3 Ch. 3 - Perjalanan di mulai

"Kau berbohong." Ucap Shi ketus.

"A-aku nggak bohong. Aku yakin bisa."

Shi menatap Katherine dengan lekat-lekat. Ia tau bahwa perempuan ini tidak akan bohong. Tapi..., ia tidak yakin.

"Jelaskan."

Katherine tersenyum senang karena Shi mempercayainya dan mau mendengarkannya.

"Ibuku adalah penyihir di ibu kota----"

"Jadi, maksudmu kita harus ke ibu kota gitu? APA KAU BODOH?" Sela Shi dengan nada tinggi. Katherine jadi ingin menangis. Tidak ada yang pernah membentaknya seperti ini selain Shi. Tapi, ia menahannya dan mencoba menjelaskannya.

"Ya, Tapi----"

"Aku nggak peduli, pergilah sendiri." Shi berbalik dan berjalan menjauhi Katherine.

"Tunggu----" Katherine mengigit bibir bawahnya. Ia begitu bodoh sampai tidak menyadarinya. Jika Shi datang ke ibu kota. Maka semua orang akan mati....

Tapi, ia ingin membantunya, ia tau caranya. Jadi, ia harus mengatakannya dengan lantang.

"A-ADA SOLUSINYA!!! Teriak Katherine tanpa sadar. Ia hanya ingin Shi mendengarkannya, tapi ia tidak sangka dirinya akan berteriak.

Shi berhenti dan berbalik. Matanya menatap tajam Katherine "Apa maksudmu?"

"Ibuku bisa membuat obat yang membuatku tidak abadi sebentar."

"Jelaskan."

Katherine menjelaskan kejadian sekitar enam tahun lalu. Hari dimana Ibunya pulang ke desa dan menbawa semacam air putih yang berkilau dan memberi tau khasiat ramuan tersebut.

Pada saat itu, dia sedikit ragu. Tapi, karena yang memberikan adalah ibunya. Jadi dia meminumnya. Awalnya, tidak terjadi apa-apa. Tapi, saat Katherine terluka. Lukanya tidak sembuh tidak seperti biasanya. Orang tuanya menangis terharu dan senang.

Namun, khasiat ramuan itu hanya berlangsung dua hingga empat hari, dan juga persediaan terbatas membuat Katherine memakai obatnya ketika saat-saat tertentu saja.

Katherine selesai bercerita. Dia sedikit menangis ketika mengingat kejadian yang menimpanya. Sedangkan, Shi bertopang dagu.

"Berarti kita harus kembali ke desamu dulu." Ucap Shi.

"Ke-kenapa?"

"Kita harus ambil obat itu di rumahmu. Aku tak bisa masuk ke ibukota tanpa obat tersebut."

"Be-benar juga." Katherine sedikit murung. Setiap kali dia mendengar kata desa atau rumahnya. Dia selalu ingat ayahnya. Ketidak-berdayaannya selalu membuatnya gelisah.

"Tunggu, umurmu berapa?"

"Tidak sopan tau, menanyakan umur perempuan. Umurku 17 tahun. Emang kenapa?" Tanya balik Katherine.

Shi tidak menjawabnya dan berjalan menjauhi Katherine. Ia berbalik karena merasa perempuan itu tidak mengikutinya. "Kenapa diam? Kita harus ke desamu!!"

"Oh..., y-ya.... Ta-ta-tapi..." Pipi Katherine sedikit memerah dan ia memegang perutnya. "Aku lapar." Guman Katherine.

"HAH??!!! Aku nggak dengar."

"I-itu..." Guman Katherine.

"HAH??!! Jika tidak penting, ayo pergi." Shi tidak begitu mengerti dan berbalik.

"A-AKU LAPAR!!!" Teriak Katherine tanpa sadar. Shi menatap Katherine dengan tidak percaya.

"A-aku kan belum makan, dan ki-ki-kita juga harus bersiap-siap." bela Katherine.

Shi menghela nafas "Baiklah."

⏳ ⌛

Setelah selesai makan, mereka akan pergi ke desa Katherine. Meskipun berkata seperti itu, mereka tidak membawa barang yang mendukung perjalanan seperti makanan, minuman ataupun tenda. Mereka berdua berbicara di depan rumah.

Shi menatap tajam Katherine. "Apa kau tau jalan ke desamu?"

"Ti-tidak. Aku tersesat sebelum bertemu denganmu." Jawab Katherine. Shi tidak terlalu terkejut, sejak awal dia tidak pernah mengharapkan sesuatu. Ia memikirkan suatu cara agar sampai ke desa Katherine. Tersesat di hutan adalah hal terburuk.

"Mari kita mengikuti arus sungai." Saran Katherine.

"Kenapa?"

