1 Bagian 1 - Perselisihan

Di malam itu, Alex datang ke markas besar, sebagai ketua geng: Geng Brata (nama itu diambil dari Bahasa Kroasia yang berarti Kami Saudara), dia selalu disambut dengan mewah: botol-botol anggur terhampar di atas meja kaca, semuanya terisi penuh dan tak ada yang murah, dan lampu-lampu berkelip menambah ramai seisi ruangan. Dua wanita menghampirinya; menyambutnya dan mencucupinya, tubuh-tubuh wanita itu dengan bukitnya yang kenyal serta montok seakan memintal tubuh Alex, sembari merayu-rayu mencucup leher dan meraba – meremas manja tubuh Alex. Alex digandeng sampai ke kursi duduknya, sedang wanita itu tetap melayani untuk membangkitkan nafsu dan birahi Alex. Alex mengibaskan dua jarinya, meminta dua wanita itu pergi. Dan, dengan wajah tidak puas dua wanita itu mundur - meninggalkan Alex.

"Kemana saja, Kau?" Tanya Surya mengehampirinya. Surya menuangkan minuman keras dari dalam botol ke dalam gelas kecil, dan memberikannya pada Alex.

"Perasaanku tidak enak." Sembari menerima satu gelas minuman keras itu, dan langsung menenggaknya sekaligus. Dia bergidik, dan matanya perem melek.

"Kau, kenapa?" sembari merangkul bahu Alex, "Lihat sekelilingmu, mereka semua menikmati malam ini. Semua wanita yang ada di sini tinggal kau pilih sesukamu, dan dia akan melayanimu sampai puas."

Alex hanya diam, tak terbius dengan promosi-promosi itu. Dia hanya menuangkan lagi minuman ke dalam gelas kecilnya dan menenggaknya lagi sekaligus. Perasaanya tetap tidak enak.

Surya ditarik oleh seorang wanita, lalu bibir mereka saling cucup satu sama lain. Surya membawa wanita itu ke dalam ruangan lain, dan mereka berdua lenyap dimakan oleh pintu ruangan itu.

Surya adalah orang yang paling cerdas, berani, dan jago berkelahi setelah Alex. Dia adalah kepercayaan Alex – kaki tangan Alex. Saat Alex tidak ada, Suryalah yang memimpin bisnis yang mereka jalani, bisnis perjudian kelas kakap. Para pejabat dan kaum elit selalu wara-wiri datang kepada mereka, untuk melepas harta haram dengan jalan haramnya. Sangat mudah bagi dia memintal uang-uang gepokan dari mereka yang sesat dalam hidupnya.

Di samping itu, Alex masih duduk termangu sendirian, semua keramaian pesta nafsu dan birahi nampak seperti bayangan belaka di matanya. Suara hentakan musik dari box yang meledak-ledak seakan tak terdengar. Para pejabat dan kaum elit berteriak-teriak kesal karena dijatuhi nasib buruk itu tidak dipedullikannya. Perasaanya tetap tidak enak. Entah apa yang terjadi padanya, atau entah apa yang akan terjadi padanya. Dia menenggak lagi minuman kehangatan dari gelas kecilnya. Tidak membuat nanar, tetapi sedikit menghangatkan badan.

Danil menghampiri Alex seraya menanyainya, "Kenapa, Bos?" Malam ini Danil terlihat rapih, menggunakan jas hitam dan sepatu yang mengkilat, tidak jauh beda seperti pejabat dan para kaum elit di meja bundar sana – di tengah-tengah keramaian. Wajar saja dia berpenampilan seperti itu, karena dia bagian lapangan yang selalu melayani pejabat dan kaum elit yang tersesat datang ke markas. Namun, malam ini ia terlihat sedikit berbeda, wajahnya penuh kemenangan seakan akan menerima kenaikan jabatan atau memenangkan lotre miliyaran. Dia memang selalu ambisius jika ingin mendapatkan sesuatu.

"Tidak apa-apa, hanya sedang duduk dan sedikit berpikir saja." Jawab Alex.

Danil menuangkan minuman ke dalam gelas Alex dan memberikannya. Alex tidak menolaknya, dengan gundah hatinya dia langsung menenggak minuman itu. Danil tersenyum melihatnya, lantas kembali meninggalkan bosnya itu, bergabung dengan anak buah lainnya dan melayani para pejabat dan kaum elit – orang yang banyak duit. Nampak dari kejauhan, mereka seakan berbisik-bisik.

Alex menyandarkan tubuhnya ke pangkuan kursi. Dia mengeluarkan satu bungkus lisong dari saku di depan sternumnya. Dari saku celananya dia ambil korek api. Dia tarik satu batang lintingan dan menyulutnya di bibirnya yang telah sedikit menghitam itu. Asap mengepul dari mulutnya – membentuk gumpalan-gumpalan yang berlalu namun tak membawa keresahan dalam sternumnya. Dia tetap diselimuti rasa tidak enak dalam hatinya.

