8 #8

Dibenci karena kesalahan yang sama sekali tidak pernah kita perbuat sungguh menyakitkan. Apalagi kebencian itu berlangsung hingga bertahun - tahun lamanya.

Apa salahku terlahir sebagai wanita ?

Bukankah wanita juga manusia ?

Bukankah wanita juga makhluk ciptaan Tuhan yang mulia ?

Kenapa kehadiranku ditolak ?

Apa menjadi anak laki - laki sehebat itu ? Hingga hanya anak laki - lakilah yang pantas mendapatkan cinta dan kasih kalian. Bukankah aku juga terlahir hasil dari buah cinta kalian ?

Dad...

Aku bukan Tuhan yang bisa menentukan segalanya.

Aku hanya seonggok daging bernyawa yang diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menjadi puterimu.

Dad...

Tidakkah kau sadar bahwa apa yang terjadi bukan kesalahanku ?

Ini semua takdir Tuhan, dad.

Dad..

Sorry aku sudah menghancurkan mimpi - mimpi indahmu.

Sory aku mematahkan harapanmu untuk menggendong anak laki - laki.

Dad...

Sory aku telah menggagalkan rencanamu mengenalkanku pada dunia sebagai anak laki - laki satu - satunya sekaligus penerus dari keluarga besar Simbolon.

Dad...

Meski aku tidak terlahir sebagai anak laki - laki seperti yang dad harapkan, aku berjanji akan menebus rasa malu yang telah kuberikan pada dad disaat aku lahir dengan segala prestasi yang kuraih. Aku berjanji tak akan membuatmu menyesal telah membuatku hadir di dunia ini.

Kedua mata Runggu berkaca - kaca  membaca curahan hati Vina yang tertuang dalam sebuah buku kecil bersampul warna biru yang ia temukan di dalam laci kamar puterinya itu. Ia sadar bahwa egonya telah melukai perasaan puteri bungsunya itu.

"Kau tidak salah, Nak. Dad yang salah selama ini. Karena kesombongan, dad gak sadar kalau dad sudah menggali masalah sendiri. Dad gak sadar ada Tuhan yang maha segalanya yang mampu mengubah apapun."

Runggu meratapi kesalahannya. Andai ia tidak terlalu pongah memamerkan ke orang - orang bahwa ia akan memiliki anak laki - laki mungkin semua ini tak akan terjadi.

Dengan tangan bergetar ia membuka halaman berikutnya. Ia berharap dengan membuka lebih banyak lagi ia bisa semakin mengetahui apa sebenarnya yang puterinya itu rasakan. Ia sadar selama ini ia tidak mengetahui banyak tentang puterinya itu karena memang dengan sengaja ia membangun benteng antara dirinya dan puterinya itu. Ia berharap dengan jarak di antara keduanya, Runggu bisa melupakan semua rasa malu yang ia peroleh karena apa yang ia pamerkan ke orang - orang tak sesuai dengan kenyataan.

Aku bangga memiliki Dad.

Kening Runggu mengerut membaca satu kalimat yang ditulis dengan tinta berwarna pink. Otaknya dipenuhi akan tanda tanya. Apa gerangan yang membuat puterinya itu bisa bangga memiliki ayah yang bahkan tidak pernah menganggap keberadaannya.

Aku bangga ketika dad dapat menentukan pilihan yang menurutku cukup sulit. Memilih wanita yang ia cintai atau wanita yang melahirkannya ke dunia.

Aku bangga ketika dad akhirnya memilih mom. Aku bangga dad bisa menentukan pilihan yang menurutku cukup sulit. Thanks Dad lebih memilih mempertahankan mom dan keluarga kecil kita. Thanks sudah dengan rela mengesampingkan keinginanmu untuk memiliki penerus marga dan menolak wanita yang oppung pilihkan untuk menjadi isteri barumu.

Perasaan sesak yang bertahun - tahun lalu sempat berteman dengannya kembali menyeruak. Bahkan rasa sesak itu diiringi dengan air mata yang melesak keluar tanpa bisa ia tahan. Ia ingat betul betapa sulitnya ia melalui fase itu. Hampir tidak ada hari ia lalui tanpa bertengkar dengan ibunya. Pertengkaran yang berdampak pada hubungannya dengan isterinya. Kazumi yang lelah dengan pertengkaran antara suami dan mertuanya hanya karena ia tidak bisa memenuhi harapan keduanya sempat menyerah dan memutuskan untuk mengakhiri semuanya.

Bisa kalian bayangkan betapa kacaunya Runggu saat kalimat perpisahan itu terucap dari wanita yang begitu ia cintai. Pria paruh baya itu bahkan sampai tak bisa menelan sebutir nasi pun selama berhari - hari karena nafsu makannya yang hilang. Pikirannya kacau memikirkan kegilaan ibunya. Beruntung pada saat itu Runggu bertindak tegas dengan memilih kebahagiaannya sendiri bersama isteri dan dua anak perempuannya.

Dad....

Vina sayang, sayang, sayang banget sama dad meski dad mungkin gak pernah sayang sama Vina.

Cairan bening itu kembali melesak dari sudut matanya. Kalimat yang tertulis rapi di bagian pojok kertas itu berhasil mengusiknya. Menyentuh bagian terdalam dari hatinya.

"Dad juga sayang sama Vina."

Ya, kalian tidak salah baca. Kalimat itu memang terucap dari bibir pria paruh baya itu. Sesungguhnya Runggu memang sangat menyayangi anak perempuan yang wajahnya merupakan perpaduan dirinya dan sang isteri. Matanya dan wajahnya mirip isterinya sedangkan warna kulit dan juga rambutnya mirip Runggu.

Rasa malunya karena gagal menimang anak laki - laki membuatnya menyalahkan orang yang tak bersalah. Ia menyalahkan Vina atas segala omongan pedas dan tatapan mencemooh orang - orang padanya padahal anak gadisnya itu tidak tahu apapun. Ia juga menyalahkan Vina karena kehadurannya sempat membuat hubungannya dengan ibunya retak. Bahkan ia juga menyalahkan Vina karena kehadiran Vina membuat ia hampir kehilangan wanita yang ia cintai dan Puteri sulungnya. Kesalahan Runggu semakin berlipat kala ia tak mampu keluar dari masalah itu. Ia justru dengan sengaja membiarkan masalah itu abadi dengan cara memperlakukan Vina dengan tak baik hanya karena satu alasan yakni Vina selalu berhasil mengingatkan masa lalu yang pahit itu.

"Vina di mana kamu, Nak ? Tolong pulanglah ! Dad kangen sama kamu, Nak. Tolong beri Daddy kesempatan untuk memperbaiki semuanya ! Dad janji akan menebus semua waktu yang hilang selama ini." ucap Runggu sungguh - sungguh. Seseorang yang diam - diam menyaksikan itu semua di balik pintu mengembangkan senyumnya. Sementara itu seorang gadis yang jauh di sana yang namanya disebut - sebut oleh Runggu sedari tadi merasa telinganya begitu panas.

"Issh. Pasti ada yang lagi gosipin aku ini." ujarnya dengan logat Medan yang begitu kental seraya mengusap lembut telinga kanannya yang terasa panas. Entah apa hubungannya antara telinga panas dengan orang yang sedang membicarakan kita ? Sebagai seorang tenaga medis harusnya ia tahu itu sama sekali tidak masuk akal. Akan tetapi ia memilih percaya pada mitos yang sudah ada sejak dahulu itu.

***

avataravatar
Next chapter