"Ka---" Ia berhenti berbicara dan menatap arah lain. "Karena ada desa yang dibuat di dekat sungai." Lanjut Katherine. Shi mampu melihat ia sedikit murung. Mungkin karena mengingat ayahnya.

"Baiklah." Setuju Shi. Mereka berdua memutuskan mengikuti arus air. Berharap menemukan sebuah desa. Tapi, sebelum itu, Shi mendekati jasad para prajurit itu.

"A-apa kita harus mengubur mereka?" Tanya Katherine. Ia merasa sedikit iba.

"Tidak." Jawab ketus Shi. Ia berjongkok dan mulai memerika jasaad mereka. Ia mengambil banyak koin dan beberapa barang yang berguna baginya. Gerakannya cepat dan terlatih bagaikan pencuri yang terlatih.

"Tu-tunggu, kau bisa dapet karma buruk." Katherine berusaha menghentikan Shi, tapi gagal. Shi tidak begitu peduli kepada Katherine.

"Bagus." Ucap puas Shi. Ia menemukan beberapa koin tembaga dan perak, pisau, rushlight.

"Mari---" Shi menatap Katherine penuh keheranan. Pasalnya, Katherine membungkuk minta maaf kepada setiap jasad. Shi tidak begitu peduli dan mengajak Katherine pergi.

mereka memulai perjalanan saat mentari mulai mendekati puncaknya. Entah alasan yang jelas, Katherine terlihat tidak senang dan kesal, mungkin karena ia tidak menghiraukannya atau panas. Tapi, Shi tidak begitu peduli. Yang ia pikirkan adalah langkah mereka ke depannya.

Perjalanan penuh keheningan membuat Katherine sedikit bosan. Ia merasa mereka telah berjalan berjam-jam. Jadi, ia meminta beristirahat. Shi berbalik dan mengangguk.

Katherine memuaskan dahaganya dan duduk di dekat sungai, begitu juga dengan Shi. Tapi, mereka masih tidak membicarakan apapun.

Perjalanan kembali dimulai, dengan suasana hening. Katherine kembali merasa bosan dan muak. Setiap saat, mereka nyaris selalu diam tanpa mengucapkan suatu hal.

"Hei....." Panggil Katherine. Shi tidak merespon apapun.

"Hei, Shi....." Sekali lagi, Katherine memanggil Shi, dan Shi masih mengabaikannya.

Katherine mempercepat langkahnya dan memegang pundak Shi sambil berkata "Hei, Shi...."

Shi cuma melirik Katherine dan kembali menghiraukannya. Katherine mendesus kesal. Untuk beberapa saat, Katherine mencoba membuka percakapan namun ia urungkan.

Hingga akhirnya, mereka melihat sebuah desa saat mentari akan tertidur. Katherine sedikit senang dan . Shi berbalik dan menatap Katherine. Tatapan terlihat biasa saja, tapi ada sedikit kecemasan didalam tatapannya, itulah yang dirasakan Katherine

"Berhati-hatilah." Ucap Shi sambil memberikan koin yang ia dapatkan. Katherine mengangguk mengerti. Ia berjalan menuju desa dengan perlahan. Pikirannya dipenuhi rasa cemas dengan akan apa yang terjadi.

Ia melangkahkan kakinya di desa tersebut, sebuah desa sederhana dimana anak-anak berlari, dan orang dewasa berbincang-bincang. Tanpa sadar, Katherine tersenyum.

Katherine berjalan menuju ke toko rushlight. Dengan sopan, Katherine memberi salam dan membeli beberapa rushlight. Sambil berbasa-basi, ia mencoba bertanya tentang desanya, desa Lullin. Namun, pemilik toko tidak mengetahuinya. Katherine pamit dan pergi secara perlahan.

Kemudian, ia berkunjung toko buah Ia kembali memgulangi proses yang sama. Membeli, basa-basi dan bertanya. Sekali lagi, pemilik toko tidak mengetahuinya.

Tapi, pemilik toko memberikan saran untuk bertanya ke bar. Karena disana banyak pedagang yang datang. Dengan antusias, Katherine menuju bar. Tapi, didalam bar terlihat seperti pertempuran menurutnya. Beberapa laki-laki berbadan besar dan berjenggot berbicara dengan suara keras sambil tertawa.

Awalnya, ia ragu untuk masuk. Namun, setelah memantapkan mental ia berjalan memasuki bar. Beberapa laki-laki terpaku dengan Katherine, ada yang menyikut temannya untuk mendekatinya. Meskipun ia sedikit terganggu, Katherine masih mencoba menahannya. Demi tujuannya.

Ia berjalan duduk. Baru saja duduk, beberapa pria menghampirinya. "Maukah nona cantik ini minum dengan kami?" Goda mereka sambil memegang segelas bir. Ayahnya selalu melarangnya meminum bir karena masalah kesehatan. Hal itu membuatnya tidak pernah berpikiran meminum racun tersebut.

