1 Cristian Edward Devid

Cristian Edward Devid adalah pemilik dari konglomerasi kayu Cristian Company. Bisnis kayunya mulai merambah hingga membuatnya disibukkan keluar kota untuk melakukan survei lapangan. Seperti saat ini, lelaki berusia dua puluh delapan tahun itu tengah berkacak pinggang tengah hutan memerhatikan para pekerjanya memotong kayu besar menggunakan mesin mereka.

Sudah hampir setengah jam lelaki itu berdiri diam di sana, memerhatikan kayu-kayu besar itu dipotong dengan Handal oleh para pekerjanya. Melamun dalam diam memikirkan istrinya tidak mau menerima panggilannya hingga saat ini, padahal ia sudah sangat merindukannya. Terlebih lagi putri semata wayangnya yang masih berusia tiga tahun itu.

"Permisi, Tuan. Ada telepon dari nyonya," ucap seorang lelaki yang lebih muda darinya memberi benda pipih berukuran segi empat itu.

Devid menoleh, membuka kaca mata hitam yang menambah kadar ke tampannya itu. Alis lelaki itu terlihat menukik kebingungan karena riuhnya suara mesin pemotong kayu.

"Nyonya menelepon, Tuan," lanjut lelaki yang berstatus sebagai sekretaris Devid.

Mata Devid sontak membulat lalu meraih cepat ponsel miliknya dari genggaman sang sekretaris. Menaruhnya ke dekat indra pendengarannya lalu berjalan sedikit menjauh dari sana.

Sementara sekretaris lelaki itu terlihat menoleh menatap terus Tuannya dengan senyum gembira, ternyata itu penyebab murungnya Tuannya itu dari tadi.

'Malam ini aku tidak pulang, tolong pulang dari pekerjaanmu dan lihat Sharren di rumah.'

"Maksudmu apa? Kau ibunya, mau ke mana kau?" tanya Devid pada seseorang di balik ponsel itu.

'Ayolah Devid, temanku malam ini ulang tahun. Kau tahu bukan aku paling pantang tidak datang di acara bergengsi milik teman-temanku.'

Terlihat tangan lelaki itu mengepal geram, bahkan rahangnya menajam dengan gigi menggertak. Bukan ini yang ia ingin dengar dari wanitanya, harusnya keduanya saling mengungkap rindu sekarang. Harusnya wanita itu memintanya pulang karena sudah menunggunya dan merindukannya sekarang, bukannya menyuruhnya pulang untuk bersenang-senang di luar.

"Kapan kau akan berubah Irene! Di mana otakmu teganya meninggalkan putri kita demi teman-teman mata duwitanmu itu!" maki Devid mulai emosi.

Persetan dengan tidak membentak pada wanita, kesabaran Devid sudah habis dan ingat! Devid tidak memiliki banyak kesabaran seperti orang-orang lainnya, lelaki itu mudah marah jika saja ada yang bermain-main dengannya. Tidak terkecuali orang yang ia cintai sendiri. Ah, antahlah. Devid pun terkadang berpikir, apakah ini memang cinta atau malah rasa obsesi?

'Terserah! Yang pasti aku akan pergi!' putus Irene mematikan panggilannya.

Begitulah sifat keduanya, yang satu egois dan yang satu temperamen. Tidak ada satu pun yang mengerti dan bahkan tidak ada kesamaan antara keduanya. Namun, entah apa yang membuat keduanya memiliki rasa suka dan mengutuskan untuk saling menikah.

Devid memasukkan ponselnya di kantong celana hitam berbahan mahal miliknya, mengusap kasar rambut belakangnya lalu akhirnya berjalan cepat menuju mobil miliknya. Sembari memasang kaca matanya yang sempat ia sangkut kan di kemejanya tadi, Devid berjalan dengan kharismanya yang kuat. Membuat jutaan wanita tergiur jika saja melihat ada seorang pangeran dihutan ini.

"Joe! Ayo kembali ke kota," seru Devid membuat sekretarisnya itu tersentak kaget lalu akhirnya menyusul ke mobil.

Devid naik ke jok belakang di mobil mewahnya, sementara Joe terlihat sudah duduk dengan nafas memburu di tempat duduk sopir. Bagaimana tidak, ia berlari agar tidak ketinggalan Tuannya itu tadi. Bahkan melalui Tuannya lebih dulu memasuki mobil agar tidak membuat Devid marah mengingat air wajah Devid yang sudah tidak terlihat baik.

Devid membuka jendela mobilnya, menatap para pekerja sebelum pergi dari sana. Beberapa kali lelaki itu melambaikan tangan, membalas lambaian tangan sampai jumpa dari para pekerjanya. Entah kenapa rasanya lapang sekali di dadanya ketika melihat betapa girangnya para pekerja itu dengan kedatangan Devid tadi.

