4 Bagas

Tahun 2002 ....

Parwani melajukan mobil Jeepnya dengan kecepatan tinggi. Dia sedang menuju ke kawasan hutan lindung di Kota B. Dia melihat ke langit. Sebentar lagi tengah malam, dia harus segera sampai di danau itu. Kalau tidak dia akan segera berubah wujud manusia bersisik yang menyerupai ikan. Parwani mulai merasakan hawa panas menjalar ke tubuhnya. Tenggorokannya mulai bereaksi. Panas dan gatal itulah yang Parwani rasakan ketika akan berubah wujudnya. Benda hijau yang berada di tenggorokannya mulai membuat dirinya kehilangan kendali dirinya. Sebentar lagi dia akan kehilangan kesadaran dan makhluk lain lah yang mengendalikan tubuhnya. Parwani menghentikan mobilnya di tepi jalan. Dia harus segera sampai di danau itu. Karena jika tidak, dia akan kepergok oleh manusia yang lewat. Kalau itu terjadi bukan dirinya yang terancam bahaya, tapi manusia itulah yang akan dalam bahaya.

Terseok-seok Parwani melangkah menuju danau. Tinggal seratus meter lagi dia sampai. Namun di kejauhan Parwani melihat banyak sekali cahaya api. Parwani sayup-sayup mendengar keramaian di sana. Dan suara itu jelas sekali itu suara manusia. Parwani sudah mulai kehilangan kendalinya karena makhluk itu akan segera menguasainya sepenuhnya.

Parwani pun terjatuh di rumput dan kemudian dia tidak sadarkan diri. Nun di kejauhan di sana adalah beberapa tenda berdiri. Rupanya ada anak sekolah sedang mengadakan perkemahan di sana. Memang tempat ini adalah bumi perkemahan Pramuka. Yang sering dipakai untuk mengadakan perkemahan. Hanya saja saat ini sepertinya kedua nya tidak berada dalam waktu yang tepat. Baik Parwani maupun anak-anak itu, tidak dalam keadaan yang beruntung.

Seorang lelaki dewasa yang merupakan Pembina Pramuka sedang memberikan intruksi kepada semua peserta kemah yang merupakan anak-anak SMP itu. Pembina pun menjelaskan tentang kegiatan tengah malam ini. Mereka pun dibagi menjadi beberapa kelompok. Kegiatan mereka adalah menguji nyali mereka untuk bisa melewati jalan setapak yang sudah diberi jejak kemudian menuju pos yang sudah disiapkan.

"Mudah-mudahan aku satu kelompok ya sama kamu Nung," seorang anak laki-laki berwajah tampan.

"Memangnya kenapa Bagas?" tanya satu orang temannya yang badannya bongsor yang dipanggi Nung.

"Kamu kan pemberani, jadi aku bakalan aman kalau satu kelompok sama kamu," jawab Bagas.

"Dasar penakut," ejek Hanung.

"Kelompok 5, Bagas, Hanung, Dwi ... !" Terdengar Kakak Pembina sudah mengumumkan satu kelompok lagi.Dan Bagas tentu saja senang karena dia satu  kelompok dengan Hanung.

Setelah semua dibagi dalam kelompok kecil. Mereka pun per kelompok per kelompok mulai menyusuri rute yang sudah ditentukan. Bagas melihat sekelilingnya. Dia merapatkan tubuhnya ke badan Hanung yang berjalan di depannya. Dia sungguh ketakutan. Dia sebenarnya benci dengan kegelapan. Dia juga sebenarnya benci mengikuti kegiatan ini. Namun karena ini sudah program sekolahnya, dia pun mau tidak mau  harus mengikutinya. Suara-suara burung hantu yang bersahutan membuat dirinya makin menambah ketakutan dengan suasana horor di hutan ini.

"Nung, masih jauhkah kita sampai pos itu?" tanya Bagas sambil mepet-mepetin badannya.

"Kira-kira, kita masih setengah perjalanan lagi," jawab Hanung.

"Adduhh, mana aku kebelet pup Nung," Bagas terlihat menekan-nekan perutnya.

"Ya elah, nyusahin juga, udah noh sana, kita tunggu disini," kata Dwi.

"Ah ogah, aku takut kalau pup di sana, gelap," kata Bagas ketakutan.

"Trus loe mau pup di celana?" tanya Hanung.