Dari ruangan lain, Surya nampak dimuntahkan oleh pintu itu. Dia keluar dengan kemeja yang sudah tidak terkancing, dia berjalan gontai menuju ruangan lain: toilet. Di masuk ke dalam toilet, berdiri dan mengeluarkan rudalnya. Setelah bergidik, dia masukan kembali rudalnya itu. Barang hendak keluar toilet, dia mendengar kasak-kusuk orang-orang diluar, dia mendengar: kurang lebih ada tiga orang, dari desas-desusnya serperti sedang merancang rencana. Surya menajamkan pendengarnnya, sampai menempelkan telingnya ke pintu. Dari balik pintu itu di mendengar: "Malam ini Alex harus mati. Jika dia melawan, kita buat saja kegaduhan. Jika dia lari, kita kejar sampai dapat."

"Ya... kita ganyang sampai sirna."

"Benar... dia sudah terlalu lama berkuasa. Dan tawaran Danil lebih menggiurkan dari pada Alex."

Surya terhentak mendengar kasak-kusuk itu, hatinya seakan dipukul sekencang-kencangnya. "Danil?" dia mengepalkan tangan.

Desas-desus tiga orang itu menghilang, Surya keluar dari toilet. Matanya nyalang dan marah. Dia langsung menemui Alex yang masih duduk dan mengepulkan asap lisong dari mulutnya. Surya berdfiri di hadapan Alex, "Lex, Danil..."

"Ya... sudah kuduga," Alex bangkit dari duduknya, dan lintingan lisongnya ia jatuhkan dan diinjaknya, tak ada lagi asap mengepul, asap itu berubah menjadi api yang menyulut berang di dalam sternum. Matanya tajam menodong pada Danil yang sedang berkumpul dengan anak buahnya. Gundah hatinya terjawab seutuhnya, tak ada lagi resah dengan sepotong tanya di kepalanya.

"Lebih baik kita pergi dari sini." Ajak Surya.

"Tidak. Pertanyaan harus dipungkas dengan jawaban!"

Alex mengangkat tangannya lalu mengepalkannya, dan seketika musik dari dalam box yang meledak-ledak itu mati. Semua orang terheran-heran, mereka mengamati keadaan dan bertanya-tanya, ada apa? Ada apa? suasana menjadi hening. "Danil!" teriak Alex memecah keheningan itu. Semua pasang mata langsung tertuju pada Alex. Dia menjadi sorotan, namun dia tetap tidak peduli.

Danil membalikan badannya, lintingan yang baru disulutnya ia jatuhkan, lalu dia injak kuat sampai lebur. "Ternyata kau sudah tahu."

"Bangkai tetaplah bangkai," jawab Alex.

Semua pejabat, kaum elit, wanita penghibur, dan pelayan bar menyaksikan drama itu.

Surya tersenyum, "Dan kau bangkai di malam ini, Alex Pradana!"

"Kau punya apa berani melawanku?"

"Ha ha ha..." Danil tertawa terkekeh-kekeh. Dia menepuk-nepuk tangannya. Dan serentak semua anak buah Alex berdiri tegap di belakang Alex. Tawa Danil semakin menyebalkan.

"Heh..." Alex tersenyum, "Pengecut!"

Alex tak gentar, dia tetap berdiri kokoh memasang badan. Surya berjalan ke dekatnya dan berdiri di belakangnya, "Memang tidak ada pilihan lain."

"Sebaiknya kau pergi saja."

"Hahaha... aku tidak punya sahabat lain selain kau, Lex. Jika memang harus mati malam ini, matilah. Dan kau harus tetap hidup" Surya berdiri di samping Alex.

Danil memang benar-benar akan naik jabatan, dan dia akan benar-benar dapat lotre miliaran. Tiga puluh anak buah Alex – semuanya telah berkhianat. Mereka semua siap memangsa Alex dan Surya.

"Lihat pencudang itu, dia ketakutan..." gunjing Danil sambil menunjuk pada Alex. Semua pengkhianat itu tertawa bahagia, seakan melihat dua kancil terpojok di lereng goa.

Namun kancil itu hanya dalam pandangan para pengkhianat, Alex dan Surya tetap tak gentar seperti harimau yang menatap tajam pada sekumpulan kuda zebra.

"Tidak ada pecundang yang dikeliling pengkhianat." Jawab Alex menohok, membuat Danil geram dan para pengkhianat naik pitam. Alex mengepalkan tangannya dan sektika berlari ke arah Danil.

Wuuussss... seprti angin.