Mereka terus memaksa Katherine minum dengan mereka, sedangkan Katherine sendiri terlihat ketakutan untuk menolak. Untuk pertama kalinya, ia dikelilingi oleh orang yang lebih tua darinya.

"Jangan menagnggunya!!" Datang seorang pemuda tinggi. Mereka berbalik dan berkata "Kami tidak memganggunya, hanya mengajaknya minum."

"Apa kalian tidak melihatnya ketakutan? Wajah kalian yang merah dan suara keras membuat wanita ini ketakutan." Jelas pemuda tersebut. Para pria itu melihat satu sama lainnya dan berkata "Maafkan kami nona." Ucap mereka dan kembali ke kursi mereka.

"Dia mengingatkanku pada putriku." Ucap salah satu mereka dengan suara kecil. Katherine mendengarnya menjadi tersenyum kecil.

"Kau tak apa?" Tanya pemuda tersebut.

"Iya, teri---" Katherine tersontak terdiam ketika melihat pemuda tersebut. Pemuda tersebut berpakaian sederhana, namun memiliki lambang kesatria di pakaiannya.

"Ah, kau melihat ini?" Ucap pemuda tersebut sambil menunjuk lambangnya. "Ini adalah bukti bahwa ku adalah prajurit. Meskipun sekarang sedang libur."

Awalnya, Katherine berpikir bahwa ia akan ditangkap. Tapi, melihat cara bicara pemuda tersebut, seperti pemuda tersebut tidak mengetahui tentangnya.

"Ma-maukah kau minum bersamaku?" Ajak Katherine.

Pemuda tersebut sedikit terkejut. Ia melirik ke salah satu meja sebelum berkata "Dengan senang hati. Tapi, bisakah kita minum disana?"

Katherine melihat sebuah meja yang diisi seorang wanita. Dari pakaiannya, sepertinya bangsawan atau sosok penting kerajaan. Katherine menangguk dan mereka berdua berjalan menuju meja tersebut.

"Kau sudah kembali, dan hai!!" Ucap perempuan tersebut kepada Katherine.

"Hi." balas Katherine.

"Silakan duduk dimana saja, dan ku yakini kau tidak minum kan?" Tanya Perempuan itu dengan senyum misteriusnya.

Katherine terdiam sebentar sebelum menjawab "Ya, kenapa anda tau?"

"Gadis cantik sepertimu itu seperti berlian yang disimpan orang tua. Dan jangan terlalu kaku padaku. Santai saja." Perempuan itu tersenyum lagi.

"Jangan menggodanya, Rosa." Ucap pemuda tersebut. "Dia memang seperti ini, Aku adalah Daryu Sentana. Prajurit kerajaan Geminids, dan ini adalah Rosa Alexia. Salam kenal." Ucap Daryu dengan ramah.

"Namaku Kat---" Katherine terdiam sebentar. "Kathe Vina, salam kenal." Ia memberikan nama palsu demi menyembunyikan idetitasnya. Ia takut jika namanya sudah tersebar, maka ia harus menggunakan nama palsu hingga bertemu ibunya.

"Kathe ya..... Rasanya aku pernah dengar---" Katherine kembali terkejut dan terdiam.

"Mu-mungkin, ada nama yang sama denganku." Ucap Katherine "Ke-kenapa om Daryu ada disini?" Dengan cepat, Katherine mengganti topik.

"Jangan memanggilku om, aku masih masih umur 25 tahun. Panggil kakak saja."

"Maaf. Da-dan kak Daryu ada disini?" Katherine bertanya kembali.

"Kami ingin ke Hutan kabut ajaib." Katherine kembali terkejut. Ia tau hutan itu, ibunya pernah bercerita padanya. Sebuah hutan yang selalu ditutupi kabut. Hutan itu menjadi misteri karena yang masuk tak pernah keluar.

"Ke-kenapa kalian kesana? Hutan itukan bahaya dan jauh!!" Tanya Katherine. Pertanyaan tadi spontan keluar dari mulutnya. Daryu dan Rosa saling bertatapan, sepertinya mereka ada maksud tersembunyi.

"Untuk itu, kami tidak bisa beri tau."Jawab Rosa.

"Ta-tak apa, ta-tadi itu spontan saja."

"Baguslah, gantian aku yang bertanya." Rosa kembali tersenyum, senyuman yang misterius dan memiliki banyak arti. Katherine sedikit tidak nyaman.

"Siapa kau sebenarnya?" Pertanyaan sederhana yang membuat Katherine terkejut kembali. Apakah ia telah menginjak ranjau dan membuat ini berakhir? Sebelum menemui ibunya?

Jawabannya akan memutuskan nasibnya, dan ia menjawab...

avataravatar
Next chapter