1 Kutukan

Bulan memamerkan cahaya penuhnya malam itu. Bulan tampak besar tak sperti malam biasanya dengan warna yang merah seperti darah. Ditemani suara burung malam yang saling bersahutan membuat malam itu menjadi sangat mencekam.

Terseok seok langkah kaki yang telanjang menerabas rumput yang basah. Membuat langkah Parwani sedikit tertatih agar dia tidak terjatuh. Napasnya terengah engah. Tangannya memegang sebuah keris yang sudah berlumuran darah. Tampak tangannya sedikit bergetar berusaha agar dia bisa tetap memegang keris itu agar tidak sampai terjatuh. Sementara kain kembennya yang menutupi tubuhnya yang putih mulus sudah terkoyak akibat semak semak berduri tajam yang dia paksa terobos tadi di hutan.

"Tinggal sedikit lagi, aku bisa masuk ke perbatasan desa, bertahanlah Parwani!" lirih Parwani.

Dia sudah mencapai puncak bukit pembatas gerbang pembatas desa dengan hutan kaki Gunung Kawi. Tinggal menuruni bukit itu dia akan bertemu dengan para penjaga gerbang desa, tempat dia tinggal bersama ayahanda dan ibunya.

Dengan setengah berlari Parwani menuruni bukit itu. Dia ingin segera sampai di desanya dan meminta perlindungan dari ayahnya, seorang pemimpin desa bernama Prabaswaka. Dia takut sekali, karena dia sudah menghabisi nyawa seseorang. Dia takut karena dia baru saja menghilangkan nyawa dari anak seorang yang paling ditakuti di seluruh Kanjuruhan.

Namun karena sudah berjam jam dia berlari dia mulai kelelahan. Napasnya terputus putus dadanya terasa sesak. Pandangan matanya sedikit memudar. Dia tidak bisa melihat dengan jelas karena kanan kirinya hanya pohon pohon yang tinggi menutupi sinar bulan. Karena pandangannya terbatas dia pun tidak melihat sebuah dahan pohon yang melintang di depannya. Dia pun menabraknya. Membuat kepala dan dadanya terbentur dan semakin sakit tak keruan. Parwani sempoyongan dan setelah itu dia terjatuh tak sadarkan diri.

$$$$$$$$$$$$$$$$$$

Parwani merasa tulang rusuknya remuk semua. Perlahan dia membuka matanya. Samar samar dia melihat sekelilingnya. Dia heran kenapa dia bisa berada di tengah tengah pendopo rumahnya Dan dia merasakan dingin yang menusuk. Untuk mengurangi rasa dingin, Parwani membekap kedua lututnya. Bibirnya gemetaran dan terasa kering. Entah kapan dia terakhir minum. Dia berusaha lebih keras untuk membuka matanya dan meminta siapa saja untuk memberinya air.

"Air, tolong, air!" gumam Parwani.

Dengan segala upaya Parwani membuka matanya dan mencoba melihat keadaan di sekelilingnya. Seorang bertubuh besar dengan pakaian serba hitam mendekatinya.

Kemudian dia menyiramkan air ke wajahnya dengan suara yang menggelegar seperti petir. Parwani tahu itu adalah Bratabara. Si penguasa hutan Wingit yang merupakan seorang manusia kejam yang suka menganggu rakyat Kanjuruhan. Dia mempunyai padepokan di hutan itu. Di padepokan itu dia adalah pimpinan tempat semua penjahat dari berbagai penjuru Jawa berkumpul disana. Mereka itu adalah perampok, penculik, dan pembunuh bayaran. Mereka biasa dicari oleh para bangsawan untuk melakukan pekerjaan pekerjaan kotor untuk menguntungkannya. Dan menurut cerita yang sering dia dengar dari para pekerja ayahnya dan penduduk desa yang dia temui. Bratabara adalah seorang yang sakti yang kebal dengan segala senjata tajam. Dia tidak akan pernah bisa mati karena dia memiliki ribuan bantuan makhluk makhluk yang kasat mata.

Parwani sedikit ketakutan. Air yang ditumpahkan Bratabara tak sedikit pun dia cicip. Badannya gemetaran memikirkan keselamatannya dan keluarganya.

"Kau sudah sadar hei!"kata Bratabara dengan suara yang keras membuat siapa aja yang mendengarnya pasti bergidik.

"Ayah, Ibu!"panggil Parwani dia mencoba untuk berdiri. Rambutnya yang panjang sedikit menutupi sebagian wajahnya.