Alex meloncot dan melayangkan tendangan memutar – menusuk membelakangi – Twio Dwi Chagi, (istilah tendangan dalam Taekwondo).

Bruk...

Tiga orang yang melindungi Danil ambruk, tersungkur, seperti kapas tanpa nyawa. Danil mundur. Para pengkhianat itu menyerang Alex, dari arah depan tendangan di layangkan pada Alex, Alex menghindar ke belakang, namun tiba-tiba dia dijegal oleh dua orang dari belakang – mengunci dua tang Alex – tinggi besar dan berotot: kekar. Alex meronta, lawan di hadapannya meluncurkan tendangan ke duanya dan, Buk, belum sempat pengkhianat itu menghajar Alex, Surya telah melayangkan tendangan Slide Kick ke wajahnya. Pengkhianat itu terpental ke atas meja kaca yang di atasnya terdapat botol-botol minuman anggur.

Alex yang masih dikunci meronta, di menginjak salah satu kaki di bawahnya dengan keras sampai kuncian di tangan kirinya terlepas. Dan dengan sendirinya kuncian di tangan kanannya longgar karena kaget, lantas Alex menyikut perut yang tepat ada di belkangnya. Alex terlepas dari kencian itu, tanpa ragu Alex langsung menghajarnya habis-habisan.

"Serang....!" Teriak Danil, urat-urat di lehernya membentang.

Kegaduahan benar-benar terjadi, para pejabat, kaum elit, wanita penghibur, dan pelayan bar berhamburan keluar, menyelamatkan diri; tidak mau terlibat apalagi sampai jadi korban salah sasaran.

Tiga puluh orang itu merubung Alex dan Surya. Alex dan Surya memasang kuda-kuda dan berpunggung-punggung. Mereka berbisik "Kau urus saja Danil" ungkap Surya, "Biar sisanya gue yang urus."

"Lo, tidak waras!"

"Sudah...! "

Alex tidak menjawab, dia mencengkram kepalan tangannya semakin kuat.

"Karena cuma dengan matinya Danil, para cecunguk ini akan ikut mati juga," ungkap Surya meyakinkan.

Alex paham.

"Hajar!!!" teriak Danil.

Dan atas komando itu, para pengkhianta berteriak dan menyerang Alex surya Surya, seperti serigala yang kelaparan.

Surya langsung membalikan badan di mana Danil berdiri, dia membuka jalan dengan menghajar satu persatu lawannya, sedangkan Alex langsung berlari ke arah Danil.

"Aaaaaaa...!" Alex berteriak dan melayangkan pukulan pada wajah Danil, dan telak mendarat di wajah pengkhianat itu. Namun, Danil tak menangkis dan tak sedikit pun mundur. Pukulan Alex itu dimakannya mentah-mentah. Danil malah tersenyum, senyuman yang menyebalkan.

"Brengsek...!" Alex melayangkan tendangan ke perut Danil, lalu disusul dengan pukulan ke arah wajah. Telak. Namun, tendangan dan pukulan itu tidak berguna. Alex malah tertawa terkekeh-kekeh. Alex kembali menyerangnya beruntun. Semua serangan tidak ada yang merleset, tetapi lagi-lagi tubuh Danil seakan tak merasakan apa pun.

"Dasar bodoh!" Ungkap Danil. Dia menangkap pukulan Alex, dan mencengkramnya dengan kuat.

Alex menahan nyeri, giginya beradu dan meringis. Alex melayangkan tendangan kaki kirinya dengan sekuat tenaga ke arah wajah Danil. Belum sempat tendangan itu mendarat, secepat kilat pukulan Danil bersarang di perut Alex, sampai Alex terpental jauh menubruk kursi-kursi sampai berhamburan. Alex ambruk, tidak kuat berdiri.

Surya meloncat dan mendaratkan pukulan di wajah lawan. Lawan itu langsung tak sadarkan diri. Surya menangkis pukulan dari arah kiri dengan kakinya, dan kaki sebelahnya lagi menendang perut lalu ke kepalanya. Si Tubuh Tinggi Besar menyerang dari belakang, Surya terhentak ke depan dengan gontai, lalu di tangkap oleh si Tubuh Tinggi Besar satu lagi. Kemudian mengunci kedua tangan Surya, sehingga Surya tidak bisa lagi berkutik. Tanpa jeda, tatkala Surya diringkus semua penghianat itu melayangkan serangannya tanpa belas kasih. Botol-botol anggur dihantamkan ke kepala dan wajahnya, darah mengalir deras dari kepala dan pelipis matanya. Kedua matanya lebam, sampai Surya buram untuk bisa melihat, dan lagi karena kepalanya nanar merasakan benturan demi benturan.

avataravatar
Next chapter