"Ke danau aja yuu, kelihatannya itu agak terang oleh sinar bulan, terus kan gue bisa cebok pake air, gua ngaak nyaman kalo cebok pake daun." Bagas hanya tampang dan tinggi saja yang keren. Urusan ini, dia memang penakut.

"Itu kan keluar jalur rute kita Gas, ah loe udah pup aja tuh di semak-semak!" suruh Dwi.

"Waduuh masa sih kalian tega sama teman, lagian danaunya juga dekat, gak bakal deh kita kesasar, please!" kata Bagas.

"Ya udah deh, ayoo kita ke sana, daripada dia pup di celana, nanti kita-kita juga yang terdholimi dia," ucap Hanung pada akhirnya.

Mereka pun memintas menuju danau dan keluar jalan rute yang seharusnya mereka lalui untuk sampai ke pos. Dan akhirnya mereka pun sampai di tepi danau yang lumayan luas. Dwi dan Hanung berdiri agak jauh dari Bagas yang sedang membuang hajatnya. Mereka tak berhenti mengeluh dan mengoceh karena bisa satu kelompok dengan Bagas yang merepotkan mereka.

Sambil menunggu selesai Bagas menyelesaikan hajatnya, mereka berdua iseng melihat danau itu yang tertimpa sinar bulan purnama. Sungguh pemandangan yang indah. Hening. Hanya sesekali suara siulan Bagas yang mencoba suasana di sana tidak terlalu sepi.

"Nung, itu apaan ya? Lihat tuh di tengah danau!" seru Dwi sambil menunjuk ke tengah danau.

Sebuah objek yang meloncat-loncat seperti lumba-lumba di tengah danau. Tapi mana mungkin ada lumba-lumba di tengah danau. Dan lagipula objek itu seperti seekor ikan berukuran raksasa, karena mereka melihat ekor. Tapi kenapa ukurannya sangat besar.

"I-tu, ii-tu, jangan-jangan penunggu danau ini Dwi," seru Hanung mulai gemetaran. Karena objek itu semakin mendekat ke tepi danau. Kaki mereka berdua bergetar hebat karena mereka melihat sosok yang menyeramkan mendekati mereka. Tanpa aba-aba mereka pun lari tunggang langgang sambil berteriak ketakutan.

"Heeiii kalian mau ke mana, jangan tinggalin aku doongg !" teriak Bagas panik melihat mereka lari kocar kacir meninggalkannya yang belum beres buang air besar. Bagas pun buru-buru menaikkan celananya tanpa sempat membersihkan. Karena panik dan terburu-buru dia kurang hati-hati naik ke atas, kakinya terpeleset dan akhirnya dia pun terjatuh terguling masuk ke dalam danau.

'Toloonng, tolooong...!" teriak Bagas di dalam air. Tangannya menggapai-gapai. Dia sudah tidak melihat dua temannya itu. Sebenarnya Bagas bisa berenang, namun tiba-tiba kakinya terasa kaku dan kram. Bagas pun mencoba menggapai-gapaikan tangannya namun ternyata kakinya tidak menginjak dasar danau itu. Rupanya danau itu dalam juga. Bagas pun akhirnya tenggelam ke dasar danau. Bagas mencoba menggerakkan kaki dan tangannya untuk bisa sampai ke permukaan danau. Namun sepertinya dia tidak menemukan permukaan danau. Sampai akhirnya dia pun lelah dan kehilangan kesadarannya. Di ujung kehilangan kesadarannya, Bagas ingat orangtuanya dan neneknya.

"Ibu, Ayah, nenek, apakah aku akan mati di sini?" tanya Bagas mulai merasakan sesak karena terlalu banyak menelan air. Dia pun sudah tak dapat melihat cahaya bulan. Pandangannya sudah gelap. Kenangan-kenangan yang terekam di memori otaknya memutar kembali. Saat dia bersama keluarganya, saat neneknya mendongengkan banyak kisah. Dia rindu  neneknya. Terakhir dia mendengar kisah neneknya tentang Parwani seorang gadis abadi yang tidak bisa mati.

"Parwani," bisik Bagas di mulutnya. Entahlah kenapa dia bisa membisikkan nama itu sebelum dia kehilangan napasnya. Bagas bisa merasakan seluruh tubuhnya sudah menyentuh dasar danau. Namun kaki dan tangannya sudah kaku tak bisa digerakkan.

avataravatar