"Ayah dan ibu mu sebentar lagi mati!"gertak Bratabara sambil menjambak rambut Parwani dan menyeretnya. Parwani mengerang kesakitan. Dia mencoba melonggarkan jambakan rambutnya namun tenaga Bratabara bukan tandinganya.

"Tolong..tolong!"teriak Parwani tapi tak ada seorang pun disana. Parwani melihat tak ada seorang pun penjaga di pendopo itu. Kemana semua orang di rumah ini. Semuanya tak terlihat. Sementara Bratabara terus menyeret Parwani ke luar rumah.

Bratabara pun kemudian menghempaskannya ke tanah. Parwani dengan sisa tenaganya mencoba membungkuk memohon ampunan pada Bratabara.

"Tolong ampuni saya, saya mohon ampun!"ucap Parwani memohon dengan mengusap usap kedua telapak tangannya.

"Lihat itu!"perintah Bratabara menunjuk ke arah utara depan pagar rumahnya.

Parwani pun melihat ke arah yang ditunjuk. Dia terkejut karena disana terdapat beberapa orang yang tergeletak dan berlumuran darah. Dan yang lebih terkejutnya dia melihat kedua orangtuanya berada di tengah tengah itu dalam keadaan terikat dengan wajah yang lebam dan memar memar.

"Ayah, Ibu.!"teriak Parwani dan hendak berjalan untuk menggapai mereka. Namun karena kakinya dan seluruh tubuhnya masih sakit Parwani lebih lambat dengan langkah Bratabara yang panjang dan mendahuluinya. Dan tanpa berkata sepatah apapun Bratabara mengangkat keris nya dan menghujamkannya ke perut Prabaswaka dan Pradita. Parwani hanya menjerit jerit dan berteriak. Tapi semuanya begitu cepat kedua orangtuanya pun langsung terkapar bersama sama dengan para pengawal dan penjaga rumahnya.

 

$%&$&$\-$\-$\-\-$\+%\+$$\+\+$\+\+\+$\+

 

Parwani melihat ke atas langit. Bulan purnama merah darah yang besar itu menjadi saksi pembantaian keluarganya. Dia menangis meraung raung meratapi takdir dirinya.

"Dengarlah, karena kau sudah membunuh putraku yang berharga, terimalah takdir mu sekarang!"ucap Bratabara dengan suara parau.

"Kamu akan menerima kutukanku, dan selamanya kamu akan menderita dan sengsara"Bratabara kemudian mencoba mengeluarkan keris nya lagi.

Seketika langit yang terang oleh sinar bulan tiba tiba tertutup awan hitam. Suara gemuruh angin dari kejauhan membuat semua binatang malam yang sedang mencari makan berhamburan dan berisik mengeluarkan suara riuh rendah membuat Parwani bergidik. Apalagi Bratabara di depannya seakan akan berubah menjadi lebih besar, matanya merah menyala. Dia melihat bayangan bayangan hitam berdiri di belakang Bratabara. Parwani pun ketakutan dan berteriak teriak.

"Mulai sekarang, kamu akan hidup abadi bersama ribuan pengikutku!" kata Bratabara sambil mengiris telapak tangannya. Darah hitam keluar dari telapak tangannya kemudian dia memaksa Parwani untuk meminum darahnya. Parwani meronta menolak tapi tenaganya tak bisa menandingi kekuatan Bratabara. Parwani pun tak pelak darah itu menetes dan mengalir lewat tenggorokannya. Rasanya pahit dan membuat tenggorokan nya panas seperti terbakar api. Parwani menjerit kesakitan. Lidahnya tercekat, mulutnya terbuka kaku tak bisa tertutup. Parwani mencoba berteriak tapi suara nya tertahan. Dadanya mulai sesak dan napasnya mulai tak beraturan. Kemudian tubuhnya kejang kejang. Darah yang dia minum bereaksi cepat dan menyebar ke semua jaringan tubuhnya.

Selama satu jam Parwani kejang kejang tanpa bisa mengucapkan sepatu kata pun. Perlahan lahan kemudian dia melihat puluhan bersosok hitam di belakang Bratabara terlihat jelas Semua. Ada yang berbulu hitam bertanduk, ada yang tinggi besar dengan wajah yang menyeramkan, ada yang bersisik seperti ular. Ada yang mempunyai kaki satu tapi berekor. Ada juga yang seperti manusia tetapi kulitnya berbulu coklat, dan banyak sekali. Membuat Parwani semakin takut dan mengangkat tubuhnya untuk mundur menjauh.

