1 —E P I L O G U E—

Satu sore, dengan musik yang mengalun dari pemutar musik. jalanan-jalanan yang kulewati dengan mobil, dan lamunan tentang perjalanan yang pernah kulewati dengan dia. Kutepikan kendaraan ini. Dari atas mobil, didepan kemudi, sinar matahari sore ini menyentuh wajah. segala memori indah seakan memutar diatas kepala. Aku masih bisa mengingat pertemuan pertama dengan dia. Satu senyum yang muncul dari sudut bibirnya, dan wajahku yang kebingungan.

kamu apa kabar, saat ini? gumamku dalam hati.

Sudah berapa lama rasanya tidak ada kamu di jalan hidupku. Melepaskan kamu adalah pilihan terbaik, walau aku tahu benar selamanya akan memberi bekas luka bagi aku dan mungkin juga padamu. Aku ingat, kita sering cerita soal hidup masing-masing di tempat ini sambil mendengar suara ombak kecil didepan kita, dan membiarkan wajah kita tersapu angin. Diakhir cerita, kita sering menutup dengan saling mengaitkan kelingking satu sama lain sambil bilang 'janji? janji.'

Aku selalu membayangkan akan bertemu lagi, ditempat ini, atau dimana saja. Saling bertukar senyum dan tahu bahwa kamu baik-baik saja. Kupejamkan mataku sambil menarik dan menghela napas panjang. Kehilangan dia menjadi lubang terbesar di perasaanku, menjadi kekalahan yang paling melemahkan hati. Dia yang pernah begitu istimewa, setiap pesan-pesan yang muncul rasanya aku tahu itu dari dia, tanpa melihat notifikasi dari layar handphone—dan itu benar. Saat bersama kamu, rasanya aku bercermin. Hari-hari berat kami lewati dengan do'a kepada satu sama lain, sambil sisanya ditenangkan dengan curhatan atau sekedar berada disatu tempat yang sama mengisyaratka kalau aku ada, untuk kamu. Tidak jarang malam-malam kami dulu diisi dengan jalan mengelilingi kota sambil tertawa, dan jari-jari yang dia sematkan diantara sela jariku—begitu pas, dan kepalaku kusandarkan pada pundaknya sambil menghirup aroma parfum darinya. semenjak dia ada, hari rasanya menjadi semakin cepat berjalan. Sering rasanya ingin menukar waktu, agar bisa kembali di saat dia masih ada di hidupku. Aku ingat, ketika dia menempuh waktu berkilo-kilo dari kota sebelah, untuk datang demi sebuah makan malam sama-sama di warung nasi ayam favorit dia. Katanya saat itu dia rindu, dan lapar.

'aku berharap, kita bertemu lebih awal daripada ini.'

sebuah pernyataan yang menyayat hati, karna semua sudah terlambat. Dia menjaga hati yang sudah dia siapkan untuk masa depannya. Masa depan,yang bukan aku. Akhir yang menyedihkan, karena aku telat mengetahuinya setelah melewati banyak waktu denganya.

Impian indah bersama dia seterusnya, kata-kata sayang yang sering dia ucapkan dan tuliskan, senyuman yang dia beri setiap aku muncul dimobilnya, semua rasanya menjadi dongeng—terlalu fana untuk jadi nyata.

Malam perpisahan yang paling menyedihkan, sama-sama terisak dan menangisi perasaan yang terpaksa disimpan selamanya, dikubur pada hidupnya, dimatikan pada degupnya. Kamu dan aku, kita sama-sama melepas rasa yang berakar menyenangkan namun menusuk menyakitkan. Sampai kapan, aku bisa menjadi bayangan, yang ada buat kamu tapi tidak bisa kuikuti selamanya. Dia mendekat, dengan melingkarkan lengannya padaku.

'kamu harus bahagia, bersama orang yang sayang sama kamu. kamu harus menemukan orang yang sayang sama kamu.'

aku tenggelam padanya, melepas sakit yang meleleh menjadi air mata. dadaku sakit setiap bernapas, isakan ku bisa didengar jelas olehnya. usapan lembut diatas kepala, itu adalah hal terakhir yang kurasakan selamanya.

Hening menjadi hal yang paling menyenangkan setelah perasaanku mulai kacau. Dia tetap terdiam tapi sorot matanya menjadi lebih sendu dari biasanya. Ada banyak cahaya yang hilang dari matanya, ingin sekali kutanya kenapa tapi perasaanku sendiri tidak tertolong. Kutopang daguku sambil menatap keluar dan memalingkan wajah. Dia mengucap banyak hal dan banyak pinta. Satu ingin yang jelas terdengar; 'kalau nanti sampai waktu nya kamu menikah, undang aku ya?'. Aku masih konsisten dengan heningku. Dia melanjutkan dengan lirih, 'aku mau melihat senyum bahagiamu, dan apa yang telah kulewatkan.'

Hari itu, malam tidak hanya memiliki pekat namun juga tidak memiliki ruang. Ruang lapang yang biasanya terasa luas hingga tidak pernah membuat tercekat. Sudah tidak ada kata yang bisa keluar dari mulut. Aku terlalu tercekat.

aku tidak menyesali pertemuan saat itu. Kamu adalah bagian indah yang ada diperjalanan hidupku. Setelahmu, pertemuan dengan orang-orang adalah kepastian. Namun, hati ku masih saja mengunci orang-orang. Aku tidak akan mendoakan keburukan pada jalan hidupmu, namun bila takdir yang Tuhan berikan seperti ini, suatu saat semoga kita bertemu lagi dan memegang cinta yang telah Tuhan takdirkan untuk kita dan saling memamerkan senyum bahagia, bangga atas apa yang dimiliki, menertawakan kita dulu tanpa harus menangisi nya lagi.Sore ini tidak seperti sore dulu, saat kamu masih ada. Lubang dihatiku tidak benar-benar menutup. Kamu yang ada disisi bumi manapun, bila rindu ini sama, semoga kamu tersenyum karena aku tersenyum berterima kasih atas kisah indah dulu.

tidak pernah ada melepaskan yang indah, tidak pernah ada meninggalkan yang mudah. bersama dengan merelakan bagian dari perjalanan hati yang paling bermakna, semoga langkahku membawaku menuju kebahagiaan yang kau harapkan.

'aku minta maaf, batasku hanya menyenangkanmu. tidak membahagiakanmu' —epilog darimu.

avataravatar