1 Introduction

Pagi ini aku kembali menyusuri jalan yang sebentar lagi akan sangat kurindukan, Jodenbreestraat di Amsterdam. Menyadari bahwa sebentar lagi aku akan kembali ke Indonesia bertemu dengan ayah ibuku, aku sangat bahagia dan tak sabar menunggu hari itu tiba, disaat yang bersamaan aku tenggelam dalam perasaan dimana aku akan sangat merindukan rumah keduaku di Amsterdam. Rumah keduaku yang menjadi saksi atas kehidupan perkuliahanku yang sangat berwarna, yang telah berhasil mengubahku menjadi wanita yang lebih mandiri dari sebelumnya.

Namaku Crystal Vienna. Ayahku adalah seorang keturunan Inggris dan ibuku adalah seorang wanita kelahiran Jawa. Menjadi buah hati dari pasangan campuran ini menurutku merupakan sebuah anugerah yang tak pernah kuminta namun amat kusyukuri. Aku berambut cokelat keemasan dan tidak pernah memilih untuk memiliki model rambut pendek, berkulit putih yang sudah berkali2 mengalami perubahan warna dikarenakan aku yang selalu berusaha untuk menggelapkan warna kulit asliku disetiap ada kesempatan saat aku liburan, berujung dengan kulitku menjadi sangat merah dan mengelupas, ibuku menyuruhku untuk tidak lagi melakukannya. Mataku berwarna coklat terang, namun aku selalu menggunakan lensa kontak berwarna abu-abu karna aku menyukainya, bukan tidak mensyukuri mata asliku, namun mataku memang sudah minus dan tak mungkin jika aku tidak menggunakan lensa kontak sehari-hari, karna aku tidak percaya diri untuk menggunakan kacamata. Berkat ayahku, hidungku mancung, dan berkat ibuku, bibirku tipis dan aku sangat menyukainya. Bagi orang-orang yang telah mengenal diriku, aku adalah sosok gadis yang sempurna dari segi apapun, aku memiliki orangtua yang masih lengkap yang sangat amat menyayangiku sepenuh hati mereka karena aku anak mereka satu-satunya. Keluargaku sangat berkecukupan karena Ayahku merupakan seorang sutradara dan produser professional yang sudah menggeluti karirnya sejak ia masih muda. Ibuku adalah seorang fashion designer yang sudah cukup terkenal di Indonesia dan mulai melebarkan sayapnya di industri fashion luar negeri. Apapun yang kupinta, tak pernah satupun mereka melarangnya, selama itu merupakan hal yang positif dan tidak aneh-aneh. Kedua orangtuaku juga cukup keras sebenarnya dalam mendidikku, karena mereka ingin aku menjadi anak yang berbakti, pintar, bertalenta dan disukai oleh semua orang karena sifatku. Akupun selalu menuruti semua nasihat orangtuaku, mereka sangat percaya padaku, dan aku berjanji tidak akan pernah mengkhianati kepercayaan mereka terhadapku.

Memilih untuk kuliah di luar negeri bukanlah sebuah keputusan yang mudah bagiku, aku cenderung manja kepada orangtuaku terutama kepada ayahku, aku terbiasa diperlakukan bak seorang puteri kerajaan saat aku dirumah, jumlah pelayanku ada 9 hanya untuk diriku sendiri. Ada yang mengurusi kebersihan kamarku, kamar mandiku, baju-bajuku yang dibagi menjadi empat pelayan berbeda untuk mengurus seragam sekolah, baju formal, baju casual dan baju santai, keperluan makanku, supir yang selalu siap mengantarku kemana saja dan kapan saja, serta seorang nanny yang sudah mengurusku sejak aku lahir. Walaupun begitu, aku selalu punya keinginan untuk menjadi gadis mandiri yang bisa hidup tanpa bergantung dengan orang lain, ya, orangtuaku lah yang menyediakan ke 9 pelayan itu khusus untukku sejak aku masih kecil dan terbiasa hingga aku lulus SMA. Sampai akhirnya aku membuat keputusan bulat dimana aku ingin mencoba hidup sendiri tanpa bantuan para pelayan. Awalnya hal ini menjadi perdebatan antara aku, ayah dan ibu, namun dengan jurus andalanku, aku selalu berhasil membujuk dan meyakinkan mereka dengan muka luguku yang meminta belas kasihan mereka demi menyetujui keinginanku. Akhirnya, mereka mengabulkan keinginanku yang sangat kuat namun dengan satu syarat. Elvano Alvaro harus ikut denganku.

avataravatar
Next chapter