"Kamu akan hidup abadi yang menyakitkan menggantikan nyawa anakku!"

"Aku akan merasa puas dan dendamku terbalaskan karena kamu akan terus menyaksikan kematian orang yang kamu sayangi!"

"Meski harus dengan nyawaku aku akan membalas dendam atas kematiannya"

Parwani semakin menggigil dan ketakutan. Badannya yang tadi kejang kejang perlahan mulai normal kembali. Kaki dan tangannya yang tadi sakit, tiba tiba hilang.

"Terima kutukanku, dan setiap bulan purnama kamu harus merelakan tubuh mu dirasuki oleh mereka"kata Bratabara.

"Tolong ampuni aku!"

"Bisa saja, asal kau bisa hidupkan lagi anakku"

Parwani menangis menyesalinya. Andai saja dia tidak nekat membunuh Brama anaknya. Dia tidak akan seperti ini.

"Sesali itu seumur hidupmu. Yang jelas kau tidak akan bisa mati, karena kau sudah meminum darah abadi"

"Tidak mungkin"ucap Parwani.

"Kamu hanya bisa lepas dari kutukan itu, jika bertemu dengan bulan purnama merah ini ada seseorang yang bisa melepas kutukan itu"kata Bratabara kemudian dia menghujamkan keris nya tepat ke jantungnya dan kemudian mencekik Parwani. Parwani kesakitan. Lehernya dicekik. Mata Parwani melotot menahan kesakitan. Mulutnya tercekat. Bratabara kemudian terlihat menangis mengeluarkan airmata. Demi membalas kematian anaknya. Dia harus melakukan ini. Tiba tiba darah keluar dari mulutnya. Bratabara kemudian memasukkan jarinya ke tenggorokannya. Tangan kanan nya masih mencekik Parwani sementara tangan kirinya seperti menggapai sesuatu dalam mulutnya. Kemudian dia menarik sesuatu dari mulutnya. Sebuah benda bersinar hijau keluar dari mulut nya. Dengan cepat Bratabara kemudian memasukkan benda itu ke dalam mulut Parwani yang terbuka meronta ronta dari cekikannya.

Parwani pun tak sengaja menelan benda asing berwarna hijau itu. Setelah Parwani menelan itu. Bratabara pun ambruk dan melepaskan cekikan nya. Seketika badan Bratabara pun mengeluarkan asap.

Parwani pun jatuh dan tak sadarkan diri. Yang terakhir dia lihat, puluhan makhluk itu tersenyum menyeringai padanya.

%&&&&--%-%+%+%(&&)&)&)&&

Tahun 1998.

Di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota Jakarta. Tampak seorang anak laki laki berusia sepuluh tahun sedang bermain memainkan mobil mobilnya di halaman rumahnya.

Sebuah mobil taksi berhenti di depan rumah itu. Tak lama kemudian turunlah seorang perempuan paruh baya dengan memakai kebaya bordir berwarna hijau dengan kain batik yang anggun. Rambutnya yang beruban tampak anggun disanggul. Dia turun sambil membawa sebuah tas jinjing berbahan kulit buaya.

"Neneeeek!" panggil anak laki laki itu langsung berlari menyongsong kedatangannya.

Sementara yang dipanggil nenek itu pun langsung memeluk anak itu dengan penuh rasa rindu.

"Asyiiik nenek datang dari Jawa bawa apa aja nek?"tanya anak itu kegirangan.

"Banyak dong, semua buat Bagas, tuh ada di bagasi mobil, tolong panggilin Mas Paijo bawain ya!" kata neneknya senyum senyum melihat tingkah cucu semata wayangnya.

Setengah berlari Bagas menuju ke dalam rumah dan memanggil manggil nama Mas Paijo. Dan neneknya mengikuti dari belakang.

Bagas senang sekali dengan kedatangan neneknya itu. Soalnya kalau nenek nya datang dari Malang, dia akan menemaninya tidur dan selalu membawakan cerita dongeng sebelum tidur.

Bagas sudah bersiap di tempat tidur, dia sudah menggosok gigi mencuci tangan dan kalinya lalu mendekati ke tempat tidur.

Neneknya tersenyum melihat Bagas yang sudah dari tadi sore nagih minta didongengin sebelum tidur. Kemudian nenek menyuruh Bagas untuk memijit kakinya terlebih dahulu. Karena neneknya merasa pegal karena sebrian di kereta api. Bagas manut sekali. Dia pun dengan senang hati memijit kaki neneknya.

