelepon lewat ponselnya untuk mencari tahu alasan sang dosen tidak hadir dan tidak memberikan kabar, tapi dia merasa itu bukan hal yang baik. Akan menyalahi aturan, itu yang sedari tadi dia pikirkan. Iya, ditambah lagi Freya tidak mau ada yang salah paham karena menghubungi lebih dulu, terlebih bila dia yang memulai dan akhirnya mendapatkan balasan yang bisa saja dianggap sebagai konfirmasi bahwa mereka bisa semakin dekat. Itu akan memporak-porandakan hati Freya sekali lagi.

"Ms. Law, boleh aku tahu kabar tentang Mr. Darren? Beliau seharusnya mengajar di kelasku, tapi sampai detik ini tidak ada kabar." tanya Freya dengan sopan ketika sudah sampai di ruang akademik.

Ms. Law yang dituju segera membetulkan letak kacamata dan mengarahkan kursor komputernya. "Beliau belum memberi kabar. Apa kamu nggak ada kontaknya?"

"Ada, tapi akan lebih baik kalau aku mencari tahu lewat akademik."

"Apa bedanya? Toh kalian sudah dekat, melebihi dosen dan mahasiswa kan?" perkataan itu terdengar sangat menyakitkan bagi Freya.

Oke, kalau memang dia punya hubungan lebih dengan sang dosen kenapa? Apa itu akan membuat dia langsung mendapat nilai yang bagus dan IPK cumlaude?

Meski kesal dengan perkataan Ms. Law, Freya tetap berusaha tidak terpengaruh. Karena tidak ada yang bisa diperbuatnya, dia akhirnya memutuskan untuk kembali ke kelas. Memberitahukan kepada teman-temannya untuk menunggu sebentar lagi.

"Kamu kan punya kontaknya, kenapa nggak dihubungi langsung aja?"

"Iya, apalagi kalian dekat di luar kampus, kenapa harus malu-malu segala?"

Jovita yang sedari tadi sibuk menggambar sketsa baju yang akan menjadi rancangannya berusaha cuek, tapi ini sudah melebihi batas. Tak terasa genggaman pensil di tangannya menjadi semakin kencang, membuat buku-buku jarinya putih pucah. Menyadari bahwa Jovita sudah mulai terpancing, Freya hanya menggengam tangan Jovita dan menggelengkan kepalanya.

"Its okay." kata Freya dengan pelan sembari memberikan senyum terbaiknya.

Perkataan seperti itu sudah sering didengar Freya, dia memang sudah terbiasa mendengarnya sejak gosip yang beredar. Jujur saja, dia sendiri tidak tahu harus bagaimana, karena sampain sekarang Troy belum menghubunginya lagi. Dan lagi, Freya tidak tahu harus mengiyakan gosip itu atau menolaknya, karena memang dia dulu memiliki hubungan spesial dengan Troy.

Setengah jam berlalu dengan sia-sia. Dan akhirnya ada kabar tentang sang dosen.

'Maaf aku baru memberi kabar. Hari ini aku sedikit kurang sehat jadi tidak bisa bertatap muka. Aku sudah mengirim tugas lewat email, tolong disebarkan.'

Oke, pesan yang ditunggu datang. Dengan pernuh percaya diri Freya berjalan ke depan kelas dan memberikan pengumuman perihal tugas dari sang dosen.

"Teman-teman, Mr. Darren tidak bisa mengajar karena beliau sedang kurang sehat. Dan beliau sudah mengirimkan tugasnya melalui email. Aku akan mengirimkan tugasnya sebentar lagi."

Pengumuman itu menarik perhatian semuanya, setelah itu beberapa mahasiswa berjalan keluar kelas karena merasa bosan. Waktu yang paling tepat untuk bersenang-senang adalah saat kelas kosong dan tugas belum tersedia. Hanya dalam waktu kurang dari 15 menit, kelas kosong. Meninggalkan Freya dan Jovita yang masih sibuk mengirimkan tugas ke beberapa email teman-teman sekelasnya.

...

Ketika Troy membuka mata, hari sudah siang. Dan ini hari Rabu.

"Ah ya ampun, hari ini kan aku ada kelas." dengan lesunya Troy berkata. "Gimana ini? Nggak mungkin aku ke kelas dengan wajah seperti ini."