Lelaki tampan dengan segala pesonanya itu terlihat mulai keluar dari hutan yang lebat itu dengan mobil mewahnya. Hutan yang sudah ia minta izin untuk menebang asetnya. Tenang, dia seorang Cristian Edward Devid, pengusaha kayu kaya raya yang pekerjaannya tidak perlu diragukan lagi. Semuanya sudah ia pikirkan jauh-jauh hari.

(❁´◡`❁)

Di sinilah Devid sekarang, di depan gerbang rumah mewah berukuran besar yang khusus ia buat untuk putrinya tercinta. Agar sang putri merasa nyaman dan lepas berlarian di rumah dengan kelapangan yang ada.

Devid terlihat menahan senyum bahagianya ketika mobil itu sudah memasuki pekarangan rumah. Namun, seketika senyum itu luntur ketika melihat putrinya tercinta menangis tersedu-sedu di depan rumah dengan tampilan sudah tidak terurus.

Wajah berantakan dengan ingus berserakan, rambut acak-acakan tanpa diikat, baju tidur kotor tanpa seorang pun yang memerhatikan. Gadis kecil itu terlihat memegang kayu lalu lalu mengunyahnya seakan sebagai penenangnya ketika dilanda ketakutan. Terlebih lagi melihat ada mobil mewah yang berhenti di depan rumah, raut wajahnya terlihat berubah merasa terancam dengan langkah kaki mungil yang mundur ke pintu utama yang ternganga begitu saja.

Bocah tiga tahun itu terlihat ketakutan.

Devid terburu-buru keluar dari mobilnya, membuka kaca matanya kasar lalu membuangnya ke dalam mobil dan berlari mendekati putrinya. Terlihat sekali gadis kecil itu langsung mengangkat kedua tangannya meminta digendong dengan tangis yang sudah pecah.

Devid membuang kayu kecil dari tangan sang putri dan langsung menggendongnya dengan raut wajah khawatir. Bahkan tanpa merasa jijik ia menghapus ingus sang putri dengan kemeja putihnya.

"Mama kamu mana, Nak?" tanya lelaki itu lirih.

"Huwaaa Papa ...," raung gadis kecil yang membuat Devid semakin iba.

Devid membawa sang putri masuk ke dalam rumah, melihat seisi rumah yang berantakan seakan tidak layak dihuni. Ternyata keputusannya untuk tidak menggunakan jasa asisten rumah tangga di rumah ini tidak baik ada baiknya, Irene sama sekali terlihat tidak menyentuh barang-barang itu dalam hal membersihkannya. Padahal tujuan Devid melakukan hal itu adalah agar Irene berubah untuk memikirkan sekitar dan mulai rajin. Layaknya ibu rumah tangga yang Devid harapkan sejak awal mereka menikah.

Devid menaiki tangga rumah dengan tangan yang masih setia menggendong sang putri, membawanya ke dalam kamar dengan tujuan untuk membersihkan sang putri.

Ceklek!

Baru saja membuka pintu kamar lagi-lagi lelaki itu dikejutkan dengan kondisi kamar yang seperti kapal pecah. Pakaian di mana-mana, mainan di mana-mana, dan air apa ini? Bau apa ini?

"Oh, Ya Tuhan ...! Apa yang kamu lakukan selama aku pergi Irene?!" desis Devid tanpa sengaja menginjak air itu juga. Itu adalah air kencing putrinya. Bau itu juga adalah bau pesing dari kamar dan putrinya.

"Papa, Papa, mamam ...," ucap gadis kecil itu menepuk-nepuk dada bidang sang ayah dengan tatapan Pupy Eyesnya yang membuat Devid semakin iba dan gemas.

"Nanti ya sayang, mandi dulu, ya," balas Devid membawa putrinya itu ke dalam kamar mandi.

Devid menaruh putrinya itu di Bathtub, lalu mengisinya dengan air. Di antara semua tempat menurut Devid hanya tempat inilah yang lumayan bersih. Meski masih terlihat handuk yang bergelantungan tanpa tersusun di sekitar.

Devid membuka pakaian sang putri lalu mengambil beberapa bebek mainan kesukaan sang putri di dekat tempat sabun. Menaruhnya di dalam Bathtub lalu tersenyum melihat betapa senangnya putrinya itu bermain dengan mainannya. Ketika air itu hampir terisi setengah Devid mulai membasahi rambut sang putri yang di beberapa bagian mengering karena terkena ingus.

Devid mulai memandikan putrinya yang bernama Cristiana Sharren itu dengan telaten, di beberapa bagian tubuh sang putri Devid dapat melihat ada lebam dan tanpa sadar hal itu membuat lelaki itu menangis. Untuk pertama kalinya Devid menitikkan air mata karena wanita selain ibunya.

TBC.

avataravatar
Next chapter