"Bagas, malam ini nenek mau cerita tentang kisah seorang anak perempuan, kamu mau dengar?pancing neneknya.

"Tentu saja nek, tapi apakah anak perempuan yang akan diceritakan nenek itu cantik?"tanya Bagas.

"Tentu saja, bahkan sangat cantik"sambung nenek membuat Bagas tidak sabar mendengarkan cerita nenek.

"Ayo nek, sekarang saja ceritanya,.sambil Bagas pijitin kakek nenek"kata Bagas.

"Baiklah, nenek akan mulai cerita, dengarkan baik baik ya"ucap nenek itu mulai memperbaiki posisinya yang duduk menyandarkan punggungnya di tepi tempat tidur.

Dulu ada seorang gadis bernama Parwani. Dia adalah seorang putri yang mendapat kutukan. Dia melakukan kesalahan karena sudah meminum darah seorang manusia yng mempunyai banyak pasukan makhluk halus.

Karena dikutuk, Parwani tidak bisa mati dan hidup abadi. Dia menghabiskan seluruh hidupmu dengan kesepian tanpa satu pun yang bisa menolongnya melepas kutukan itu.

"Nek, bukannya kalau tidak bisa mati dan abadi itu bukan nya anugerah?"tanya Bagas peka.

"Mungkin anugrah mungkin juga nasib buruk, karena dia harus melewatinya tanpa mempunyai seseorang disisinya"jawab si nenek.

"Kok bisa nek, apa tidak ada seorang pun yang mah jadi temannya nek?tanya Bagas banyak menginteruspi dongeng neneknya.

"Itu karena semua orang takut padanya, Parwani mempunyai wajah yang seram"jawab nenek nya sabar menghadapi pertanyaan Bagas.

"Lho, kata nenek tadi, cantik sekali, kok seram?"

"Bagas, makanya dengerin cerita nenek dulu sampai selesai, nanti kamu akan paham!"

"Baik lah nek"Bagas kemudian mengangguk dan terap meneruskan pijitannya.

Parwani memiliki wajah yang cantik, ayu dan mempesona. Tetapi ada kalanya wajah Parwani berubah seram karena pasukan makhluk astral yang menempel padanya bergantian merasukinya. Maka dari itu tidak ada seorang pun yang berani mendekatinya apalagi mau berteman dengannya.

Tapi sebenarnya Parwani adalah seorang putri yang baik hati dan suka menolong orang yang lemah. Hanya saja, kutukan itu sudah membuat dirinya seperti monster.

Parwani menghabiskan hidupnya dari waktu ke waktu tanpa sedikitpun menua. Wajah dan tubuhnya masih sama seperti sebelum dia meminum darah keabadian itu.

Dia mencari seseorang yang bisa melepas kutukan itu. Dia mencari seseorang yang bisa menemani nya sampai dia bisa meninggal seperti manusia lainnya.

Pernah sekali dua kali Parwani menemukan orang yang baik dan tulus padanya. Namun setelah tahu wajah cantiknya bisa berubah, orang orang itu pun meninggalkannya.

"Nek, kisah ceritanya kayak film Beauty and The Beast, hanya saja kalau di film itu yang seram adalah laki lakinya".

"Mungkin sama, tapi kalau kisah ini Parwani tetap hidup abadi tanpa seorang pun disampingnya"

"Kok akhir ceritanya menggantung nek"protes Bagas.

"Nenek juga tidak tahu akhir ceritanya seperti apa"jawab nenek di luar dugaan membuat Bagas semakin protes.

"Ah cerita kali ini kurang menarik nek, Bagas tidak suka!" protes Bagas kemudian menghentikan pijitan gratisnya.

Nenek tersenyum terkekeh melihat polah cucunya yang mengambek dan langsung tidur membelakanginya.

Nenek itu kemudian menyelimuti cucu itu dengan selimut.

"Kelak mungkin cerita ini akan membuat kamu tertarik dan membuat kamu penasaran?"ucap nenek itu yang kemudian dibalas dengan suara pura pura dengkuran halus Bagas.

Nenek pun kembali tersenyum. Kemudian di melihat ke arah jendela yang belum tertutup oleh tirai. Dia melihat bulan purnama bersinar terang di luar.

"Kali ini kamu menjadi apa Parwani?"gumam nenek itu penuh misteri.

&&%&&&&+-+()+)))))///)//))/

Bab 1 kelar jugaa. 😃😁😁

avataravatar
Next chapter