Memgacak-acak rambutnya, Troy bingung. Oke dia harus memikirkan langkah apa yang harus diambil. Dia tidak mau disebut sebagai dosen yang tidak bertanggung jawab. Digosipkan dengan mahasiswa sudah cukup buruk dan dia tidak mau lebih buruk lagi dengan disebut sebagai orang yang tidak bertanggung jawab.

"Mr. Khan, aku butuh bantuan. Segera datang ke apartemen." hanya itu yang dia ucapkan selama sambungan ponsel.

Iya, asistennya itu selalu bisa diandalkan. Dan tentunya dia memiliki berbagai ide dan pemikiran untuk setiap masalahnya. Setengah jam kemudian, bel apartemen Troy berbunyi. Bisa dipastikan itu adalah Mr. Khan.

"Ada yang bisa dibantu, Sir?" tanya Mr. Khan dengan sopannya. Sedikit banyak dia mengetahui bahwa atasannya itu sedang membutuhkan bantuan.

"Harusnya aku mengajar sekarang, tapi aku nggak mungkin mengajar dengan wajah seperti ini. Tolong telepon akademik dan mengabarkan kalau aku sedang tidak enak badan."

Tak perlu dua kali perintah, Mr. Khan langsung melakukan apa yang diperintahkan sang bos. Alasan tidak enak badan memang selalu bisa diandalkan, tapi untuk sekarang ini bisa dibilang bosnya memang begitu. Dengan wajah penuh lebam akan membuat semuanya tidak nyaman, dan dengan penampilan itu tidak mungkin beliau bertatap muka dengan para mahasiswanya.

Ditempat lain, Troy sibuk dengan ponsel dan laptopnya. Hal pertama yang dia lakukan adalah mengirim pesan kepasa ketua kelas. Dia harus memberi kabar agar para mahasiswanya tidak terlalu lama menunggu. Karena dia juga pernah berada diposisi mereka, menanti kedatangan dosen itu menyebalkan.

'Maaf aku baru memberi kabar. Hari ini aku sedikit kurang sehat jadi tidak bisa bertatap muka. Aku sudah mengirim tugas lewat email, tolong disebarkan.'

Hanya perlu waktu 10 detik untuk Troy menerima balasan.

'Baik. Terima kasih sudah memberi kabar.'

Hanya itu balasannya.

Oke, mungkin Troy terlalu banyak berharap. Dalam bayangannya, dia akan mendapat balasan dari Fenita lebih dari ini. Fenita yang membalas pesannya sembari menanyakan bagaimana keadaannya dan kenapa dia tidak bisa hadir di kelas. Fakta bahwa pada akhirnya Fenita hanya menjawab singkan membuat dia sedih. Dan kecewa.

Wajah kusut itu langsung terpasang otomatis di wajah Troy. Tapi dia juga mungkin pantas mendapat perlakuan seperti itu.

"Sir, anda harus segers menemui dokter. Perlu saya buatkan janji?" suara Mr. Khan membuat Troy kembali tersadar dari lamunannya.

"Tidak usah. Belikan saja obat di apotek."

Tak berselang lama, Mr. Khan datang sambil membawa obat-obatan yang diperlukan untuk mengobati beberapa luka yang ada di wajah bosnya itu. Pertanyaan tentang bagaimana Troy mendapatkan luka itu bersemayam di otaknya, tapi Mr. Khan tidak berani menyuarakan.

"Berapa lama kira-kira luka ini akan mengilang?"

"Mungkin 4 sampai 5 hari, Sir."

Terdengar helaan napas dari mulut Troy. Yah untuk orang sepenting Mr. Troy Darren waktu sangat berharga. Jangankan 4 hari, 4 menit saja sangat berharga karena dalam jangka waktu itu, dia bisa saja menghasilkan beberapa juta untuk keberlangsungan perusahaan.

"Suruh orang untuk membersihkan dan merapikan apartemen, akan ada tamu yang datang."

Sekali lagi, Mr. Khan tidak bisa menebak jalan pemikiran bosnya. Waktu sekian tahun yang dilewatkan bersama tidak membuat Mr. Khan memahaminya. Sama seperti apa yang diperintahkan barusan, Mr. Khan bingung. Karena dia merasa tidak pernah melihat bosnya akrab dengan banyak orang selama disini. Dan sekarang beliau menyuruhnya untuk mencarikan orang untuk merapikan apartemen. Oke, pertanyaan itu harus dia telan dan segera mencarikan orang untuk melakukan perintahnya.

Next chapter